Rabu, 26 April 2017

Tentang Propaganda Intoleransi


(sumber ilustrasi: jaminology.com)

Pada 2 Februari 2017, Blog I-I mempublikasikan artikel berjudul Dinamika Toleransi dan Politik Radikal di Indonesia yang telah sedikit membahas masalah intoleransi yang oleh sebagian kalangan dikembangkan untuk menekan kebebasan berpendapat berdasarkan keyakinan agama, khususnya agama Islam. Ketika pada 11 Oktober 2016 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang merupakan pendapat dan sikap keagamaan tentang pernyataan Sdr. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, maka serta merta tuduhan keji ditujukan kepada MUI dengan berbagai nada yang  mendiskreditkan, salah satunya adalah tuduhan mengembangkan intoleransi dan berpotensi meningkatkan intoleransi umat Islam. Padahal pendapat dan sikap keagamaan dasarnya adalah Al Quran, Hadist, dan pendapat para ulama yang merupakan ahlinya dalam bidang agama, artinya jauh dari persoalan politik apalagi niatan bersikap intoleran.


Lebih jauh lagi dan tidak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi sebagai figur politik tertinggi di Indonesia pada 9 Desember 2016 memerintahkan pembentukan Gugus Tugas (Task Force) atau semacam Tim dalam skala nasional untuk menghadapi/mengatasi intoleransi, kelompok dan gerakan intoleran. Artinya telah ada mandat berupa perintah dari Presiden agar masalah "intoleransi" dapat segera diredam diatasi.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Dinamika Toleransi dan Politik Radikal di Indonesia,
toleransi pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang maupun kelompok untuk menanggung suatu keadaan tertentu, yang biasanya tercermin dalam sikap "menerima", "memaklumi", "bersabar",  dan "menahan diri" terhadap keadaan tersebut. Dalam konteks sosial khususnya dalam hubungan antar umat beragama, sikap menerima, memaklumi, bersabar, dan menahan diri tersebut tidak dapat ditimpakan kepada salah satu pihak, melainkan sebuah keadaan dinamis sebab-akibat dari keberadaan perbedaan agama dan sikap para pemeluknya dan langkah-langkah yang mereka tempuh dalam beragama atau melaksanakan kegiatan keagamaan.

Kasus-kasus penolakan pembangunan rumah ibadah yang dibangun ditengah-tengah pemukiman yang mayoritas beragama berbeda adalah hal yang wajar, dimana hal yang sama juga terjadi di negara-negara bermayoritas agama tertentu, misalnya di Amerika Serikat dan Eropa mayoritas Kristen, maka pembangunan Mesjid relatif jauh lebih sulit, bahkan di Swiss pembangunan menara Mesjid dilarang resmi oleh pemerintah berdasarkan referendum 2009 dengan kemenangan 57, 50%. Lalu mengapa di Indonesia penolakan pembangunan rumah ibadah dipropagandakan sebagai sikap intoleran? Hal ini dikarenakan cara dan sikap penolakan yang dilakukan sebagian anggota masyarakat tersebut cenderung anarkis yang mana tidak terlepas juga dari sikap kurang tegas pemerintah dalam pengaturan pembangunan rumah ibadah agama apapun. Alih-alih untuk memberikan kebebasan beragama sebagaimana dijamin oleh kosntitusi UUD 1945, pemerintah menghadapi suatu keadaan yang dilematis, yakni apabila pembangunan rumah ibadah bebas dilakukan pemeluk agama apapun dimanapun, maka hal itu kurang memperhatikan dinamika sosial lingkungan sekitar yang mungkin akan merasakan dampak langsung dari keberadaan rumah ibadah tersebut yang berpotensi menjadi konflik horisontal. Namun apabila pemerintah melakukan pembatasan baik dengan persyaratan-persyaratan lingkungan yang mustahil dicapai kelompok minoritas, maka berarti pemerintah tidak mampu menjamin kebebasan beragama.

Hal ini tidak dapat disederhanakan bahwa penolakan masyarakat terhadap pembangunan rumah ibadah agama yang berbeda adalah sikap intoleran atau sebaliknya pembebasan pembangunan rumah ibadah adalah pilihan yang bijaksana. Apa yang perlu diedukasi dari masyarakat Indonesia yang plural adalah penghormatan yang tinggi terhadap hukum dan pelaksanaan yang konsisten dari hukum positif yang berlaku. Misalnya ketika sebuah rumah ibadah telah mendapat izin sesuai prosedur dan berkekuatan hukum, maka semua pihak yang telah terlibat dalam mengamini pembangunan sebuah rumah ibadah harus dapat menerimanya, termasuk kelompok masyarakat yang mungkin dalam hatinya masih menolak. Tidak boleh ada seorangpun yang memaksakan kehendak apalagi dengan kekerasan untuk menghambat atau menutup rumah ibadah. Sebaliknya, apabila proses untuk membangun rumah ibadah tidak memenuhi persyaratan hukum, maka pemerintahlah yang harus menutupnya atau bahkan merubuhkannya dan semuanya berdasarkan pada hukum yang berlaku.

Persoalan yang paling mendasar di Indonesia adalah bahwa proses pembangunan rumah ibadah sering dilakukan dengan potong kompas, sogok menyogok, atau tanpa konsultasi dan dialog yang cukup, artinya terjadi upaya-upaya licik pengelabuan kepada masyarakat tentang pendirian sebuah rumah ibadah, setelah itu pemerintah juga kurang tegas dalam mengambil keputusan sampai akhirnya terjadi aksi oleh masyarakat baik berupa demontrasi, maupun sampai aksi kekerasan dengan pembakaran dan lain sebagainya. Kesanggupan pemerintah menegakkan aturan tentang pendirian rumah ibadah secara konsisten adalah kunci dari harmoni masyarakat dalam menyikapi pembangunan rumah ibadah agama apapun. Hal ini setidaknya dapat mengurangi benih-benih intoleransi dari suatu keadaan dinamis di masyarakat. 

Fenomena di Indonesia sebenarnya tidak terlalu unik dimana gairah beragama merasuk ke dalam berbagai peri kehidupan yang juga masuk ke ruang sikap saling curiga antar umat beragama khususnya antara Islam dan Kristen karena kuatnya elemen dakwah penyebaran ajaran masing-masing yang berpotensi memurtadkan kelompok yang satu dengan yang lain atau dalam bahasa agama menyelamatkan manusia ke dalam ajaran agama yang diyakini benar. Singkat kata ada semangat ekspansif. Perhatikan bagaimana misalnya umat Hindu Bali yang relatif lebih adem ayem, jangankan menyebarkan ajaran Hindu Bali, apabila anda ingin masuk ke dalam agama Hindu Bali tidak semudah masuk Kristen atau masuk Islam. Demikian pula dengan ajaran Buddha dan Konghucu yang relatif tidak segencar dakwah kelompok Islam dan Kristen di Indonesia.

Umat Islam Indonesia yang secara umum moderat memang dapat dikatakan dekat dengan definisi abangan Clifford Geertz dalam the religion of Java. Justru karena karakter abangan tersebut ketika seseorang dalam kategori abangan mendapatkan "pencerahan" ajaran Islam yang cenderung radikal menjadi berbahaya. Berbeda apabila anda seorang yang benar-benar mendalami Islam secara utuh lahir dan bathin. Mereka yang mengambil langkah-langkah radikal pemaksaan bahkan sampai kepada pembunuhan sebagaimana kasus yang menimpa penganut Ahmadiyah dan Syiah jelas belum memahami Islam secara benar dalam konteks bathiniah karena membunuh atau menumpahkan darah manusia tanpa alasan yang kuat (membela diri dan keluarga/perang) adalah berdosa.

Kaum santri yang dapat dikatakan minoritas-pun mengalami suatu kondisi marjinalisasi dalam kehidupan sosial ekonomi karena skill terbaiknya hanya di bidang ilmu agama. Dengan pengecualian santri jebolan pesantren modern seperti Gontor dan beberapa yang lainnya, maka santri-santri jebolan pesantren yang lebih kecil dan kurang modern hampir tidak dilengkapi dengan skill yang cukup untuk sukses secara kehidupan duniawi. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan sehingga tidak sedikit santri yang menempuh jalan radikal karena keyakinannya pada kehidupan akhirat. Secara akidah keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat merupakan jalan terbaik yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dimana sebagai contoh beliau berdagang (business/ekonomi), berdakwah (menyebarkan ajaran Islam), dan juga berpolitik (pemimpin umat). Keseimbangan tersebut memerlukan kualitas-kualitas yang harus dibangun sejak masa pendidikan. Artinya pesantren-pesantren yang tidak melengkapi bekal kehidupan dunia dan akhirat perlu direformasi agar tercipta lulusan-lulusan yang unggul baik untuk kehidupan duniawinya maupun kebutuhan akhiratnya.

Labelling intoleransi kepada kelompok Islam sebut saja misalnya Front Pembela Islam - FPI (contoh kelompok lainnya cukup banyak dengan kata kunci penegakan syariah) tidak akan efektif, malahan justru semakin memperkuat sikap intoleran karena FPI akan semakin terpojok dalam suatu keadaan yang diyakini oleh para pengikut FPI sebagai keadaan terzalimi. Hal serupa sudah ratusan atau bahkan ribuan kali dilakukan oleh Pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru dalam memarjinalkan umat Islam agar tunduk patuh kepada pemerintah. Akibatnya mereka yang sudah radikal menjadi gerakan bawah tanah dan menempuh langkah terorisme. Pemerintahan demokratis Pancasila boleh berbangga telah melemahkan terorisme, tetapi jangan lupa akarnya bukan semata-mata pada radikalisasi agama, melainkan kepada ketersediaan sumber daya manusia Muslim yang mudah dibajak menjadi radikal karena ketidakseimbangan tadi baik dari kelompok abangan maupun santri.

Singkat kata, bagi kelompok-kelompok Islam yang mengalami labelisasi intoleran hal itu merupakan kristalisasi tantangan terhadap keimanan mereka dan dampaknya justru akan semakin tidak toleran. Ingat toleransi adalah  kemampuan seseorang maupun kelompok untuk menanggung suatu keadaan tertentu. Sehingga apa yang dialami individu maupun kelompok Muslim yang dituduh intoleran adalah mereka tidak lagi mampu menanggung keadaan dimana keyakinan keagamaan mereka terganggu. Keyakinan keagamaan adalah hal yang paling mendasar bagi seseorang yang religius dan tidak dapat ditawar-tawar. Berbeda apabila anda tidak memiliki keyakinan keagamaan yang sungguh-sungguh, misalnya orang-orang Islam yang tidak pernah menyentuh Al Quran atau menegakkan Shalat, orang Kristen yang hanya beribadah saat Natal dan Paskah, dan seterusnya.

Mengapa Blog I-I berulangkali mengkritisi propaganda intoleransi yang dilakukan pemerintahan Jokowi? Hal ini bukan menentang atau menganggap propaganda intoleransi tersebut salah. Sebagai bangsa yang multi-etnis, multikultur dan multi-agama tentunya level toleransi masyarakat diharapkan cukup tinggi dalam mencegah terjadinya perpecahan.  Kritik utama Blog I-I adalah pada pemanfaatan politik dari propaganda intoleransi yang menargetkan kelompok-kelompok Islam yang dilabel sebagai kelompok radikal oleh aparat keamanan khususnya intelijen dan polisi. Misalnya ketika kemarin secara masif dilakukan untuk memenangkan paslon Ahok-Djarot. Beruntung bahwa jaring Blog I-I sangat efektif melakukan penyeimbangan di berbagai pelosok Jakarta, sehingga propaganda intoleransi tersebut dapat diluruskan. Apabila propaganda intoleransi dilandasi oleh kejujuran niat dan upaya memelihara persatuan dan kesatuan tentu Blog I-I akan mendukung penuh.

