Minggu, 31 Desember 2017

Pamitan: Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un

Blog I-I hanya mampir sejenak mengisi ruang waktu dalam kata, kalimat, paragraf, dan artikel-artikel pendek dengan semangat nasionalisme Indonesia di bidang intelijen. Bersama seluruh sahabat Blog I-I saling berbagi, belajar bersama demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Bila dahulu saya berikrar seperti ini:

"Kami Datang dan Berkumpul di Bogor Tidak Saling Mengenal, Kami Berpisah sebagai Kawan Seperjuangan untuk Membela Tanah Air.”

Maka sampai kematian menjemput saya tetap berikrar:

"Kami Kawan Seperjuangan tetap Membela Tanah Air hingga Akhir Hayat, walau Terpisah dan Kembali Tidak Saling Mengenal"

(Senopati Wirang)


Berulangkali Eyang Senopati Wirang menyampaikan bahwa kesedihan beliau yang paling mendalam adalah ketika menyaksikan generasi penerus intelijen yang kehilangan semangat juang dan jatidirinya. Kesedihan beliau adalah ketika intelijen diisi oleh mereka yang tidak memahami intelijen sampai akhirnya intelijen tersungkur dalam jurang kehancurannya dan menggeret bangsa Indonesia ke jurang neraka dunia.

Berikut ini penuturan Eyang Senopati Wirang:
Ketika saya dan beberapa sesepuh jaring Blog I-I mengikuti pendidikan terbatas dalam grup kecil untuk menjadi kadet calon agen dibawah bimbingan Kolonel Zulkifli Lubis, ada satu prinsip dasar intelijen yang kami praktekkan sampai kematian menjemput, yakni "kami tiada pernah ada sebagai intel". Kami adalah manusia biasa hidup dalam banyak identitas yang secara wajar natural kami jalani tanpa pernah sedikitpun merasa sebagai seorang intel. Berbekal catatan tulisan tangan manual dari Sekolah Intelijen Nakano, kebanyakan peserta didik harus segera menyelesaikan pelatihan antara dua minggu hingga sebulan. Setelah menguasai dasar-dasar intelijen, maka pelajaran berikutnya adalah langsung dengan praktek yang merujuk kepada teori-teori dasar intelijen. Sejarah Intelijen Indonesia hanya mencatat mantan PETA dan lulusan Nakano sebagai pionir intelijen Indonesia, namun lupa mencatat jaringan intelijen yang dididik langsung oleh mereka yang tidak terserap ke dalam organ resmi Badan Instimewa (BI), BRANI dst maupun ke dalam Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM). Meskipun waktu itu saya dan beberapa teman belum secara resmi mengabdi kepada negara dan bangsa, namun kami telah menerima tugas-tugas yang seharusnya dilakukan oleh anggota Penyelidik Militer Chusus (PMC).

Kegiatan kami di PMC tidak berumur panjang, setelah perpecahan kepentingan dalam Badan Istimewa dan kasus Dr. Soetjipto serta berbagai intrik para petinggi militer, kami dialihkan ke unit khusus yang hanya diketahui 3 orang dari BRANI karena kebetulan Kolonel Zulkifli Lubis masih berkibar pamornya. Tetap dalam posisi "anjing kurap" Intel Resmi pemerintah kami setia mengabdi dan memperhatikan betapa kepentingan-kepentingan politik kekuasaan adalah "pokok" pekerjaan intelijen Indonesia.

Seiring waktu kami terpisah-pisah dalam penugasan resmi yang berbeda-beda mengabdi kepada negara diangkat menjadi anggota TNI, Polisi, sebagian membantu Mas dr. Roebiono dan sebagian melanjutkan sekolah pendidikan tinggi baik di universitas di dalam negeri maupun di luar negeri, iya semuanya terputus hubungan. Saya sendiri cukup beruntung berkeliling dunia memantapkan politik bebas aktif Indonesia melalui jaringan intelijen dan lobby internasional memudahkan langkah Presiden Republik Indonesia di luar negeri, meningkatkan pamor Indonesia. Hanya satu tali pengikat membela kepentingan nasional Indonesia dengan teknik dan kemampuan intelijen. Satu prinsip yang tidak akan pernah hilang dari ingatan dan hati kami: "kami tiada pernah ada". Sampai akhirnya kami tidak pernah melakukan reuni fisik, menghilang dalam bidang yang sangat berbeda dengan dunia intelijen, namun tetap berkomunikasi secara klandestin mengawal perjalanan intelijen Indonesia.

Pada era Orde Baru, kami adalah pelempar gagasan sejumlah lembaga nasional yang digunakan Presiden Suharto untuk mengendalikan seluruh kekuatan politik dalam negeri. Hampir seluruh lembaga bentukan pemerintah Orde baru ada kami di belakangnya. Kami membina boneka-boneka tokoh nasional yang loyal kepada Presiden Suharto dari berbagai latar belakang agama, suku, kelompok, dan profesional. Sebagian dari kami melakukan dealing dengan sejumlah pengusaha yang kemudian menjadi konglomerat hitam untuk dana abadi BAKIN. Sebagian lagi melaksanakan operasi marjinalisasi kekuatan politik Islam dengan kambing hitam kelompok Darul Islam, bekerjasama dengan beberapa tokoh Darul Islam menciptakan sebuah cerita hitam tentang bahaya Islam, semua tentunya dengan memperkaya para tokoh Darul Islam yang tampak moderat. Meskipun kami tahu bahwa terjadi saling memanfaatkan, namun waktu itu strateginya sudah tepat karena sebesar apapun kekuatan Islam akan dengan mudah dimusnahkan dengan kekuatan militer. Jemaah Islamiyah (JI) adalah dampak wajar dari sebuah operasi yang putus di tengah jalan. Pada saat memaksimalkan penghancuran kekuatan Islam radikal, dilakukan pula pengalihan perhatian publik dengan operasi psikologis "kejut" dengan target residivis/preman yang meresahkan masyarakat (lebih dikenal publik dengan nama PETRUS).

Selanjutnya pada periode-periode 1980-1990-2000-an hingga reformasi adalah masa-masa perpecahan diantara kami. Sebagian mendukung Benny Murdhani, sebagian menganggap Ali Murtopo lebih idealis. Ketika keluarga Soekarno kembali dianggap sebagai ancaman oleh Orde Baru,  sebagian merapat ke Megawati, sebagian tetap setia kepada Presiden Suharto. Terus semakin terkotak-kotak di era reformasi sebagian mendukung SBY, sebagian bahkan menjadi orang dekat Megawati, kemudian beberapa berada di belakang LBP sebagian lagi bersimpati ke PS tanpa disadari oleh LBP dan PS. Sebagian tidak lelah-lelahnya melindungi Hendropriyono demi nama baik Intelijen Negara, sebagian memastikan BIN berada di dalam koridor yang benar. Sebagian mengawal reformasi TNI dan Polisi, sebagian lagi menjadi tokoh LSM, menyebar ke seluruh partai politik, menyebar ke seluruh ormas bahkan menjadi bagian dari gerakan yang dianggap radikal dalam pengumpulan informasi dst...dst kami ada dimana-mana. Yang pasti satu per satu telah meninggalkan dunia ini bahkan tanpa sedikitpun terkait dengan intelijen. Begitu sempurna dalam pengabdian intelijen tanpa jejak tanpa catatan, tanpa pujian.