Kepada kelompok Islam atau gerakan-gerakan yang sudah terlanjur mendapatkan label tidak toleran seperti FPI, HTI, FUI, dan yang mirip lainnya, mohon kiranya dapat mengerti betapa pentingnya memelihara hubungan baik sesama warga negara Indonesia dalam kerangka hukum nasional Indonesia.  Anda semua berhak menyampaikan pendapat dalam kerangka demokrasi, namun hal itu tidak berarti anda dapat memaksakan kehendak melakukan apapun termasuk menyerukan revolusi yang menurut Blog I-I kurang tepat untuk Indonesia. Dalam level tingkat radikalisme ormas Islam seperti FPI, HTI, dan FUI jauh lebih toleran dan moderat bila dibandingkan dengan Jemaah Islamiyah atau Mujahidin Indonesia Timur dan Barat dan organisasi yang dicap teroris lainnya. Oleh karena itu, peranan ormas Islam dalam menciptakan harmoni hubungan sosial menjadi sangat penting dan dapat mempengaruhi dinamika keamanan apakah menuju kebaikan ataukah menuju kepada konflik. Hal ini juga tidak berarti anda harus duduk manis di rumah beribadah saja dan menjadi masa bodoh dengan perkembangan sosial politik yang merugikan umat Islam. Kuncinya adalah keseimbangan, yakni seimbang dalam mengajukan gagasan bernuansa Islami dengan kondisi sosial masyarakat yang mungkin siap mungkin juga tidak siap menerimanya. Mendambakan Indonesia menjadi negara yang menegakkan syari'at Islam adalah cita-cita yang mulia, namun ketika proses mewujudkannya harus melalui konflik dan pertumpahan darah adalah keniscayaan yang belum tentu membawa berkah kepada umat Islam, sebaliknya justru dapat menjadi bumerang tajam yang semakin mempersempit ruang gerak umat Islam secara umum. Misalnya menimbulkan ketakutan yang tidak perlu. Anda boleh-boleh saja tidak peduli dengan ketakutan-ketakutan mereka yang beriman lemah dalam keIslamannya, anda mungkin juga mengabaikan pendapat mereka yang anti syari'at Islam, anda mungkin juga sangat membenci kaum munafik Muslim yang justru bersuara keras menolak syari'at Islam. Kehendak Allah selalu mendahului kehendak manusia, bila Allah berkehendak tentunya Indonesia adalah negara Islam dengan mayoritas penduduknya yang Muslim.

Allah SWT berfirman:

“Kalau Allah Menghendaki, niscaya kamu Dijadikan- Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak Menguji kamu terhadap karunia yang telah Diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (Al-Ma’idah 48) 

Perbedaan yang ada di Indonesia adalah juga ujian, baik untuk bersabar, untuk berjuang, untuk meneguhkan keimanan, untuk berbagai hal positif yang dapat kita tempuh selama hidup di dunia ini yang intinya adalah untuk berbuat kebajikan. Blog I-I tidak bermaksud berceramah bagaikan menaburkan garam di lautan. Namun perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan masak-masak dalam anda berjuang agar tidak berlebihan dan menjadi sangat attraktif untuk "dimusuhi" oleh mereka yang anti syari'ah Islam. Blog I-I yakin anda tidak takut dimusuhi, persoalannya bukan soal takut atau tidak takut. Melainkan lebih kepada perhitungan tingkat keberhasilan, yakni selama umat Islam Indonesia belum rajin membaca AL Quran setiap hari, penegakkan syari'ah hampir menjadi mustahil. Andaipun anda menang dan behasil baik melalui demokrasi seperti di Turki maupun melalui konflik seperti di sejumlah negara Arab, maka mayoritas umat Islam masih "enggan" diatur secara hukum Islam karena belum terbiasa dan memerlukan proses transformasi yang tidak singkat. Andaipun saat ini anda mengklaim memiliki jutaan pengikut, maka ada puluhan atau bahkan ratusan juta yang tidak sepaham dengan anda. Artinya dakwah anda belum berhasil, dan sebuah proses pemaksaan ide hampir selalu hancur di tengah jalan karena ketidaksiapan masyarakat untuk menerimanya.

Dalam kaitan itu, Blog I-I belum membahas bagaimana musuh-musuh Islam sejati akan mengambil langkah-langkah strategis dan taktis yang juga tidak kalah mengerikan seperi terjadi di Poso dan Ambon. Sekali lagi, Blog I-I yakin anda tidak takut, dan persoalannya bukan di situ. Persoalannya adalah realitas sosial dan politik yang rasional yang akan bergerak ke tengah menuju kepada moderasi sistem sosial politik yang telah laksanakan sejak Indonesia merdeka adalah pilihan yang sementara ini didukung penuh mayoritas bangsa Indonesia. Hal itu bukan mengabaikan Islam, melainkan sebuah pemahaman yang mendalam tentang Islam yang rahmatan lil alamin sebagaimana dilakukan pimpinan Muhammadiyah, NU, dan sebagian besar ormas Islam ketika Indonesia merdeka dan sepakat membentuk Republik Indonesia. Sebuah negara Republik yang menjunjung tinggi nilai-nilai religius.

Salam Intelijen
Senopati Wirang

Read More »
13.19 | 0 komentar

Selasa, 25 April 2017

Penghinaan Baru dan Arogansi Pledoi Ahok

Sejak awal kasus penistaan agama menimpa Ahok, Blog I-I menantikan munculnya kesadaran pada diri Ahok untuk memahami pentingnya kerendahan hati dan sikap yang saling menghargai sesama anak bangsa Indonesia, serta yang tidak kalah pentingnya adalah rasa terima kasih kepada pemerintah Jokowi yang telah membelanya habis-habisan sampai Jaksa Penuntut Umum harus menuliskan tuntutan yang sangat ringan. Namun hal itu tak kunjung mewujud bahkan sampai penyampaian pledoi Ahok justru semakin menegaskan betapa angkuhnya Ahok dalam merendahkan umat Islam Indonesia. Berikut ini analisa Blog I-I terhadap pledoi Ahok.

Mohon ma'af sebelumnya, analisa Blog I-I ini tidak dimaksudkan untuk memojokkan Ahok, melainkan lebih sebagai bahan pembelajaran memahami dinamika kasus penistaan agama yang sangat sederhana namun menjadi melebar kemana-mana dan telah melahirkan potensi konflik, revolusi dan kebencian antar sesama anak bangsa. Kepada Ahok, kepada kelompok anti Ahok, dan kepada kelompok pro Ahok, dan kepada pemerintah dan intelijen resmi, bacalah secara teliti seluruh analisa Blog I-I tanpa dipotong-potong.

Judul Pledoi Ahok: Tetap Melayani Walau Difitnah

Pertama-tama, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim atas kesempatan yang diberikan kepada saya.

Setelah mengikuti jalannya persidangan, memerhatikan realitas yang terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta serta mendengar dan membaca tuntutan penuntut umum yang ternyata mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini, dan karenanya terbukti saya bukan penista atau penoda agama. Saya mau tegaskan, selain saya bukan penista atau penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apa pun.

Majelis hakim yang saya muliakan.

Banyak tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah. Bahkan penuntut umum pun mengakui adanya peranan Buni Yani dalam perkara ini. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat di Kepulauan Seribu. banyak media massa yang meliput sejak awal hingga akhir kunjungan saya. Bahkan disiarkan secara langsung yang menjadi materi pembicaraan di Kepulauan Seribu, tidak ada satu pun mempersoalkan, keberatan atau merasa terhina atas perkataan saya tersebut.
Bahkan termasuk pada saat saya diwawancara setelah dialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Namun, baru menjadi masalah sembilan hari kemudian, tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 setelah Buni Yani memposting potongan video pidato saya dengan menambah kalimat yang sangat provokatif.

Barulah terjadi pelaporan dari orang-orang yang mengaku merasa sangat terhina padahal mereka tidak pernah mendengar langsung. Bahkan, tidak pernah menonton sambutan saya secara utuh.
Adapun salah satu tulisan yang menyatakan saya korban fitnah adalah tulisan Gunawan Muhammad. Stigma itu bermula dari fitnah, Ahok tidak menghina agama Islam tapi tuduhan itu tiap hari dilakukan berulang-ulang seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman. Dusta yang terus menerus diulang akan menjadi kebenaran. Kita dengarnya di masjid-masjid, medsos, percakapan sehari-hari sangkaan itu sudah bukan menjadi sangkaan tapi menjadi kepastian.

Ahok pun harus diusut oleh pengadilan, UU Penistaan Agama yang diproduksi rezim Orde Baru sebuah UU yang batas pelanggarannya tidak jelas. Tidak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinistakan itu. Alhasil Ahok dilakukan tidak adil dalam tiga hal.
Pertama, difitnah, dua dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, dan ketiga diadili dengan hukum meragukan. Adanya ketidakadilan dalam kasus ini, tapi bertepuk tangan untuk kekalahan politik Ahok yang tidak bisa diubah sebuah ketidakjujuran.

Majelis hakim yang saya muliakan.

Ketika saya memilih mengabdi melayani bangsa tercinta ini, saya masuk ke pemerintahan dengan kesadaran penuh untuk mensejahterakan rakyat otak, perut dan dompet. Untuk itu ketika saya memberikan sambutan di Pulau Pramuka, saya memulai dengan kata: "Saya mau cerita biar bapak ibu semangat".

Dari sambutan saya, jelas sekali saya hanya punya satu niat, keluarga tebal kantongnya mau ambil program yang sangat menguntungkan ini. Terbukti penuntut umum mengakui tidak memiliki niat sedikit pun untuk menista atau menoda agama. Dan saya tegaskan, saya tidak punya niat sedikit pun untuk menghina golongan tertentu‎.

Bicara melayani orang lain, mengingatkan saya ketika ada anak-anak TK yang menemui saya di Balai Kota, saat itu ada anak TK melakukan tanya jawab, mungkin sama dengan majelis hakim tanya, anak TK juga punya persepsi yang sama.

Anak TK bertanya, saya ingin tanya sama bapak kenapa bapak melawan semua orang, melawan arus, ribut sama semua orang. Ini pertanyaan anak TK sebetulnya. Saya waktu itu bingung menjawab anak TK untuk pertanyaan begitu. Kemudian saya nonton di TV, saya bingung karena banyak pertanyaan akhir.

Kemudian saya mengajak mereka ke Balai kota untuk menonton cuplikan film Finding Nemo. Setelah itu saya menjelaskan pesan moral dalam film Finding Nemo, sebagaimana bisa dilihat dalam video Youtube yang saya kutip sebagai berikut:

"Bapak mau kasih tahu pelajaran dari ikan ini. Kalian bisa lihat enggak tadi? Papanya tidak izinkan Nemo masuk ke dalam jaring, jadi jaring tadi Nemo bisa keluar masuk kan. Ikan besar akan tertangkap, ikan Nemo boleh masuk enggak? boleh juga. Buat apa dia membahayakan nyawanya dia masuk, padahal Papanya khawatir.

Kalau Nemo masuk, ikan begitu banyak, bisa kejepit, bisa keangkat lalu kita sekarang hidup di zaman orang-orang yang kadang-kadang berenangnya searah, persis seperti ikan. Yang benar harus berenang ke bawah tapi semua ikan ikut jaring ke atas kalau dibiarkan ikut ke atas, ikan-ikan ini akan mati tidak? jawab anak-anak mati. Bagaimana mereka bisa tahu yang benar?

Nemo yang tahu, waktu nemo minta berenang berlawanan arah, kira-kira orang nurut tidak? Tidak nurut, jadi sama, kita hidup di dunia ini, kadang kita melawan arus melawan orang yang ke arah berbeda, sama kita. Tapi kita tetap lakukan demi menyelamatkan dia. Dia bilang kalau tidak, si Dori bisa mati nih, ikan yang biru, jadi papanya mengikhlaskan merelakan anaknya untuk masuk. Lalu ketika dia mulai teriak minta tolong Nemo papanya tahu tidak resikonya?

Tahu, bisa kejepit mati ikan kecil, lalu begitu terlepas ada tidak ikan yang berterima kasih oleh Nemo yang terkapar pingsan. Tidak ada.

Jadi inilah yang harus kita lakukan. Sekalipun kita melawan arus semua, melawan semua orang berbeda arah kita harus tetap teguh, semua tidak jujur enggak mengapa, asal kita sendiri jujur.
Mungkin, setelah itu tidak ada yang terima kasih sama kita, kita juga tidak peduli karena Tuhan yang menghitung untuk kita, bukan orang. Nah, ini pelajaran dari film ikan nemo jadi bukan soal ketangkap ikannya itu tadi. Jadi orang tanya sama saya, kamu siapa? Saya bilang saya hanya seorang ikan kecil Nemo di tengah Jakarta seperti itu. Ini pelajaran untuk kita, lalu disambut tepuk tangan anak-anak.

Majelis hakim yang saya muliakan.

Sambutan tepuk tangan anak-anak kecil di akhir cerita saya tersebut memberi saya penghiburan dan kekuatan baru untuk terus berani melawan arus menyatakan kebenaran dan melakukan kebaikan sekalipun seperti ikan kecil Nemo yang dilupakan. Karena saya percaya di dalam Tuhan segala jerih payah kita tidak ada yang sia-sia. Tuhan yang melihat hati mengetahui isi hati saya. Saya hanya seekor ikan kecil Nemo di tengah Jakarta, yang akan terus menolong yang miskin dan membutuhkan. Walaupun saya difitnah dan dicaci maki, dihujat karena perbedaan iman dan kepercayaan saya, saya akan tetap melayani dengan kasih.