Catatan Dharma Bhakti:
Bila anda termasuk saksi sejarah yang masih hidup pasti akan bingung dengan catatan saya tersebut. Tentunya jangan dibaca secar harfiah bagaikan intelijen super yang ada dimana-mana. Apa yang terjadi adalah bagian dari propaganda gagasan yang memanfaatkan jaringan. Sebelum maraknya media massa dan meluasnya akses masyarakat kepada informasi seperti televisi, internet, dan media sosial, proses penggalangan opini hanya dapat terjadi secara efektif melalui kontak-kontak yang terjaga baik. Kemudian hanya diperlukan sedikit dorongan sebagai pengungkit maka pesan dapat disampaikan oleh tokoh-tokoh berpengaruh. Untuk saat ini, metode tersebut sudah usang dan terlalu lama karena kecepatan dan kekuatan media jauh lebih menentukan efek propaganda dan counter propaganda. Sebagai contoh misalnya tentang perdebatan tentang UU Pemilu atau Perppu Ormas yang dalam waktu sangat singkat menjadi polemik dan perdebatan publik serta konsumsi diskusi-diskusi politik. Berbagai kepentingan yang bermain tampak bermunculan dalam jumlah yang banyak dalam bentuk pro dan kontra, sehingga tidak cukup waktu untuk pengkondisian. Di masa lalu hal itu tidak mungkin terjadi, karena ada proses pengkondisian yang matang oleh intelijen. Di masa sekarang panglimanya adalah benar-benar penegakkan hukum. 

Penuturan Eyang Senopati Wirang:
Kami hilang dalam hiruk pikuk dinamika sosial politik keamanan ekonomi. Satu pengikat patriotisme BRANI untuk rakyatlah yang menyatukan hati dan pikira kami dalam mempengaruhi tokoh-tokoh intelijen Indonesia dari masa ke masa. Kami tidak bekerja untuk kepentingan individu maupun kelompok, walaupun kadang terjadi dukungan dan simpati kami kepada para tokoh nasional, namun kami tetap kritis demi bangsa dan negara. Semua mungkin akan hanya menjadi kenangan pribadi masing-masing dan tidak pernah tercatat dalam sejarah karena tidak ada satupun yang membuat memoar, kami akan segera mengundurkan diri fade away. Tidak sedikit caci maki karena kegagalan dari sisi misi intelijen, kami lihat sebagai blessing in disguise untuk bangsa Indonesia. Sebagian besar kami sangat sederhana dan menghindari kehidupan mewah demi menjaga integritas, dan cukup bahagia dengan ketiadaan kami. Sekaligus ingin kami kabarkan, kami sudah lelah....dan merasa telah mencapai batas kekuatan dalam pembinaan generasi penerus Blog I-I. Namun karena Pemerintahan Jokowi dan BIN sangat memusuhi kami, menghukumi simpatisan kami dari generasi muda intelijen secara sewenang-wenang, maka mungkin hal itu merupakan sinyal dari Yang Maha Kuasa untuk mempersiapkan kematian kami dengan banyak istighfar, memohon ampunan Tuhan Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, memohon ma'af kepada seluruh komunitas intelijen, memohon ma'af kepada seluruh sahabat Blog I-I, serta juga mohon ma'af kepada seluruh rakyat Indonesia.

Forum atau komunitas Intelijen Indonesia (F I-I) awalnya adalah nostalgia masa lalu yang dijiwai oleh kepedulian atas masa depan Indonesia. Begitu banyak dosa intelijen kepada masyarakat Indonesia mungkin seimbang dengan jasa-jasa yang tidak terlihat, mungkin juga tidak. Tidak ada ukuran keberhasilan dan manfaat intelijen yang dapat dilihat dalam skala negara. Meski telah berulangkali mengingatkan pemerintah khususnya Presiden Suharto tentang dinamika kekuatan politik dalam negeri, tentang gerakan anti pemerintah yang semakin menguat sejak kegagalan meredupkan Petisi 50 dan maraknya gerakan sosial masyarakat yang lebih dikenal dengan civil society, namun kami justru dianggap menggerogoti kekuasaan. Akhirnya kami memihak kepada kehendak rakyat tanpa pernah menghianati negara. Sejak awal 1990-an mengawal gerakan mahasiswa dan gerakan bawah tanah anti Suharto, tetap mengawasi dan menyerahkan kepada Pemerintah apakah akan mengambil tindakan ataukah meremehkannya. Karena pimpinan intelijen khususnya BAKIN sudah semakin lemah (era terburuk dalam sejarah intelijen adalah tahun akhir 1980an dan awal 1990-an) dimana rekrutmen sangat buruk dengan kualitas yang sungguh sangat-sangat buruk. Kualitas yang buruk tersebut dapat dibuktikan oleh pimpinan BIN saat ini untuk melakukan pengecekan SDM BIN yang direkrut pada tahun antara 1989-1996. Tanggal 11 September 1995, F I-I mulai menuliskan kalimat-kalimat pembukaan, walaupun belum dipublikasikan karena belum ada platform online yang dirasa cocok. Pada akhir tahun 1999 setelah Blogger diluncurkan, kami berpikir alangkah baiknya untuk memanfaatkan platform Blog dan pada Desember 1999 kami memutuskan untuk membentuk Komunitas Blog I-I, saat itu masih belum dipublikasikan. Menyikapi berbagai peristiwa reformasi dan menyaksikan betapa lemahnya Intelijen Indonesia, kami menjadi sangat yakin bahwa kami dapat meniupkan semangat profesionalisme dan idealisme intelijen kepada generasi muda intelijen baik dari TNI, Polisi maupun BIN. Blog I-I secara resmi mulai dipublikasikan pada awal tahun 2003, berturut-turut dengan artikel yang sangat pendek hanya sebagai uji coba, sampai akhirnya secara berkala dapat disi secara bergantian. Untuk memudahkan komunikasi, Blog I-I dipersonalisasikan dengan Senopati Wirang, sebuah nama samaran sesepuh tertua Blog I-I yang kami harapkan dapat diresapi oleh siapapun insan Intelijen Indonesia untuk bersikap rendah hati karena situasi wirang (malu) karena banyaknya kekurangan yang dimiliki intelijen Indonesia.

Namun kami tetap bersikap seperti Senopati dalam yang siap mati dalam setiap pertempuran membela bangsa dan negara Indonesia.

Sejarah singkat tersebut mungkin dapat memenuhi rasa ingin tahu para pembaca Blog I-I yang selama ini bertanya-tanya di dalam hati. Mohon untuk dapat dimaklumi, bahwa sebagian diskusi sensitif bersifat tertutup dan apa-apa yang dipublikasikan oleh Blog I-I secara terukur bertujuan semata-mata untuk saling belajar bersama memajukan Intelijen Indonesia.

Mungkin anda menganggap kami hanyalah anjing kurap yang tidak mampu mengobati gatal di sekujur tubuhnya yang akhirnya tidak lagi merasakan gatal yang menyiksa itu. Namun terinspirasi oleh penderitaan Nabi Ayub dengan penyakit kustanya, kami tetap mengabdi. Kami lemah karena tidak punya cukup uang untuk pembinaan agen, namun kami kuat karena idealisme tak lekang oleh waktu dan tekanan. Hidup di dunia hanyalah sementara, berharap bahwa segala dosa kami dapat dima'aafkan.

Tidak pernah sedikitpun kami berniat menjadi gangguan bagi bangsa dan negara apalagi terhadap yang kami sayangi seluruh komunitas intelijen Indonesia. Pimpinan tertinggi Intelijen Resmi tidak pernah menyapa kami bahkan kami dihujani fitnah yang keji, diblokir Pemerintahan Jokowi dan secara perlahan mejadi sepi seperti kuburan yang tidak lagi terurus oleh generasi penerusnya.