Majelis hakim yang saya muliakan, saya bersyukur karena dalam persidangan ini saya bisa menyampaikan kebenaran yang hakiki, dan saya percaya majelis hakim yang memeriksa perkara ini, tentu akan mempertimbangkan semua fakta dan bukti yang muncul dalam persidangan ini, dimana penuntut umum mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan teehadap agama, seperti yang dituduhkan pada saya selama ini. Karenanya saya tidak terbukti sebagai penista penoda agama,

Berdasarkan hal tersebut di atas haruskah masih dipaksakan bahwa saya menghina satu golongan padahal tidak ada niat untuk memusuhi atau menghina siapapun? Dan tidak ada bukti bahwa saya telah mengeluarkan perasaan atau mengeluarkan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penghinaan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap agama, atau penghinaan terhadap satu golongan?

Saya berkeyakinan bahwa majelis hakim akan memberikan keputusan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, karena mengambil keputusan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Majelis hakim yang saya muliakan, demikian nota pembelaan ini saya buat untuk mematahkan semua tuduhan dan fitnah atas sambutan saya selaku gubernur DKI Jakarta yang sedang menjalankan tugas di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016 dengan maksud mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalau program budi daya ikan kerapu berdasarkan Pasal 31 UU Pemda.

Demikian isi pledoi Ahok yang merupakan hak hukum Ahok dalam menyampaikan pembelaan dirinya dalam kasus penistaan agama. Mengapa Blog I-I begitu usil menganalisa pledoi Ahok? Hal ini demi persatuan dan kesatuan bangsa serta demi ketentraman dan harmoni hubungan antar umat beragama yang semakin mengkhawatirkan karena akar pemicu persoalan ketegangan antar umat beragama belakangan ini adalah arogansi dan penghinaan yang berulang-ulang antar para pihak yang bersebrangan.

Perhatikan fakta-fakta berikut ini. Dalam konteks politik, apa yang Ahok lakukan di Kepulauan Seribu jelas hanya sebuah pernyataan blunder yang berhasil dikapitalisasi oleh lawan politik Ahok. Dalam konteks sosial, Ahok melanggar etika hubungan antar anggota masyarakat yang berbeda keyakinan sehingga terjadi ketersinggungan pada level yang bervariasi (sangat tersinggung sampai tidak tersinggung sama sekali) di pihak umat Islam. Dalam konteks agama, sesuai fatwa MUI terjadi sebuah penistaan agama berdasarkan pemahaman ajaran agama Islam. Dalam konteks hukum, terjadi proses hukum yang lebih banyak dipengaruhi oleh interpretasi atas perbuatan Ahok merujuk kepada UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan pasal 156a dalam KUHP. Realita tersebut dalam dinamika kasus penistaan agama lebih banyak diwarnai oleh pendapat-pendapat, pemahaman yang bervariasi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Sangat banyak pemberitaan, analisa, propaganda, argumentasi apapun bentuknya yang terkait dengan kasus penistaan agama yang menista Ahok, dari yang paling kasar sampai yang halus semuanya berdiri di atas pro dan kontra tentang peristiwa pernyataan Ahok yang kemudian diinterpretasikan.

Meskipun Blog I-I setuju bahwa apa yang menimpa Ahok adalah sebuah kecerobohan atau blunder seorang pemimpin dalam memberikan pernyataan kepada publik yang bahkan direkam video, namun Blog I-I sangat menyayangkan sikap Ahok yang tidak kunjung insyaf dari arogansinya. Mengapa begitu sulit mengakui sebuah kecerobohan dan sungguh-sungguh menyampaikan permohonan ma'af yang tulus? Bangsa Indonesia secara umum dan umat Islam khususnya adalah sangat pema'af, namun ketika berhadapan dengan kesombongan dan ketiadaan ketulusan dalam meminta ma'af dari pihak yang melakukan kekeliruan maka akibatnya menjadi semakin kompleks dan cenderung merusak harmoni sosial masyarakat.

Blog I-I dapat memahami kegalauan Ahok yang tertekan dari kanan kiri termasuk dari partai pendukungnya yang sangat menyayangkan sikap Ahok tersebut. Namun karakter tampaknya sulit berubah dan ketika nasi sudah menjadi bubur menjadi mustahil mengembalikannya menjadi nasi kembali. Merespon sikap sebagian umat Islam yang direpresentasikan oleh FPI dkk, Ahok terjebak dalam membela diri secara membabi buta dan emosional sehingga lupa bahwa keseluruhan proses hukum yang dijalaninya sangat berpihak kepada dirinya termasuk kebijaksanaan hukum yang ditempuh Jaksa Penuntut Umum. Selain itu, dimata Ahok mungkin Islam identik dengan FPI sehingga Ahok lupa bahwa tidak sedikit umat Islam yang tidak sejalan dengan FPI juga merasa tersinggung dengan pernyataannya.

Benar bahwa mungkin Ahok tidak bermaksud menyinggung umat Islam, dan mungkin benar juga bahwa apa yang terjadi di Kepulauan Seribu tersebut adalah hanya sebuah blunder pernyataan publik yang tidak diniatkan atau ditujukan untuk menistakan ajaran Islam, para ulama, dan umat Islam. Mengapa Ahok tidak buru-buru menghentikan polemik tersebut dengan tenang dan meminta ma'af yang tulus dan tidak terus-menerus melakukan penghinaan-penghinaan baru yang semakin mempertajam ketidakpercayaan publik kepada Ahok? Bayangkan apakah masuk akal bila sebuah pernyataan kontroversial menjadi sumber konflik yang besar? Karena Ahok menyebut soal NAZI, maka apakah Ahok sadar bila ada politisi Eropa yang menyebut atau menyamakan seseorang atau pihak tertentu dengan NAZI akan langsung mengalami masalah besar. Hal yang sama juga akan terjadi kepada politisi Eropa yang menyatakan tidak terjadi pembantaian terhadap umat Yahudi pada era NAZI Jerman berkuasa, pasti politisi tersebut langsung jatuh karirnya. Demikianlah fakta-fakta sensitifitas suatu isu tertentu sangat tergantung pada masyarakatnya, sejarahnya, dan konteksnya.

Sekarang mari kita perhatikan pledoi Ahok

Judul pledoi "Tetap Melayani Walau Difitnah" telah menyiratkan sebuah tuduhan baru bahwa mereka yang menyatakan bahwa Ahok melakukan penistaan agama telah melakukan sebuah perbuatan keji yang bernama FITNAH. Karena Ahok merangkum secara umum bahwa dirinya difitnah, maka tuduhan kepada pihak-pihak yang melakukan fitnah juga termasuk Fatwa MUI. Mengapa Ahok memilih kata fitnah? Tentu menjadi hak Ahok untuk mengungkapkan pembelaannya, namun dalam pembelaannya mengandung unsur tuduhan balik kepada mereka yang mengadukan Ahok. Makna yang dipahami Blog I-I adalah Ahok masih sangat marah dan tidak terima dengan kasus penistaan agama yang menimpanya sehingga sampai mengeluarkan pernyataan difitnah dalam pledoinya. Apabila ditelusuri akar persoalan pada pernyataan Ahok sendiri yang mengundang kontroversi, maka pihak-pihak yang mengadukan Ahok dan melakukan demonstrasi sesungguhnya tidak melakukan fitnah. Apa yang dilakukan oleh mereka yang menuntut penegakkan hukum kepada Ahok adalah INTERPRETASI terhadap perbuatan Ahok sebagai penistaan agama. Seharusnya Ahok menolak INTERPRETASI tersebut dan bukan menuduh telah difitnah. Fakta-faktanya ada jelas terekam sebuah pernyataan yang dapat diinterpretasikan sebagai penistaan agama, Merujuk kepada fatwa MUI, maka apa yang dilakukan MUI adalah juga interpretasi terjadinya penistaan agama dalam kacamata agama Islam dan bukan berdasarkan prasangka atau niatan memfitnah Ahok. Bahwa interpretasi tidak langsung terjadi spontan ketika Ahok berpidato di Kepulauan Seribu atau bahkan terjadi beberapa hari kemudian setelah viral videonya di media sosial, tidak menjadi masalah secara hukum dan tidak dapat dibingkai dalam konstruksi fitnah terhadap Ahok. Tuduhan fitnah adalah hal yang serius dan dapat memperdalam kebencian sesama anak bangsa.

Jaksa Penuntut Umum mengambil kebijaksanaan hukum yang membenarkan bahwa Ahok tidak melakukan penistaan agama, kemudian Ahok menegaskan, bahwa selain dirinya bukan penista atau penoda agama, dia juga tidak menghina suatu golongan apa pun. Pembelaan tersebut sah-sah saja sebagai klaim sepihak dari Ahok, namun apakah Ahok memperhatikan bagaimana perasaan umat Islam secara umum yang memiliki berbagai respon dari yang sangat tersinggung sampai yang tidak tersinggung sama sekali. Ketika seseorang melakukan penghinaan kepada orang lain apakah hal itu hanya bergantung kepada sikap penghina saja? Tentu tidak karena fakta sosial membutuhkan keduanya yaitu pelaku penghinaan dan yang menerima hinaan. Adakalanya kita tidak sengaja melakukan penghinaan karena kita lebih tinggi, lebih pintar, lebih cantik/ganteng, lebih beriman, dan lebih dari orang lain. Apabila kita cepat insyaf, tentu kita akan segera menjelaskan bukan bermaksud menghina dan pihak yang merasa dihina dapat menerima dan dapat juga tidak menerimanya.

Kemudian ada sebuah logika yang dipaksakan ketika Ahok berargumentasi bahwa
"...... orang-orang yang mengaku merasa sangat terhina padahal mereka tidak pernah mendengar langsung". Apakah ketersinggungan mensyaratkan untuk mendengar langsung suatu penghinaan? Bila anda dihina seminggu lalu apakah dan baru tahu hari ini, apakah anda tidak boleh merasa terhina?

Mengutip pendapat Gunawan Muhammad, pledoi Ahok mengungkapkan: ".... salah satu tulisan yang menyatakan saya korban fitnah adalah tulisan Gunawan Muhammad. Stigma itu bermula dari fitnah, Ahok tidak menghina agama Islam tapi tuduhan itu tiap hari dilakukan berulang-ulang seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman. Dusta yang terus menerus diulang akan menjadi kebenaran. Kita dengarnya di masjid-masjid, medsos, percakapan sehari-hari sangkaan itu sudah bukan menjadi sangkaan tapi menjadi kepastian." Meskipun argumetasi tersebut merujuk kepada pendapat Gunawan Muhammad, namun tuduhan keji yang menyamakan pandangan ahli propaganda Nazi Jerman tentang dusta yang terus-menerus diulang dengan apa yang didengar di masjid-masjid adalah hal sangat jahat. Apa yang dilakukan Nazi Jerman adalah sebuah kejahatan kemanusiaan luar biasa yang dipoles dengan propaganda yang dirangkai sedemikian rupa oleh para ahli propaganda, sedangkan yang terjadi di masjid-masjid adalah dakwah keIslaman yang kebetulan pada waktu dan tempat tertentu banyak diwarnai kajian sudut pandang Islam tentang penistaan agama. Selain itu, melakukan generalisasi masjid-masjid seolah menggambarkan seluruh masjid menjadi tempat pengulangan dusta yang terus-menerus, tuduhan tersebut menurut Blog sangat mengerikan dan jahat.

Pendapat tentang "UU Penistaan Agama yang diproduksi rezim Orde Baru sebuah UU yang batas pelanggarannya tidak jelas" ada benarnya karena memang isi dari UU Penistaan Agama terbuka terhadap interpretasi yang menjadi tugas saksi ahli khususnya ahli agama. Justru dengan keterbukaan interpretasi tersebutlah menjadi tantangan para ahli ketika menjadi saksi untuk memberatkan atau meringankan. Ahok benar-benar tidak menghargai saksi-saksi ahli agama Islam yang telah meringankannya. Kemudian tentang siapa yang sah mewakili agama yang dinistakan rasanya cukup jelas yakni para pimpinan agama atau lembaga yang merupakan perwakilan dari pimpinan atau organisasi keagamaan seperti MUI


Tiga hal yang dialami Ahok yakni pertama, difitnah jelas tuduhan Ahok ini tidak berdasar dan mengulangi sikap arogan merasa benar sendiri tanpa sedikitpun introspeksi terhadap kecerobohannnya dalam berkata-kata di depan publik. Kedua "dinyatakan bersalah sebelum pengadilan" adalah keniscayaan dalam etika sosial kemasyarakatan, dan ketiga diadili dengan hukum meragukan merupakan sebuah penghinaan terhadap pengadilan dan hukum positif yang berlaku. Bagi Blog I-I kekalahan politik Ahok adalah dampak dari perbuatan Ahok sendiri yang tidak jujur dan mawas diri dengan perilakunya. Seandainya Ahok tidak melakukan blunder pidato yang menyinggung umat beragama yang bekeyakinan berbeda, tentu Ahok belum tentu kalah. Lantas, mengapa justru mengatakan adanya ketidakadilan yang berdampak kepada kekalahannya.