Catatan Dharma Bhakti:
Eyang Senopati Wirang awalnya ingin Blog I-I dilanjutkan oleh generasi emas Intelijen 2045 khususnya kepada generasi muda BIN, BAIS, TNI, dan Polri untuk menyongsong 100 Tahun Indonesia yang jaya, kuat, adil, sejahtera dan merata. Namun menyaksikan pembusukan BIN, politisasi Polisi dan semakin lemahnya pembinaan anggota serta terkotak-kotaknya unsur-unsur dalam tubuh BIN dari latar belakang rekrutmen yang kurang tepat serta sistem promosi yang tidak profesional, maka niat tersebut diurungkan. Eyang Senopati Wirang telah wafat meninggalkan kita selama-lamanya. Mohon dibukakan pintu ma'af yang seluas-luasnya karena tentu Eyang Senopati Wirang juga tidak luput dari kesalahan dan dosa-dosa.

Oleh karena itu, dengan berat hati kami pengurus Blog I-I ingin menyampaikan pamitan kepada seluruh sahabat Blog I-I dengan artikel perpisahan yang dikonsepkan oleh sahabat-sahabat Eyang Senopati dengan sedikit membuka tabir pendiri Blog I-I ini. Sayangnya karena terikat sumpah ketiadaan, maka sahabat Blog I-I tidak akan pernah dapat mengetahui siapa Eyang Senopati Wirang sesungguhnya. Satu hal yang tidak pernah akan sanggup dibayangkan oleh generasi muda intelijen adalah fakta bahwa hingga kematian menjemputpun kami diketahui masyarakat sebagai orang biasa saja, sama sekali tidak terkait dengan intelijen. Diantara sesama orang intel penghormatan kami lakukan sendiri-sendiri di kuburan Eyang Senopati Wirang teriring do'a kepada Yang Maha Kuasa.

Kemudian terkait dengan kelanjutan Blog I-I, perlu disampaikan bahwa setelah meninggalnya salah satu guru intel yang satu angkatan dengan Kolonel Zulkifli Lubis pada tahun 2011, sesungguhnya Blog I-I sudah pernah ingin diakhiri. Namun mengingat pentingnya penciptaan inspirasi bagi generasi muda intelijen, maka Blog I-I tetap dilanjutkan. Saat ini hanya tinggal 2 intel senior yang sezaman dengan Eyang Senopati Wirang yang masih hidup, beliau memutuskan untuk mengundurkan diri dari kegiatan menyampaikan pesan dan analisa melalui Blog I-I. Beberapa senior sepuh lainnya dari generasi '65 dan 70' juga merasa perlu untuk introspeksi atas dampak negatif yang menimpa simpatisan Blog I-I dari generasi muda BIN yang dizhalimi dikriminalkan tanpa merujuk kepada peraturan aparatur sipil negara (ASN), secara tidak adil dirusak masa depannya walaupun mereka tidak melakukan kesalahan yang prinsipil yang pantas dihukumi tanpa pembelaan berarti.

Sementara jaringan muda intelijen Blog I-I masih berpikir-pikir apakah Blog I-I masih layak dipertahankan sebagai wadah penyampaian aspirasi, kritik, analisa, kajian, dan masukan di bidang intelijen. Sebagian besar terlalu sibuk dengan bisnis, pekerjaan, dan berbagai tanggung jawab masing-masing yang mayoritas bukan di bidang intelijen walaupun skill intelijennya sangat tinggi dan jauh diatas kualitas BIN, BAIS TNI, dan Intel Polisi. Sementara jaring Blog I-I yang berada dalam komunitas intelijen resmi merasakan kuatnya politisasi intelijen dan merasa perlu untuk kontemplasi berpikir strategis dan menghentikan komunikasi hingga batas waktu yang belum ditentukan. Komunitas hacker Blog I-I juga sudah kembali ke kandang masing-masing, tidur dan siap diaktifkan hanya untuk sungguh-sungguh kepentingan nasional dan bukan kepentingan kekuasaan.

Pesan terakhir Eyang Senopati Wirang:
"Tahun 2019 bumi nusantara menjadi panas, emosi, ego kelompok, rasa takut, rasa sombong, rasa serakah, dan rasa curiga merajalela. Hal itu akan semakin rumit dengan tipu daya yang tidak terkendali di media sosial, grup atau forum komunikasi. Saya melihat sekilas cahaya waskita di BIN yang akan menjadi rebutan calon pemimpin nasional baik Jokowi maupun Prabowo bila keduanya masih hidup, karena tidak ada alternatif lain yang cukup kuat untuk memimpin Indonesia. PDI-P hanya dapat bertahan menjaga suara pendukungnya, Gerindra sedikit berubah semakin baik, Golkar terus mengalami penurunan walau tidak besar, Partai Demokrat semakin terpuruk karena inward looking dan personalisasi keluarga SBY yang semakin kurang laku serta SBY kehilangan akar di BIN karena melupakan/mengabaikan network/akses dengan personil organik BIN, Partai-Partai Islam mengalami stagnasi. Hasil pemilu legislatif tidak jauh berbeda dengan yang sudah-sudah, namun pilpres 2019 akan sangat istimewa."

"Waskita di dalam BIN akan menjadi cahaya tersembunyi yang cenderung menghindar dari jabatan, kekuasaan dan uang, semoga dapat dijaga baik-baik generasi organik BIN berpendidikan khusus dan tinggi. Bukan hanya tinggi secara pendidikan formal, melainkan juga bathin yang terasah tajam. Waskita tersembunyi di BIN, dia adalah Abdi Bangsa dengan gelar Sapu Angin, sekaligus Sabdo Palon merangkap Naya Genggong. Siapapun calon presiden Indonesia yang menemukan waskita tersembunyi di BIN akan berjaya dengan memenangkan hati dan pikiran rakyat Indonesia serta mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Karena kerahasiaannya, maka dia harus dijebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat sulit agar dapat dikenali. Dia juga harus dijebak dengan uang dan janji jabatan karena tidak ada yang dapat membelinya. Dia lebih senang dipecat disingkirkan daripada menyampaikan asal Bapak senang. Bahkan hanya dengan keberadaannya di dekat pimpinan nasional, dampaknya akan terasa. Tanpa analisa dan pendapatnya, dampaknya akan terasa. Pendapatnya kadang terdengar bodoh namun sangat mendasar dan tepat sasaran. Akan sangat sulit menemukan Sapu Angin yang akan menolak disebut Sapu Angin dengan jiwa raganya. Cara paling efektif adalah persuasif "memaksanya" dengan halus untuk masa depan Indonesia dan dirumahkan bagaikan penjara dengan pengertian untuk keamanannya, namun pastikan kebutuhan keluarganya dicukupi. Jangan menyakiti Sapu Angin karena karma darinya tidak dapat anda bayangkan. Semakin Sapu Angin tidak mengeluh semakin berbahaya bagi siapapun yang menyakitinya. Serta tetap rahasiakan dari siapapun bila anda dari salah satu kekuatan politik nasional berhasil menemukannya."