Dengan prasangka baik, Blog I-I setuju bahwa niat Ahok memberikan sambutan di Pula Pramuka adalah baik untuk menjalankan tugasnya mensejahterakan rakyat dan bukan untuk menodai agama apapun. Pernyataan ini sangat mungkin benar adanya. Apa yang terjadi adalah "salah ucap" yang menjadi blunder besar karena berhasil dikapitalisasi oleh lawan-lawan politik Ahok. Salah satu elemen politik demokrasi yang Ahok lupa adalah bahwa setiap orang bebas memberikan interpretasi terhadap pernyataan pemimpinnya, dan kebetulan karena pernyataan Ahok diinterpretasikan sebagai menistakan agama Islam, maka seharusnya Ahok juga mengharga pendapat tersebut dan bukan membantahnya habis-habisan sampai akhirnya simpati terhadap Ahok menurun tajam terlepas dari kinerja dan keberhasilannya dalam membangun Jakarta. Jangan dicampuradukan antara "niat" dengan realita "salah ucap" yang mana tidak dapat ditarik kembali. Ucapan manusia adalah ibarat busur anak panah yang telah dilepaskan, bila kebetulan menancap ke hati manusia lain maka sangat sulit diperbaiki kecuali dengan ma'af yang tulus.

Ilustrasi kisah ikan Nemo yang melawan arus dapat diambil hikmahnya manakala seseorang sungguh-sungguh tulus seperti seekor ikan Nemo dalam menjalankan misinya. Namun ilustrasi tersebut jauh dari kisah penistaan yang menimpa Ahok. Andaikata Ahok jujur seharusnya segera bersikap ksatria mengakui kekeliruan "salah ucap" dan berjanji tidak mengulanginya. Ahok tidak menyelamatkan siapapun dalam kasus penistaan agama, bahkan menjerumuskan masyarakat ke tepi jurang konflik terbuka. Apakah arogansi Ahok dapat mempertimbangkan bahwa dampak pernyataannya bukan hanya kepada dirinya pribadi melainkan juga berdampak kepada kelompok masyarakat lain.

Melawan arus atau melawan semua orang yang berbeda arah akan sangat baik manakala arus mayoritas berada pada sisi yang salah atau pada sisi belum tahu. Teguh, jujur merupakan sebuah kualitas manusia yang sangat penting. Misalnya mayoritas manusia Jakarta senang berjudi, mabuk-mabukan, tentunya individu yang melawan arus dengan melarang perjudian dan minuman keras akan dimusuhi banyak orang. Ahok telah mencontohkan melawan arus yang baik yakni "anti korupsi" namun ilustrasi ikan Nemo tidak memiliki relevansi yang tepat dengan kisah "salah ucap" yang terjadi pada diri Ahok yang kemudian diterjemahkan sebagai penistaan agama. Apakah arus kelompok masyarakat yang meyakini terjadi penistaan agama salah arah? Kemudian apakah arus kelompok masyarakat yang membela Ahok sudah benar arahnya? Semua dapat diperdebatkan, dan seekor Nemo-pun akan bersedih bila diilustrasikan dan dikaitkan dalam kisah penistaan agama.

Menyatakan kebenaran dan melakukan kebaikan seperti seekor ikan kecil Nemo yang dilupakan merupakan puncak keikhlasan mahluk hidup. Tuhan YME tahu isi hati kita dan jerih payah kita. Apa yang menimpa Ahok adalah hasil dari perbuatan Ahok sendiri dan bukan karena perbedaan iman dan kepercayaan. Semuanya murni sebuah kecerobohan dalam berbicara yang Tuhan-pun memberikan jawaban langsung berupa kekalahan politik Ahok. Seharusnya Ahok bersyukur bahwa pemerintah membelanya habis-habisan dan berupaya keras meredakan ketegangan di masyarakat. Proses hukum adalah piliha yang tak terelakkan karena merupakan jalan penyelesaian yang adil bagi semua pihak.

Ahok menyatakan: "Walaupun saya difitnah dan dicaci maki, dihujat karena perbedaan iman dan kepercayaan saya, saya akan tetap melayani dengan kasih." Sepintas pernyataan tersebut seperti pengorbanan heroik seekor ikan kecil Nemo yang ikhlas dalam melayani masyarakat Jakarta dengan kasih. Namun hakikatnya dalam bahasa Jawa hal itu adalah "ngersulo" atau berkeluh kesah karena merasa difitnah (tanpa introspeksi perbuatan sendiri), dicaci maki (tanpa bertanya mengapa terjadi), dihujat karena perbedaan iman dan kepercayaan (sebuah tuduhan serius yang mengeneralisir latar belakang agama),  kemudian ditutup dengan tetap melayani dengan kasih (kontradiksi dengan sikap yang hampa kasih sayang kepada warga Jakarta). Mengapa Ahok tidak pernah melihat ke dalam dirinya sendiri dan melakukan retreat sejenak bertanya kepada dirinya sendiri apa-apa yang menimpanya adalah buah hasil perbuatannya.

Bila Ahok sungguh mengerti makna kasih dan pelayanan serta pentingnya menjaga ucapan, maka Ahok akan mengerti bagaimana Tuhan mengajarkan kepada umat Kristiani dalam Amsal 13:3: "Ia yang menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, ia yang membuka lebar bibirnya, menuju kehancuran." Kehancuran politik yang sekarang menimpa Ahok bukan karena masalah perbedaan iman, bukan karena masalah politik, melainkan karena akibat Ahok membuka lebar bibirnya. Silahkan sahabat Blog I-I dari umat Kristiani merenungkan kembali rangkaian peristiwa yang menimpa Ahok.

Pledoi Ahok memanfaatkan tuntutan ringan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan mengklaim "menyampaikan kebenaran yang hakiki yang dalam interpretasi Blog I-I merujuk kepada "kebijaksanaan hukum" JPU terhadap kasus penistaan agama yang mengambil jalan tengah dengan tidak memaksimalkan tuntutan hukuman namun juga tidak membebaskan bersih dari segala tuntutan. Hal ini dapat dipahami karena dasar pembuatan tuntutan yang terbanyak adalah dari saksi-saksi ahli dan tambahan yang mana semuanya adalah merupakan interpretasi-interpretasi yang pro dan kontra terhadap delik hukum penistaan agama yang menimpa Ahok.

Pada bagian akhir pledoi masih diulangi kembali argumentasi bahwa Ahok ".... tidak ada niat untuk memusuhi atau menghina siapapun? Dan tidak ada bukti bahwa saya telah mengeluarkan perasaan atau mengeluarkan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penghinaan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap agama, atau penghinaan terhadap satu golongan? Blog I-I dapat memahami tentang tidak ada niat Ahok memusuhi atau menghina siapapun, namun demikian sekali lagi ketika kita berkata-kata atau berpidato atau menulis kadangkala terjadi apa yang Blog I-I telah nyatakan sejak artikel pertama yakni blunder pernyataan di depan publik. Blunder pernyataan tersebutlah yang kemudian diinterpretasikan sebagai penistaan agama. Kasus-kasus semacam ini banyak menghancurkan karir politisi di berbagai negara, misalnya pernyataan yang rasis, pernyataan yang meremehkan, pernyataan yang sexis atau bias gender, dan lain sebagainya. Betatapapun tidak ada niat, yang dilihat dan didengar masyarakat adalah kata-kata dan kalimat yang terlanjur terucap dari mulut para politisi tersebut.

Akhir kata, apa-apa yang Blog I-I tulis ini tentu juga dapat diinterpretasikan tidak sesuai dengan niat Blog I-I memberikan pencerahan kepada para pembaca dan juga khususnya langsung kepada Ahok agar dapat memperbaiki diri. Sebagai manusia, kita semua tidak luput dari kekeliruan apalagi sekedar salah ucap yang tidak diniatkan untuk menistakan agama tertentu, namun realita masyarakat menunjukkan bahwa hal itu mendapatkan respon yang luar biasa dan membuka jalan kehancuran politik Ahok.

Semoga Majelis Hakim dapat secara bijak mengambil keputusan yang adil.

Salam Intelijen
Senopati Wirang




Read More »
06.08 | 0 komentar

Minggu, 23 April 2017

Klarifikasi Soleman Ponto tentang Propaganda Allan Nairn


 
Allan Nairn dan Soleman Ponto

Old soldiers never die, intelligence never retire, hari ini Blog I-I menerima informasi dari jaring Blog I-I yang dekat dengan mantan Kepala BAIS, Laksda TNI AL (Purn) Soleman B. Ponto yang merupakan klarifikasi sahabat Ponto tentang propaganda ngarang bebas dari Allan Nairn. Untuk lebih jelasnya silahkan baca sumber berita yang telah mempublikasi penjelasan sahabat Ponto berikut ini: Twitter Soleman B Ponto, Klarifikasi Soleman Ponto dan Penjelasan Soleman Ponto. Sebagai media untuk belajar tentang hal-hal strategis dan intelijen, Blog I-I ingin memaparkan bagaimana Allan Nairn melakukan pemelintiran informasi melengkapi artikel sebelumnya Tentang Propaganda Allan Nairn. Mari kita simak dan pelajari bersama!


Pertama

Tulisan Allan:

One official, retired Adm. Soleman Ponto, who is not a supporter of the coup movement, is the former chief of military intelligence (BAIS) and currently advises the state intelligence agency (BIN). Though he declined to comment directly when I asked him about specific intelligence reports, Soleman said that it was “very clear” that SBY, whom he called a friend, helped fund the movement, “giving through a mosque, giving through a school, SBY is the source.” 

Catatan: tidak ada posisi "penasihat" atau yang memberikan advise (saran) kepada BIN atau Kepala BIN. Posisi yang ada adalah staf khusus Kepala BIN yang terdiri dari para pakar di berbagai bidang dan DISK atau DAS. Allan menanyakan "laporan intelijen yang spesifik" dan hal ini mencerminkan adanya kebocoran informasi rahasia. Perkiraan Blog I-I, Allan memanfaatkan kecerobohan Ahok dan Pengacaranya yang mengungkap adanya hasil laporan penyadapan komunikasi Presiden ke-6 SBY dengan Ketua MUI yang dinyatakan Allan sebagai specific intelligence reports. Seolah-olah Allan tahu bahwa ada laporan intelijen khusus tentang hal itu, padahal hanya duga-duga atau prasangka Allan berdasarkan heboh kecerobohan Ahok dan pengacaranya.


Bantahan Ponto:

Konteks pertemuan Ponto dengan Allan bukan wawancara resmi melainkan sebuah diskusi dengan tema keikutsertaan Agus Yudhoyono (AHY) dalam kontestasi pilkada DKI Jakarta. Kemudian bahwa dikatakan SBY secara tidak langsung menyumbang untuk aksi protes FPI lewat masjid dan sekolah, itu adalah kesimpulan dari sdr Allan Nairn.

Tulisan Allan jelas ada gap atau tidak nyambung ketika pertanyaan tentang specific intelligence reports, dijelaskan bahwa Ponto menolak memberikan komentar langsung, namun Allan mengutip pernyataan Ponto yang seolah menggambarkan SBY memberikan dana kepada FPI. Hal ini dapat diperdebatkan dan harus merujuk kepada fakta apabila ada rekaman pembicaraan atau diskusi antara Allan dan Ponto.


Kedua

Tulisan Allan:

More broadly, Ponto said, “almost all the retired military” and “some current military back SBY” in supporting the FPI-led protests and the coup movement. He said he knows this because — in addition to his being an intelligence man — the pro-coup generals are his colleagues and friends, many of whom correspond on the WhatsApp group known as The Old Soldier. The admiral said that for the movement’s military sponsors, the Ahok issue is a mere entry point, a religious hook to draw in the masses, but “Jokowi is their final destination.” 

Bantahan Ponto:

Bagaimana dukungan para purnawirawan terhadap SBY? Sbg purnawirawan sangat mungkin akan mendukung SBY dlm mewujudkan tujuan politik anaknya. Terlebih di militer ada l’esprit de corp. ada sentimen angkatan juga. Jadi wajar jika ada dukungan dari para purnawirawan.
Dari mana diketahui dukungan itu? Saya jawab dari percakapan di WAG OSG sangat terlihat dukungan kepada SBY.

Informasi yang sinkron hanya sumber informasinya yakni grup Old Soldiers Whatsapp, namun apakah informasi tersebut akurat dan berapa banyak purnawirawan TNI yang bergabung dalam grup tersebut serta bagaimana representasi angkatan dan informasi dasar lainnya tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa almost all the retired military and some current military back SBY. Cukup jelas bagaimana Allan mencoba menggiring pembaca untuk berpikir atau bahkan berprasangka sebagaimana dinyatakan oleh Allan.

Ketiga

Tulisan Allan:

As for the tactic of a straight army assault on the palace in a coup d’etat, Ponto said that would not happen. This one would be “a coup d’etat by law,” resembling in one sense the uprising that toppled Suharto in 1998, except that in this case the public would not be on the revolt’s side — and the army, rather than defending the president, would be working to bring him down. The FPI-led protestors, he said, would enter the palace and congress grounds, then try to get inside and set up camp until someone made them leave. 

“It would look like People Power” — the people gathered by FPI and their allies, but in this case, “with everything paid. The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall. 

Bantahan Ponto:

Terkait statement saya bahwa “sasarannya sebenarnya adalah Jokowi”, Saya tegaskan lagi, saat itu kami diskusi soal situasi aksi 411 dan 212. Faktanya adalah sasaran aksi ke Istana Merdeka, dimana demonstran menuntut Jokowi memecat Ahok. Saya katakan, ini menjadi pressure bagi RI-1. Lalu dikatakan bahwa People Power sudah ada yg mengongkosi dan militer tinggal tidur, saya tegaskan ini adalah kesimpulan sdr Allan. Saya tidak bicara soal hubungan militer dengan makar.  

Sangat berbeda bukan? Allan menyimpulkan keterlibatan militer dalam makar, sementara Ponto bicara tentang tekanan yang dialami Presiden dari aksi 411 dan 212.

Belakangan juga muncul spekulasi bahwa Allan Nairn adalah agen CIA yang bertugas melemahkan Indonesia dengan melakukan propaganda memecah belah Indonesia. Apakah benar demikian?

Berdasarkan investigasi Blog I-I, dapat disampaikan bahwa Allan Nairn adalah wartawan yang sedang mengalami krisis dan bekerja demi uang untuk kepentingan siapapun yang membayarnya. Pada pilpres 2014, Allan sangat gencar memojokkan capres Prabowo Subianto dan cukup berhasil memperkuat prasangka buruk masyarakat terhadap Prabowo. Kelompok atau orang yang sama (sedihnya adalah ybs adalah tokoh Indonesia yang sangat paham intelijen) yang menggunakan Allan Nairn pada tahun 2014, kembali mengaktifkan Allan Nairn untuk membidik Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo yang sangat solid dalam memimpin TNI. Mengapa Panglima TNI menjadi sasaran, hal itu tidak lain karena sikapnya yang NETRAL dalam politik kekuasaan diterjemahkan sebagai membiarkan atau bahkan mendukung kelompok Islam anti Ahok.


bersambung......

24 April 2017

Allan Nairn diduga kuat bukan anggota organik CIA (operatives), melainkan lebih sebagai agent of influence atau agent provocateur yang pernah digunakan CIA sebagai agen yang disewa/dibayar untuk mengkondisikan suatu negara sebelum CIA melakukan covert actions. Sebagai agen, Allan bebas mencari tambahan uang dari manapun dalam ruang lingkup covernya sebagai jurnalis investigasi. Jurnalis investigasi merupakan cover umum yang banyak digunakan oleh agen-agen sejenis di berbagai belahan dunia karena relatif dipandang wajar ketika melakukan aksi penyelidikan di negara lain. Sebagian hasil investigasi dipublikasikan secara bombastis untuk meningkatkan popularitas, dan sebagian yang lebih sensitif masuk menjadi laporan agen kepada pengendalinya. Karena sudah terbiasa sebagai agent of influence atau agent provocateur, maka Allan cukup lumayan lihai dalam mengolah propaganda pembentukan opini publik untuk tujuan tertentu dalam kasus yang dibahas di sini adalah mengkondisikan penggantian Panglima TNI, dengan memberikan alasan kepada Presiden Jokowi untuk mengambil tindakan.

Dari analisa tersebut, jelas terang benderang kemungkinan siapa yang menggunakan Allan tersebut, yakni untuk kepentingan kekuasaan Presiden Jokowi. Persoalannya kemudian adalah apakah Presiden Jokowi tahu atau bahkan merestui langkah-langkah pengkondisian penggantian Panglima TNI? Kemungkinan besar tidak, Presiden Jokowi tidak tahu permainan ini. Presiden hanya mengeluhkan mengapa Panglima TNI tidak seratus persen memberikan dukungan kepada keinginan Presiden untuk membela Ahok. Mengapa Panglima TNI melakukan sejumlah pendekatan kepada pimpinan umat Islam bahkan cenderung menjadi dekat dengan umat Islam dalam dinamika Aksi Bela Islam yang menargetkan Ahok. Kemudian orang dekat Jokowi yang sangat lihai dalam bidang intelijen dan bahkan memiliki lembaga intel partikelir mengambil inisiatif tersebut. Mohon ma'af, Blog I-I tidak dapat menyebutkan nama atau kelompok yang memanfaatkan Allan Nairn tersebut.

Singkat kata, politik adalah kepentingan dan kekuasaan yang memang sangat busuk dan kadangkala kurang memperhatikan dampak negatifnya. Orang-orang seperti Allan Nairn yang jelas-jelas tidak pernah memikirkan kepentingan bangsa Indonesia mendapatkan ruang untuk merusak harmoni sosial politik dan hubungan antar lembaga serta meningkatkan syak wasangka saling curiga dalam masyarakat Indonesia. Sedihnya, orang atau tokoh Indonesia sendiri yang melakukan hal itu dengan memanfaatkan Allan yang hanya seorang pekerja propagandis yang sudah pudar pengaruhnya. Hal ini cukup menjadi bahan kajian singkat ini agar seluruh bangsa Indonesia tidak terkecoh oleh propaganda Allan dan menjadi bingung dan menduga-duga bahwa ada kepentingan asing yang bermain. Apa yang terjadi adalah kepentingan kekuasaan dalam negeri memanfaatkan orang asing untuk menciptakan opini negatif tentang TNI dengan target Panglima TNI.

Kepentingan AS di Indonesia tidak tercermin dalam artikel Allan Nairn sehingga kecil kemungkinan merupakan pesanan CIA, bahkan Allan sedikit menyinggung soal Presiden Trump dan kedekatannya dengan sejumlah tokoh Indonesia sebagai bumbu penyedap yang diolah dengan sedikit memasukan elemen ISIS dalam pembahasannya. Tidak ada manfaat yang dapat diambil AS dengan kisruh politik di Indonesia karena paska 1998 Indonesia praktis berada dalam kubu negara-negara demokratis yang perlu didukung stabilitasnya. Mungkin ada yang berpikir tentang ancaman Islam politik yang memanfaatkan demokrasi? Atau mungkin ada yang berpikir tentang melindungi pemerintahan Jokowi? Semua salah besar, sikap Presiden Jokowi yang nasionalis memiliki resiko merugikan negara-negara mitra dagang termasuk AS. Yang pasti dengan sudah banyaknya masalah AS di Timur Tengah, di semenanjung Korea, serta ancaman terorisme global, devisit perdagangan,  cita-cita membuat Amerika great again tidak akan ditambah lagi dengan mengacak-acak Indonesia yang relatif stabil dan bersahabat dengan AS.

Demikianlah analisa Blog I-I. Betapa pentingnya kita membaca secara hati-hati setiap informasi yang kita terima. Hal ini juga sekaligus pesan kepada seluruh elit politik, elit militer, elit polisi, elit intelijen maupun para mantan pejabat agar lebih berhati-hati dalam berdiskusi atau memberikan pendapat dengan wawancara kepada orang-orang sejenis Allan Nairn.

Akhir kata, hari ini tanggal 24 April 2017, Blog I-I ingin menyampaikan pesan yang sangat penting kepada Presiden Jokowi bahwa anda harus memperhatikan perilaku orang-orang yang anda pikir mendukung namun tindakan aksinya justru dampaknya merugikan anda. Apabila pemerintah terus-menerus mengulangi blunder politik dengan menggunakan teknik-teknik intelijen baik dalam membela Ahok, dalam mempermalukan Presiden ke-6 SBY, memojokkan oposisi Prabowo, dalam rekayasa makar, dalam menjauhi umat Islam, serta dalam upaya menyingkirkan Panglima TNI, maka Blog I-I hari ini meramalkan KEKALAHAN Presiden Jokowi dalam pilpres 2019. Apabila saya masih hidup berumur panjang dan apabila komunitas Blog I-I tidak bubar atau dihancurkan oleh intelijen resmi, maka akan saya tuliskan secara lengkap mengapa Presiden Jokowi pasti KALAH dalam pilpres 2019.

Apabila saya keliru menilai dan menganalisa, mohon ma'af kepada seluruh pihak yang disebutkan atau tersirat dalam artikel ini. Semakin senja, semakin banyak dosa yang terbuat dari tulisan-tulisan Blog I-I. Semakin banyak bicara dan semakin banyak menulis, tentunya kadang terjadi luput sehingga tercipta kekeliruan. Walaupun perkiraan Blog I-I tidak pernah meleset, hal itu tentunya hanya kebetulan belaka dan tidak terlepas dari izin Allah SWT dalam mengungkapkan perkiraan-perkiraan. Sekali lagi mohon ma'af sekiranya ada pembaca yang merasa tersinggung atau tidak nyaman dengan seluruh artikel-artikel Blog I-I.

Salam Intelijen
Salam Waskita

Senopati Wirang    

Read More »
02.27 | 0 komentar

Sabtu, 22 April 2017

Tentang Propaganda Allan Nairn

Beberapa analis strategis TNI dan sejumlah jaringan Blog I-I menyampaikan pentingnya pengungkapan latar belakang propaganda-propaganda yang dikendalikan oleh Allan Nairn tentang Indonesia. Sesungguhnya agak sulit dan cukup kompleks dalam menjabarkan suatu propaganda dari akarnya hingga target tujuan yang sesungguhnya. Karena di dalam propaganda yang baik akan mengandung pesan propaganda lain yang bersifat multidimensi. Namun ketika anda telah paham betul tentang teknik-teknik propaganda dan juga sangat mengerti tentang emosi dasar manusia serta berbagai pola reaksi umum dari masyarakat, maka membedah suatu propaganda tidaklah sulit. Namun demikian, harus tetap diingat bahwa ketelitian dan keahlian dalam memaknai kata dan kalimat menjadi sangat penting dan merupakan kunci dari ketahanan seseorang, bangsa dan negara terhadap gelombang propaganda. Sebagai contoh perhatian pola kalimat yang digunakan Blog I-I dalam menjelaskan propaganda intoleransi Pemerintahan Jokowi-JK pada artikel-artikel sebelumnya. Singkatnya meskipun propaganda intoleransi sangat penting untuk masyarakat yang multikultural, namun karena tekniknya sangat buruk dan tujuannya untuk membela Ahok, maka nilai propaganda tersebut menjadi sangat rusak pula.


Sebelum membahas propaganda-propaganda Allan Nairn, mohon dikenal dulu siapa Allan Nairn tersebut. Dalam wikipedia, website allannairn.org, akun twitternya, kita dapat membaca apa yang ingin ditampilkan Allan Nairn kepada masyarakat internasional tentang dirinya. Secara singkat seorang jurnalis/wartawan investigasi  yang fokus kepada kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia, Timor Timur (Timor Leste), Burma (Myanmar), Haiti, Guatemala, serta dunia Islam (diduga kuat karena faktor spesialisasi Indonesia wajib memahami dunia Islam). Untuk detil siapa Allan Nairn silahkan sahabat Blog I-I baca sendiri pada tautan tersebut atau bahkan riset sendiri melalui internet, secara umum yang akan ditemukan adalah apa-apa yang ingin ditampilkan oleh Allan Nairn kepada masyarakat.

Benang merah fokus bahasan Allan Nairn adalah kebijakan luar negeri AS dan situasi kondisi negara-negara yang jadi amatan Allan yakni sistem politik diktator/junta/otoriter/militeristik. Indonesia pada era Presiden Suharto merupakan mainan propaganda Allan karena bahan tulisan untuk menggerogoti rejim Orde Baru sangat banyak khususnya terkait dengan pelanggaran HAM, perilaku militer Indonesia baik di daerah konflik maupun secara umum, serta kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Baru. Siapa yang berkepentingan untuk membaca analisa Allan Nairn? Karenanya sifat analisanya yang investigatif maka sangat mirip dengan laporan intelijen. Selain itu, ketika Allan berhasil memperoleh informasi-informasi yang sulit diperoleh oleh perwakilan resmi pemerintah AS, bahan dari Allan Nairn pun menjadi salah satu sumber bacaan pengambil keputusan di AS.