"Pesan saya ini sekaligus "menggugurkan" ramalan kekalahan Jokowi dalam pilpres 2019, karena boleh jadi waskita tersembunyi di BIN tersebut ditemukan Jokowi lebih dahulu dari pada calon-calon Presiden lainnya. Namun saya melihat kemungkinan besar, Sapu Angin akan tetap tersembunyi dan sangat sulit ditemukan, sehingga jalannya pilpres 2019 akan menjadi catatan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Walaupun kelemahan Sapu Angin Indonesia abad 21 yang bersembunyi di BIN adalah hilangnya kemampuan Sapu Jagad sebagaimana kejayaan penasihat-penasihat Raja-Raja di Nusantara, di era modern peranan Sapu Jagad sudah bermetamorfosa menjadi kekuatan Polisi dan Tentara yang profesional. Meskipun secara fisik Sapu Angin tidak berada disisi Jokowi, Sapu Angin tetap berada di kubu Jokowi karena sumpah intelijen untuk setia kepada negara bangsa dan pemerintah, sementara Prabowo bila ingin menjadi Presiden harus menemukan Sapu Angin dan memohonnya untuk mendukung dan meninggalkan BIN bila perlu dengan sedikit paksaan karena Prabowo tidak mungkin dapat menjadi Presiden tanpa didampingi Sapu Angin. Seluruh konsultan mahal baik dari dalam negeri maupun luar negeri akan percuma. Sementara itu, apabila Kepala BIN cerdas, maka mintalah analisa kepada siapapun yang diduga sebagai sosok Sapu Angin untuk keperluan Presiden, maka Jokowi secara tidak langsung akan mendapatkan masukan dari Sapu Angin sehingga ramalan kekalahan Jokowi dapat dicegah."

"Pengecualian akan terjadi apabila Sapu Angin ternyata bersimpati kepada salah satu calon wakil presiden yang dipilih oleh Jokowi atau Prabowo. Satu hal yg pasti Sapu Angin lebih tertarik kepada pemimpin yang profesional dan memiliki visi yang jelas dan praktis untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Sementara ini, Jokowi biasa saja dan bukan Ratu Adil impian rakyat Indonesia, Prabowo juga biasa saja dan bukan Ratu Adil yang mejadi dambaan rakyat Indonesia. Walaupun saya menggugurkan ramalan kekalahan Jokowi di tahun 2019, penglihatan pertama saya tetap kekalahan Jokowi dan itu semua akan ditentukan oleh siapa gerangan yang akan menjadi calon wakil presiden Jokowi dan Prabowo. Andaikata saya masih hidup tentu sangat mudah untuk mengetahui siapa yang akan menang setelah pasangan calon presiden dan wakil presiden diumumkan". 

"Sejarah telik sandi Kerajaan Nusantara selalu dilengkapi dengan waskita dalam arti sesungguhnya yakni mengetahui yang ghaib walaupun sedikit. Pengetahuan ghaib yang sedikit tersebut harus dilengkapi pengetahuan saintifik dan skill intel yang banyak, sehingga insan intelijen menjadi profesional. Waskita tersembunyi di organisasi intelijen adalah intisari intelijen. Sejak era Bang Zulkifli Lubis selalu ada, dan sosok waskita terakhir terdeteksi pada era Yoga Soegama hingga Sudibyo namun sang waskita lebih senang di luar BAKIN dan kemudian meninggal dunia pada tahun 2000-an awal. Para intel waskita tersebut satu per satu meninggal dunia karena usia lanjut dan juga sebagian sakit. Semoga cahaya waskita yang saya lihat mulai bersinar di dalam BIN akan merevitalisasi sejarah Intelijen Indonesia yang menyempurnakan ilmu telik sandi dan deteksi masa depan secara profesional. Walaupun saya ragu waskita di dalam BIN akan dapat segera ditemukan, saya tetap berharap yang bersangkutan membaca pesan saya ini dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Selain itu, persiapkanlah generasi penerus waskita sebagai tradisi untuk menjaga Nusantara, memajukan Republik Indonesia, memelihara identitas bangsa Indonesia yang berbudaya tinggi, progresif, bertoleransi tinggi, percaya diri, dan saling menyayangi dan menghormati. Bangsa Indonesia lebih dari sekedar slogan Bhinneka Tunggal Ika karena bangsa Indonesia sejatinya adalah bangsa yang mengerti dirinya, senantiasa berbuat baik dengan sesama manusia, dan mampu mengendalikan diri manakala terjadi perbedaan demi cita-cita luhur memberikan masa depan yang lebih baik untuk generasi penerus."