Propaganda-propaganda Allan Nairn di era Orde Baru dapat dipahami sebagai propaganda untuk melemahkan Pemerintahan Suharto serta mendorong demokratisasi. Propaganda khusus terhadap propinsi Timor Timur dan Papua adalah bagian dari upaya mendorong kemerdekaan. Sementara propaganda tentang Aceh anehnya bukan untuk mendukung kemerdekaan Aceh, tetapi hanya sekedar mengkritisi kebijakan militer Indonesia di Aceh. Catatan: mohon pembaca Blog I-I melakukan cross check terhadap artikel-artikel analisa Allan yang lama. Pada era ini, apapun label profesinya, orang-orang seperti Allan Nairn dan sejumlah pengamat Indonesia yang kritis di luar negeri mendapatkan perhatian besar dari pemerintah AS dan negara-negara Barat secara umum. Konteksnya adalah merupakan bagian dari upaya besar mendorong demokratisasi di Indonesia, yang mana Presiden Suharto terlambat dalam mengantisipasi dan merespon perubahan sosial politik masyarakat Indonesia. Mereka bagaikan selebritas intelektual yang sering dirujuk oleh media-media Barat dalam menganalisa dinamika sosial politik dan keamanan di Indonesia.

Allan Nairn pada saat melakukan pekerjaannya mengamat-amati dan menganalisa Indonesia tentunya perlu membangun hubungan dan komunikasi dengan orang-orang Indonesia yang paham tentang situasi dalam negeri Indonesia. Tidaklah mengherankan apabila terjalin hubungan baik Allan dengan sejumlah tokoh nasional, birokrat atau bahkan aparat keamanan yang mana dalam konteks demokratisasi Indonesia sepakat bahwa rezim Orde Baru harus ditumbangkan. Semuanya telah menjadi catatan sejarah, dan bangsa Indonesia juga sepakat untuk membangun demokrasi yang sesungguhnya sejak tahun 1998.  Semua yang Allan lakukan di masa lalu yang dianggap sebagai ancaman oleh Orde Baru, di era reformasi merupakan hal biasa. Allan mulai kehilangan pamor sebagai pengamat Indonesia karena semakin banyak pengamat dan akademisi asing yang analisanya lebih akurat. Selain itu, keterbukaan Indonesia menyebabkan akses informasi semakin mudah, sehingga informasi dan analisa Allan menjadi sangat biasa saja. Bahkan kualitasnya bila dibandingkan analis-analisa akademis maupun jurnalis lainnya sangatlah jauh. Untuk akademisi sangat banyak dan sahabat Blog I-I dapat mencarinya di universitas-universitas ternama baik di AS, Australia, Inggris, Norwegia, dll. Untuk jurnalis sebut saja misalnya Joe Cochrane, Nick Owen, Sam Reeves, Jewel Topsfield, Justin Doebele, Archicco Guiliano, dll. Untuk lembaga Think Tank, Sidney Jones juga jauh lebih bagus analisanya daripada Allan.

Mari kita sedikit masuk ke dalam teori propaganda dan tujuan propaganda. Secara umum propaganda bersandar pada pemahaman verbal, tulisan, pesan-pesan tertentu agar sasaran terpengaruh, berubah pikiran, atau bahkan puncaknya adalah human hacking dimana disadari atau tidak seseorang, kelompok masyarakat atau bahkan suatu bangsa menjadi mengikuti kemauan propagandis.  Dalam bahasa yang lebih halus, propaganda juga kita kenal sebagai pendidikan, pencerahan, dakwah, ceramah, lecture, dll. Berbeda dengan pendidikan, pencerahan dll, ciri khusus dalam kata propaganda adalah muatan politik ideologi yang hampir identik dengan kepentingan politik atau kekuasaan.

Konsep paling mendasar atau radikal dari propaganda adalah keberhasilan "memaksakan" pendapat atau cara pandang. Betapapun halusnya atau kasarnya atau tersembunyinya atau terbuka frontalnya sebuah propaganda, cara kerjanya adalah sama yakni memainkan emosi, empati, keragu-raguan, ketidaktahuan, prasangka-prasangka, ide konspirasi, serta keterbatasan pemahaman masyarakat secara umum. Perlu diakui bahwa Blog I-I sedikit banyak juga melakukan hal yang sama namun dengan tujuan yang semoga dapat dipahami sisi baiknya bagi bangsa dan negara Indonesia.

Propaganda juga penuh dengan dinamika coba-coba dan melihat respon atau reaksi dari sasaran. Ahli propaganda seperti Arswendo Atmowiloto misalnya pernah mengajarkan kepada salah satu jaring Blog I-I tentang pentingnya kreatifitas, kekayaan ide/gagasan, serta cara penyampaian apakah secara bombastis, naik turun berirama, ataukah datar meyakinkan, dll. Keberhasilan sebuah propaganda adalah ketika sasaran bereaksi, bahkan diharapkan reaksi yang berlebihan. Baik reaksi yang menjadi ikut terpengaruh oleh propaganda maupun yang reaksi yang menjadi anti atau sangat marah terhadap isi propaganda.

Allan Nairn jelas cukup ahli dalam melakukan propaganda-propaganda terhadap Indonesia dan ingat bahwa Allan sudah puluhan tahun mengamati Indonesia dan cukup paham tentang Indonesia.

Allan Nairn juga seorang jurnalis yang tidak memiliki outlet media yang kredibel serta lebih tepat disebut sebagai wartawan bodrek yang akan menulis demi pesanan pihak-pihak tertentu.Tanpa bermaksud menuduh tanpa dasar, artikel terbaru Allan Nairn jelas pesanan untuk menjatuhkan Panglima TNI.

Artikel berjudul Trump's Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President dimuat pada media online The Intercept yang baru diluncurkan pada tahun 2014 dengan fokus berita memuat dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden dan menyoroti National Security Agency (NSA) AS. Belakangan The Intercept menjadi platform berita dan analisa yang konon mengedepankan hal-hal terkait konflik, permusuhan dan pro-kontra di berbagai bidang di dunia. Apa yang disampaikan oleh Allan sudah memenuhi platform The Intercept, namun yang perlu sahabat Blog I-I ketahui, The Intercept adalah media online dengan manajemen, editorial, dan pengecekan akurasi berita/analisa yang lemah (Blog I-I belum cukup riset untuk menilai The Intercept sebagai media abal-abal). 

Propaganda Allan dapat dikatakan lumayan berhasil karena telah dikutip sejumah media di Indonesia seperti Detik, Tempo, Tirto, serta menyebar luar melalui sosial media baik grup WA, twitter, maupun platform lainnya. Propaganda Allan Nairn berkolaborasi dengan propaganda jahat SEWORD yang dalam banyak tulisannya sangat tendensius mengadu domba sesama anak bangsa Indonesia. Blog I-I sangat mengapresiasi tanggapan Panglima TNI yang sangat tepat, benar bahwa artikel Allan tidak perlu ditanggapi karena sifatnya yang penuh kebohongan, propaganda murahan dan ingin mengadu domba TNI dengan Presiden dengan tujuan agar Panglima TNI dicopot.

Pertanyaannya kemudian adalah siapakah yang memberikan pesanan kepada Allan dan berapa Allan dibayar untuk menulis propaganda sejahat itu?

Blog I-I telah mengkritik keras Polri yang masuk dalam jebakan rekayasa Makar dalam sejumlah artikel sebelumnya. Sekaligus dalam kesempatan ini, Blog I-I ingin menyampaikan permohonan ma'af kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang awalnya Blog I-I berprasangka telah memainkan isu sensitif Makar, ternyata ditekan untuk melaksanakan rekayasa Makar tersebut. Blog I-I baru belakangan mengerti betapa sulitnya posisi Kapolri saat ini.

Blog I-I tidak ingin berspekulasi atau berprasangka lebih jauh tentang aktor intelektual yang menyuruh Allan membuat propaganda yang jelas akan membuat Indonesia semakin lemah, memecah belah pesatuan bangsa, dan membuat pemerintahan Jokowi menjadi tidak stabil. Berbeda dengan artikel-artikel Blog I-I yang berdasarkan pada kecintaan tanah air Indonesia, artikel Allan tidak memiliki empati kepada nasib jutaan rakyat Indonesia yang ingin kedamaian dan kesejahteraan.

Sekarang perhatikan bagaimana Allan mencoba meyakinkan pembaca dalam propagandanya pada alinea ke 3:

This account of the movement to overthrow President Jokowi is based on dozens of interviews and is supplemented by internal army, police, and intelligence documents I obtained or viewed in Indonesia, as well as by NSA intercepts obtained by NSA whistleblower Edward Snowden. Many sources on both sides of the coup spoke on condition of anonymity. Two of them expressed apparently well-founded concerns about their safety.

Artikel Allan diklaim berdasarkan lusinan wawancara, dilengkapi dokumen TNI, Polisi, dan Intelijen (BAIS TNI / BIN?) yang diperolehnya di Indonesia, dokumen NSA yang dibocorkan Edward Snowden, serta sumber-sumber anonim yang khawatir dengan keselamatannya. 

Sebagai propagandis senior, Allan mungkin sudah kurang teliti dalam upayanya meyakinkan pembaca. Pertama dan yang paling ceroboh adalah klaim berdasarkan dokumen NSA yang dibocorkan Snowden. Allan lupa periode waktu dokumen NSA yang bocor tentang Indonesia tidak termasuk tahun 2016-2017 dimana konteks artikelnya berada. Ternyata apabila dibaca secara teliti yang dimaksud dengan dokumen NSA adalah dokumen-dokumen lama tentang Islam di Indonesia, FPI, dll. Kedua, melakukan lusinan wawancara di Indonesia apakah dapat dilakukan dalam waktu singkat, dan selama paling tidak sejak rekayasa Makar pertama Desember 2016 dan rekayasa Makar kedua Maret 2017, apakah Allan berada di Indonesia? bila iya apakah cukup waktunya membuat janji pertemuan wawancara sebanyak lusinan? Ketiga, tentang klaim tentang dokumen dari TNI, Polisi, BAIS TNI dan BIN tidak dapat dipercaya. Rasanya Indonesia sudah harus melakukan overhaul internal security TNI, Polisi, BAIS TNI, dan BIN apabila Allan sungguh-sungguh berhasil memperoleh dokumen penting dari lembaga-lembaga pertahanan dan keamanan tersebut. Kemudian tentang sumber-sumber anonim adalah klaim yang umum digunakan manakala sumber tersebut memiliki posisi sangat penting dan terancam keamanannya atau posisinya bila ketahuan. Penggunaan sumber anonim sama sekali tidak tercermin dalam kedalaman data investigasinya yang biasanya justru menjadi andalan dalam sebuah tulisan analisis.

Dari dasar klaimnya saja sudah lemah, artinya Allan tidak tahu lebih banyak dari masyarakat Indonesia yang rajin membaca koran, media internet atau yang aktif dalam media sosial fokus pemberitaan nasional. Semua yang ditulis Allan sangat biasa dan terbuka datanya. Hanya saja kelebihan Allan sebagai seorang propagandis adalah menyambungkan skenario Makar dari dinamika pilkada DKI Jakarta. Mohon dibandingkan dengan artikel-artikel Blog I-I sebelumnya tentang rekayasa Makar. Ketika Blog I-I pertama kali mengungkapkan isu Makar, maksud dan tujuannya adalah pencegahan dan penyadaran baik kepada pemerintah maupun oposisi untuk lebih berkepala dingin dalam menyikapi dinamika politik baik di Jakarta maupun secara nasional. Setelah Blog I-I melakukan konfirmasi kepada sejumlah Jenderal aktif dan purnawirawan TNI di sela-sela pertemuan para purnawirawan TNI, Blog I-I sampai pada kesimpulan bahwa makar atau rekayasa makar sangat prematur untuk digunakan sebagai alat politik melemahkan kemarahan umat Islam (meskipun yang muncul adalah FPI, GNPF MUI, FUI, namun hakikatnya Blog I-I yakin bahwa mayoritas umat Islam tersinggung) terhadap Ahok dalam kasus penistaan agama.

Satu-satu referensi Allan yang patut didalami adalah pernyataan mantan Kepala BAIS Soleman B Ponto yang diklaim Allan disampaikan pada saat wawancara:

One official, retired Adm. Soleman Ponto, who is not a supporter of the coup movement, is the former chief of military intelligence (BAIS) and currently advises the state intelligence agency (BIN). Though he declined to comment directly when I asked him about specific intelligence reports, Soleman said that it was “very clear” that SBY, whom he called a friend, helped fund the movement, “giving through a mosque, giving through a school, SBY is the source.” 

More broadly, Ponto said, “almost all the retired military” and “some current military back SBY” in supporting the FPI-led protests and the coup movement. He said he knows this because — in addition to his being an intelligence man — the pro-coup generals are his colleagues and friends, many of whom correspond on the WhatsApp group known as The Old Soldier. The admiral said that for the movement’s military sponsors, the Ahok issue is a mere entry point, a religious hook to draw in the masses, but “Jokowi is their final destination.” 

As for the tactic of a straight army assault on the palace in a coup d’etat, Ponto said that would not happen. This one would be “a coup d’etat by law,” resembling in one sense the uprising that toppled Suharto in 1998, except that in this case the public would not be on the revolt’s side — and the army, rather than defending the president, would be working to bring him down. The FPI-led protestors, he said, would enter the palace and congress grounds, then try to get inside and set up camp until someone made them leave. 

“It would look like People Power” — the people gathered by FPI and their allies, but in this case, “with everything paid. The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall.

Dalam mengutip Soleman B. Ponto, Allan lupa bahwa mantan Ka BAIS TNI tersebut memiliki ketidaksukaan terhadap SBY yang memberhentikannya dari jabatan Kepala BAIS. Selain latar belakangnya yang Kristen sehingga akuntabilitas obyektifitas penilaian terhadap konsep amal dalam Islam yang cenderung tendensius tanpa data akurat, pernyataan Soleman B. Ponto tidak jauh berbeda dengan pernyataan juru bicara Polri dalam menjelaskan kasus Makar, yakni kudeta dengan hukum. Sebuah cerita rekayasa yang sekali lagi sangat prematur.

Tuduhan yang berat terhadap TNI (Army) telah dilakukan oleh Soleman Ponto yakni: "-- and the army, rather than defending the president, would be working to bring him down." dan
"The military would just do nothing. They only have to go to sleep” and let the president fall."

Sebagai sesama kolega yang memegang teguh prinsip intelijen, saya pribadi ingin mengingatkan sahabat Soleman B. Ponto, bahwa prajurit perang fikiran tiada pernah ada dalam dinamika propaganda, menghilang eksistensinya, tidak kelihatan, belum tentu tidak ada, yang adapun belum tentu itu bentuknya. Blog I-I sangat dekat dengan anda dan telah sering mendengarkan kekecewaan anda terhadap TNI termasuk bobroknya intelijen TNI dan pembinaan serta sistem seleksi yang tidak profesional. Namun bila benar sahabat Ponto menyampaikan kepada orang asing Allan Nairn informasi bahwa TNI akan melakukan hal-hal yang dapat menjatuhkan Presiden Jokowi (would be working to bring him down) dan membiarkan Presiden Jokowi jatuh, maka saya sangat sedih dan heran mengapa pernyataan itu sampai dikeluarkan dan dimanfaatkan Allan untuk memperdalam sikap saling curiga pada level nasional.  

Insitusi TNI, Intelijen, maupun Polisi masih terus berbenah diri, dan idealisme kita tidak akan pernah cukup tersalurkan selama kita mengabdi kepada bangsa dan negara melalui isntitusi tersebut. Jaringan militer Blog I-I memilih untuk menghilang dan mati rasa terhadap institusi resmi yang telah mengabaikan korps intelijen sejak kemerdekaan hingga era reformasi. Alih-alih untuk kenaikan pangkat, seleksi untuk posisi strategis yang memerlukan skill intelijen dianggap remeh, kualitas pusintelstrat Cilendek maupun BAIS tidak bertambah bertahun-tahun. Sekolah-sekolah intel bagaikan kuburan bagi karir masa depan perwira TNI, Kursus Athan satu tahun dianggap sudah menguasai intelijen strategis, semuanya sangat menyedihkan. Sementara jaringan sipil Blog I-I juga memilih untuk menghilang dan mati rasa terhadap BAKIN/BIN yang kurang memperhatikan pengembangan sumber daya manusia. Anggota BIN tidak seharusnya dibuat terlena oleh sembako dan bingkisan permen pengibur rasa yang telah dijalankan sejak era Sudibyo untuk membusukkan BAKIN atas arahan LB Moerdani, yang diperlukan adalah pembinaan karakter dan profesionalitas serta sistem manajemen intelijen yang modern yang menghargai. Waduh ma'af jadi melantur dan emosional karena sedih dengan pernyataan sahabat Ponto.

Akhir kata, Blog I-I mohon kepada para sahabat dan pembaca setia Blog I-I untuk menyebarluaskan kebaikan demi Republik Indonesia dan lebih berhati-hati terhadap propaganda model Allan Nairn. Mulailah untuk lebih cerdas dalam membaca propaganda-propaganda, termasuk apabila Blog I-I anda nilai terjerumus dalam dinamika propaganda yang mungkin tanpa disadari kurang baik untuk Indonesia. Jaringan Blog I-I terbuka untuk kritik dan masukan. Setidaknya jaminan Blog I-I adalah bahwa kepentingan Blog I-I adalah untuk bangsa dan negara Indonesia, apabila sahabat Blog I-I membaca secara hati-hati niscaya dapat menemukan cahaya dan makna yang terkandung dalam artikel-artikel Blog I-I adalah untuk Indonesia. Bukan untuk kekuasaan, bukan untuk uang, bukan untuk popularitas, bukan pula untuk posisi jabatan. Itulah sebabnya Blog I-I justru banyak dimusuhi baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki niat-niat jahat terhadap Indonesia. Blog I-I tidak berpolitik sehingga jangan berharap untuk mengendalikan Blog I-I dengan intimidasi, blokir, dan lain sebagainya.

Khusus kepada sahabat Ponto, semoga anda menjadi sadar dan mengurangi pernyataan publik yang dapat membuat masyarakat menjadi resah berprasangka. Andaikata apa yang dikutip Allan adalah keliru, kami mohon ma'af, dan sebaiknya sahabat Ponto melakukan klarifikasi. Old soldiers never die, intelligence never retire, so my friend Ponto you're still part of our big family.

Salam intelijen,
Senopati Wirang

Read More »
01.26 | 0 komentar

Rabu, 19 April 2017

Pilkada DKI Jakarta: Sebuah Perang Intelijen



Sebelum mengucapkan selamat kepada pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang baru, Blog I-I ingin mengucapkan selamat kepada komunitas intelijen resmi Indonesia, kepada Polri, dan TNI yang telah melaksanakan tugas dengan baik mengamankan proses pemungutan suara di berbagai TPS yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Blog I-I juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh jaring dan sahabat Blog I-I yang selama ini memberikan masukan analisa baik secara logika akademis maupun ilmu kewaskitaan tingkat tinggi yang sekali lagi membuktikan ketepatan ramalan Blog I-I bahkan jauh sebelum para pollster mengumumkan hasil surveinya. Tentu saja Blog I-I juga menyampaikan selamat kepada paslon Anies/Sandi atas keberhasilan menjadi gubernur dan wakil gubernur yang baru, serta berpesan: tepatilah janji-janji anda, jadilah gubernur dan wakil gubernur untuk seluruh warga Jakarta; jadilah pemimpin yang amanah, profesional, tegas; dan wujudkanlah harapan masyarakat Jakarta. Perlu dicatat: meskipun sejumlah artikel Blog I-I dapat diterjemahkan secara keliru sebagai dukungan politik kepada salah satu paslon, semua yang Blog I-I sampaikan adalah tetap berada diatas sikap dasar intelijen NETRAL dalam kompetisi politik di tanah air tercinta Republik Indonesia.

Betapapun seringnya Blog I-I secara tepat meramalkan masa depan, semua adalah atas izin Allah SWT Yang Maha Kuasa. Betapapun pihak-pihak yang mendzalimi, memusuhi Blog I-I telah jatuh hancur bahkan sebagian menjadi sakit, hal itu bukan karena dendam atau do'a yang buruk dari segenap komunitas Blog I-I, melainkan hanyalah refleksi dari pembersihan diri kita masing-masing dari prasangka buruk dan pikiran-pikiran negatif. Kebaikan dan keburukan kita adalah milik kita sendiri, namun ketika melukai dan menyakiti yang lain akan kembali bagaikan bumerang yang tajam menghabisi diri kita sendiri. Marilah kita senantiasa berlindung dari pikiran negatif dan prasangka buruk.

Artikel kali ini adalah sebuah flashback terkait Pilkada Jakarta yang dalam sejumlah analisa Blog I-I yang dapat diilustrasikan sebagai perang intelijen.

Pada 18 November 2016 Blog I-I mengangkat analisa berjudul Politik, Agama dan Intelijen yang juga dikaitkan dengan pilkada Jakarta, dimana menegaskan hubungan antara agama dan politik di Indonesia adalah merujuk kepada Pancasila yang dijiwai nilai-nilai religi sebagaimana tercermin dalam prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah menelanjangi "analisa kampungan" dari BIN, TNI dan Polri dalam menyikapi demonstrasi kasus "penistaan agama" yang diperoleh dari staf Presiden Jokowi kepada jaringan Blog I-I,  dirasa perlu untuk memberikan peringatan kepada segenap aparat keamanan untuk menyadari kekeliruan analisanya. Hanya TNI yang mendengarkan masukan Blog I-I dan mengambil sikap yang lebih profesional dan berhati-hati, sementara BIN berada ditengah-tengah kegamangan karena sabotase analisa internal organisasi yang menyebabkan Kepala BIN Budi Gunawan tampak seperti pimpinan intelijen amatiran, sedangkan Polri kebablasan menjadi insitusi "Asal Bapak Senang" dengan skenario rekayasa makar. Secara sederhana: blunder politik pernyataan Ahok --> berubah menjadi ketegangan sosial politik bernuansa SARA yang meluas ke seluruh nusantara. Blog I-I tidak dapat berpangku tangan menyaksikan kerusakan harmoni hubungan sosial karena kasus kecerobohan Ahok tersebut. Silahkan dibaca kembali dan simak secara hati-hati maksud dan tujuan analisa Blog I-I dalam mendudukan persoalan pada tempatnya.

Pada 20 November 2016, Blog I-I mempublikasikan analisa Mencegah Kehancuran Indonesia Raya terkait propaganda salah arah dan salah sasaran yang mengangkat tema intoleransi agama dan ras. Propaganda tersebut sesungguhnya diperlukan bagi bangsa yang multikultural seperti Indonesia, namun karena ditunggangi kepentingan politik membela Ahok yang tersandung kasus penistaan agama, maka menjadi keliru waktu dan tempat. Melabelkan para penuntut keadilan dalam kasus penistaan agama dengan intoleransi apalagi radikalisme adalah suatu fitnah keji karena dalam data analisa Blog I-I, mayoritas yang bergerak dalam demonstrasi Aksi Bela Islam adalah murni ketersinggungan umat Islam (tanpa membedakan umat atau aliran yang mana). Adapun bahwa FPI dkk berada di garda depan hanyalah suatu keniscayaan karena karakter pemimpin, kelompok dan komunitas FPI yang lebih frontal sesuai dengan namanya sebagai sebuah Front Pembela Islam. Sementara di belakangnya adalah gabungan dari kalangan Ahlul Sunnah wal Jama'ah (aswaja) baik dalam tradisi NU maupun yang modern, intelektual Islam dari kalangan Santri, organisasi Islam yang besar namun tidak secara terbuka mengatasnamakan organisasi seperti Muhammadiyah dan NU, seluruh Partai-Partai Islam (termasuk PKB dan PPP) meski bermuka dua, dan berbagai ormas Islam seperti HTI, dll. Seperti disampaikan penasihat spiritual Blog I-I, bahwa sepanjang umat Islam Indonesia rajin membaca Al Quran setiap hari, mereka akan terhindar baik dari radikalisasi kekerasan maupun sikap munafik melacurkan diri untuk uang maupun kekuasaan. Blog I-I mengungkapkan secara lengkap kronologi dan pemetaan kasus termasuk rekayasa "makar" yang dapat dianggap sebagai strategi yang sangat prematur. Pada tahap ini, Blog I-I telah meramalkan 100%, bahwa pasangan Ahok/Djarot pasti kalah. Tanpa bermaksud mendahului ketentuan Tuhan YME, analisa Blog I-I adalah berdasarkan pada gerak denyut sosial politik masyarakat. Dalam artikel ini juga, Blog I-I mengungkapkan adanya propaganda jahat yang digerakkan intelijen (entah yang mana?) dengan nama SEWORD. Mengapa propaganda hitam dan jahat  SEWORD perlu diungkap dan dikritisi? Hal ini tidak lain karena pengelolanya siapapun dia tidak mengerti dan tidak mampu mengukur dampak dari propagandanya sendiri. Dengan sedikit keahlian mengolah kata dan data,  SEWORD dengan sangat tendensius dan provokatif justru menyebarluaskan kebohongan dan mempertajam konflik sesama anak bangsa. Silahkan dibandingkan dengan analisa Blog I-I. Setelah menganalisa isi dari  SEWORD, komunitas Blog I-I sepakat untuk meningkatkan analisa-analisa yang obyektif, dapat dipertanggungjawabkan serta bahkan akhirnya terbukti menjadi kenyataan yang kita saksikan sekarang.

Hampir sempurna proses conditioning perpecahan bangsa Indonesia karena para pihak yang berkompetisi dalam pilkada serentak secara umum dan khususnya di Jakarta menjadi semakin emosional, terlebih untuk pilkada Jakarta hampir selalu dikaitkan dengan Pilpres 2019. Alhamdulillah, puji Tuhan bahwa karena karakter umum demonstran Aksi Bela Islam I, II dan III adalah murni menuntut keadilan maka aksi protes secara umum berjalan tertib dan relatif aman terkendali meski ada sedikit insiden pada Aksi Bela Islam II.

Pada 22 November 2016 Blog I-I kembali memuat analisa terkait Pilkada Jakarta dengan judul Pencegahan Makar yang meskipun setuju dengan bahaya makar, Blog I-I sangat kritis terhadap Polri dan secara serius menghimbau agar Polri dan aparat keamanan lainnya seperti TNI dan Intel memanfaatkan teknologi tinggi untuk monitoring seluas-luasnya dalam deteksi dini terhadap provokator jahat yang ingin menciptakan konflik. Artikel tersebut disambung dengan artikel Klarifikasi Tentang Potensi Makar untuk memperjelas artikel sebelumnya. Hal ini guna menghindari pandangan bahwa Blog I-I yang menyarankan skenario rekayasa makar kepada Polri. Sebagai pihak pertama yang mengemukakan bahaya makar, Blog I-I merasa perlu memberikan pandangan yang semoga dibaca aparat keamanan. Maksud dan tujuannya juga jelas, yakni agar aparat keamanan dapat secara tepat membidik pihak-pihak yang terbukti membahayakan keamanan negara dan bukan melakukan rekayasa penangkapan dengan bukti yang kurang kuat.

Pada 25 November 2016, artikel berjudul Khittah Blog Intelijen Indonesia menegaskan netralitas Intelijen dalam kontestasi pemilu baik pada level nasional maupun lokal. Pada saat itu, Blog I-I telah menerima masukan adanya gerakan intelijen memenangkan salah satu paslon yakni Ahok/Djarot serta terjadinya sejumlah pergeseran di tubuh BIN yang semakin meminggirkan intelijen sipil  profesional dan kecenderungan analisa intelijen yang sembrono dan tidak mampu melihat masa depan. Tentu saja Blog I-I tidak langsung percaya dan melakukan sejumlah klarifikasi terlebih dahulu.
Kemudian Blog I-I juga memberikan peringatan kepada Polri agar berhati-hati dengan jebakan makar  serta mengingatkan pentingnya monitoring dengan alat teknologi dalam mengumpulkan bukti-bukti seandainya dugaan makar terbukti.

Pada 26 November 2016, Blog I-I mengeluarkan peringatan Waspada Ancaman Teror yang pada bagian awal tulisan sedikit menyinggung tentang radikalisasi agama, aksi bela Islam dan sikap Polri dan Blog I-I memutuskan untuk berhenti sejenak dalam menganalisa dinamika Jakarta. Tentunya sesuai judul, Blog I-I tetap mengemukakan peringatan ancaman teror yang telah direspon dengan sangat baik oleh Densus 88.

Sejak minggu kedua Januari 2017, Blog I-I tiba-tiba diblokir internet positif tanpa alasan yang jelas dan diperkirakan merupakan masukan dari aparat keamanan dan yang pasti bukan dari jajaran TNI. Apakah karena kritik Blog I-I yang terlalu keras terhadap BIN dan Polri? Ataukah karena dinamika pilkada dimana Blog I-I menegaskan posisi NETRAL, atau mungkin karena semuanya, silahkan ditanyakan langsung kepada pihak yang memerintahkan blokir Blog I-I.     

Sesuai janji, tiga bulan kemudian yakni pada 2 Februari 2017, dengan sangat terpaksa Blog I-I mengangkat analisa Perang Intelijen Pilkada DKI Jakarta 2017 karena data-data keterlibatan intelijen dan Polri yang kurang seimbang/netral yang mendorong Blog I-I menggerakan seluruh jaringan untuk menyeimbangkan dinamika sosial politik Jakarta dan memastikan warga Jakarta tidak terganggu oleh propaganda sesat intoleransi dan kebhinnekaan. Walaupun sungguh kampanye intoleransi dan kebhinnekaan sangat relevan dan penting untuk Indonesia, namun karena secara khusus dikemas untuk mendukung Ahok/Djarot, maka Blog I-I terpaksa bergerak. Dalam konteks tersebut jelas Blog I-I membuka front perang intelijen melawan mereka yang menjadi "Yes Men" Presiden ke-5 Megawati dan Presiden Jokowi. Mohon ma'af sekali lagi, bahwa BIN, POLRI dan TNI harus NETRAL dari pertarungan politik kekuasaan. Ketika tercium langkah-langkah aparat keamanan yang menyimpang yang tampak jelas dalam rekayasa makar, maka serentak komunitas Blog I-I bergerak menjadi penyeimbang untuk rakyat Indonesia. Hampir saja Blog I-I tergoda dan terjebak dalam pembocoran rahasia negara dengan pengungkapan dokumen-dokumen dan analisa serta rencana-rencana, namun puji Tuhan hal itu tidak terjadi dan peringatan Blog I-I cukup efektif.

Pada 2 Februari 2017, artikel Dinamika Toleransi dan Politik Radikal di Indonesia dipublikasikan sebagai bahan kajian bahwa betapa demi kekuasaan, wacana toleransi, intoleransi dan radikalisme dikemas sedemikian rupa semakin mempertajam sikap saling curiga. Andaikata Presiden Jokowi dalam menginstruksikan pembentukan satgas intoleransi dan memerintahkan aparat keamanan untuk waspada intoleransi tidak dalam konteks memenangkan Ahok/Djarot, 100% seluruh komunitas Blog I-I akan mendukungnya. Namun kebijakan Presiden Jokowi tersebut adalah blunder politik terbesar dan bagaikan menaburkan benih permusuhan dengan umat Islam dan menyuburkan radikalisasi. Keseluruhan proses kriminalisasi ulama, pembatasan ruang gerak FPI, tidak dirangkulkan kelompok Islam yang relatif lebih keras seperti FPI dkk, rekayasa makar telah menyebabkan kelompok Islam moderat terdidik kehilangan kepercayaan kepada Presiden Jokowi. Apabila oposisi mampu melakukan kapitalisasi dari blunder politik PDI-P dan Presiden Jokowi tersebut, maka hari ini tanggal 19 Januari 2017 Blog I-I berani meramalkan kekalahan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019. Hal ini tentunya tidak mudah dan memerlukan kerja keras, komitmen, dan konsistensi dalam merangkul berbagai lapisan masyarakat yang mulai melihat kelemahan-kelemahan pemerintahan Jokowi/JK dan menjadi turun kepercayaannya.

Pada tanggal yang sama 2 Februari 2017, Blog I-I membedah operasi intelijen penyadapan Presiden ke-6 SBY yang merupakan blunder terbesar yang dapat menyebabkan kepercayaan kepada pemerintah semakin menurun. Kebocoran penyadapan Presiden ke-6 SBY tersebut terjadi dari mulut besar Ahok dan pengacaranya Humprey Djemat, sebuah blunder luar biasa yang secara teori dapat menjatuhkan Presiden Jokowi namun berkat jiwa besar SBY dan pendukungnya maka masalah penyadapan yang sangat tidak etis tersebut tidak diperpanjang.

Kriminalisasi dan fitnah terhadap Habieb Rizieq, upaya Polisi mengkaitkan Anies dengan kasus korupsi dan Sandiaga Uno dengan sengketa bisnis,  serta rekayasa makar ke -2 semakin memperkuat simpati publik kepada pasangan Anies/Sandi dan yakin bahwa pemerintah melakukan sesuatu yang tidak etis dengan berbagai rekayasa yang tidak perlu.

Pada 10 Februari 2017, Blog I-I terpaksa mengumumkan adanya operasi intelijen memenangkan Ahok dengan kode sandi: Old Town. Walaupun Blog I-I tidak dapat mengungkapkan dokumen resmi sebagai bukti, Blog I-I yang tetap menyimpan baik-baik seluruh bukti untuk mencegah pihak-pihak yang ingin menghancurkan Blog I-I. Dalam artikel ini, Blog I-I yang cukup yakin paslon Anies/Sandi akan menang secara jujur dan adil merevisi ramalan dengan analisa kemenangan Anies/Sandi menjadi 50-50. Sebenarnya operasi amatiran intelijen tersebut sesungguhnya justru menggerogoti elektabilitas Ahok/Djarot yang tidak terdeteksi oleh polling sehingga selisihnya menjadi sangat jauh.

Pada 15 Ferbruari 2017, Blog I-I mempublikasikan proyeksi head to head Ahok/Djarot vs Anies/Sandi berdasarkan pada analisa-analisa sebelumnya dengan memasukkan perkiraan angka-angka berdasarkan data-data dari jaringan Blog I-I cabang Jakarta (tanpa survei yang ketat secara akademis). Hal ini tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara statistik, namun demikian perkiraan adalah tetap perkiraan apakah dengan dukungan statistik yang terukur ataukah berdasarkan penterjemahan makna dinamika sosial politik dan trend dan data sample yang random yang ditarget berdasarkan penentuan awal gerak dinamika masyarkat berdasarkan isu. Blog I-I memperkirakan kemenangan Anies/Sandi dengan angka 49,20% dan Ahok/Djarot 43,10% serta swing voter 7,7%.
Polling terakhir pilkada Jakarta putaran 2 memulihan kepercayaan masyarakat kepada LSI Denny JA dan merontokkan kepercayaan masyarakat kepada Charta Politica Yunarto Wijaya yang "nekat" memenangkan Ahok/Djarot dalam pollingnya. Sementara lembaga survei lainnya  seperti SMRC, Indikator, polmark, Median, dapat dikatakan tetap menjadi lembaga survei rujukan terpercaya walaupun polling terakhirnya relatif agak meleset dari margin of error -nya.

Hacking website KPU dengan teknis sederhana DDOS dan pengungkapan kelemahan keamanan server KPU yang hingga saat ini masih mudah ditembus oleh ahli IT Blog I-I hanyalah sebuah peringatan agar dana IT KPU dapat disalurkan untuk pemakaian teknologi yang tepat, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan. Artikel dipublikasikan pada 16 Februari 2017.

Vakum selama bulan Maret 2017 merenungkan dan mendiskusikan pada level elit Blog I-I apakah sebaiknya Blog I-I menghentikan kegiatan tulis-menulis dan membubarkan seluruh jaringannya ataukah tetap hidup dalam blokir rejim Jokowi/JK akhirnya diakhiri dengan menyapa Jakarta dan menyapa BIN. 

Sedemikian banyak perhatian Blog I-I kepada isu pilkada Jakarta, sampai-sampai tidak ada yang sempat menulis tentang ketegangan di Syria, Semenanjung Korea, Afghanistan, Brexit Inggris dari Eropa, Executive Orders Presiden Trump, Strategi Russia, Terorisme Internasional dengan sederhana menabrakan kendaraan kepada sasaran di Perancis, Jerman, Inggris, Swedia, serta perkembangan energi dunia, ekonomi, perdagangan internasional, operasi intelijen di berbagai wilayah konflik dan lain sebagainya. Semuanya sementara menjadi kurang penting bagi Indonesia karena pada akhirnya kita harus memelihara keadaan aman di tempat terdekat kita. Bagi Indonesia, Jakarta sangat penting dijaga stabilitas dan keamanannya, kemenangan Anies/Sandi adalah pilihan masyarakat Jakarta. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa masukan-masukan analisa Blog I-I dasarnya adalah obyektifitas dan bukan mempromosikan salah satu paslon. Nada-nada religiusitas Islam dalam artikel Blog I-I berdasarkan dari bahan keterangan yang diamati dan dicatat langsung oleh jaring Blog I-I dan bukan propaganda memenangkan salah satu paslon. Pada akhirnya pahit-manis dari pesta demokrasi ditentukan oleh suara terbanyak dan kedewasaan kita dalam menerima hasil pesta demokrasi tersebut adalah modal kuat untuk stabilisasi paska pemungutan suara. Sebagaimana layaknya sebuah pesta, kita semua harus mau rela bahu-membahu membersihkan prasangka dan pikiran negatif kita yang mungkin dominan pada saat kampanye dan menjelang pemilihan. Mengakhiri rangkaian artikel terkait pilkada DKI Jakarta, Blog I-I ingin mengumumkan bahwa perang intelijen pilkada Jakarta telah selesai, serta mengingatkan kembali kepada pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mewacanakan intoleransi dan kebhinnekaan secara keliru, bangunlah wacana kebhinnekaan tersebut sungguh-sungguh dalam nuansa yang umum serta tidak membidik kepada salah satu kelompok masyarakat atau keyakinan beragama. Blog I-I juga mohon ma'af sekiranya ada cara penyampaian analisa Blog I-I yang kurang berkenan, baik dalam pemilihan kata maupun dalam nuansa makna yang mungkin dirasakan tendensius.

Salam Intelijen.
Senopati Wirang






Read More »
04.31 | 0 komentar