"Penglihatan saya belum tentu benar, mungkin semua itu hanya harapan saya pribadi agar BIN benar-benar menjadi lembaga intelijen yang berkualitas tinggi. Namun tidak sekali saya melihat, berulangkali ya berulangkali setelah saya meramalkan kekalahan Jokowi di tahun 2019. Itulah sebabnya tetap saya sampaikan kepada orang-orang terdekat saya untuk dituliskan, sehingga bila saya meninggalkan dunia fana ini saya tidak menyesal merasa berhutang karena tidak menyampaikan apa yang saya lihat tersebut. Insan Intelijen atau Telik Sandi bukanlah peramal paranormal klenik yang suka menipu. Pada masa lalu, Insan Intelijen menggabungkan seluruh potensi dalam diri seorang Intel baik intelektual, teknik skill lapangan, dan rasa jiwa baik untuk suksesnya operasi, selamatnya diri, dan tajamnya deteksi, perkiraan analisa, tindak saran. Sesungguhnya bukan hal yang baru bila tokoh-tokoh legendaris Sabdo Palon, Naya Genggong, dan berbagai tokoh masa lalu Kerajaan Nusantara hakikatnya semua adalah Intel."  

(Catatan: beberapa bagian pesan  pernyataan Eyang Senopati Wirang kurang jelas karena kondisi beliau yang sudah sulit untuk berkomunikasi). 

Catatan Dharma Bhakti:
Akhir kata, sekali lagi mohon ma'af, hanya permohonan ma'af yang dapat kami sampaikan pada akhir perpisahan ini atas segala pengaruh dan dampak negatif dari keberadaan Blog I-I selama ini.

Innalillahi wainna ilaihi roji'un.. Semua milik Allah SWT dan akan kembali pada-Nya..... Mudah mengatakannya, terutama saat kita tertimpa musibah. Namun apakah kita memahami maknanya, kembali kepada diri masing-masing.

Pada akhirnya kita semua akan kembali kepada Yang Maha Kuasa, tidak ada yang perlu ditakuti di dunia yang fana ini. Eksistensi Blog I-I hanyalah percikan pemikiran yang sekejap masa saja yang semoga dapat menghidupkan jiwa kejuangan generasi muda Intelijen Indonesia. Pesan-pesan dan analisa dan pemaknaan peristiwa dalam kajian Blog I-I, masih dapat anda baca ulang. Terserah apakah anda menjadi senang atau benci, setuju atau tidak setuju, semua hanyalah analisa, perkiraan, masukan, dan kritik. Hal yang paling penting adalah ketika anda berinteraksi beragumen saat membaca Blog I-I sebagai sebuah proses belajar. Blog I-I tidak mengklaim sebagai yang paling benar, dan hanya berusaha kritis dan obyektif saja. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh sahabat Blog I-I atas perhatian dan interaksinya selama ini. Semoga sahabat-sahabat Blog I-I serta masyarakat yang pernah mampir sejenak membaca Blog I-I tetap semangat dan sukses dalam kehidupan dunia dan tidak lupa mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.

Salam Intelijen
Komunitas Blog I-I yang tercerai berai kembali ke habitat masing-masing
a/n Komunitas Blog I-I
Dituliskan oleh Dharma Bhakti atas dasar pesan terakhir Eyang Senopati Wirang dan arahan dari sesepuh Blog I-I

Read More »
00.46 | 0 komentar

Sabtu, 30 Desember 2017

Awas! Ancaman Besar Bagi Indonesia

 PERINGATAN! 
Artikel berikut ini mengandung unsur SARA yang mungkin akan membuat anda tidak nyaman dalam membacanya. Oleh karena itu, bila anda merasa tidak nyaman sebaiknya tidak perlu meneruskan membaca artikel ini. Namun bila anda cukup dewasa dan mampu berpikir kritis, mohon dibaca hingga selesai. Kritik dan masukan dipersilahkan. Terima kasih.

Mengakhiri tahun 2017 dan memasuki tahun 2018 setidaknya ada tiga ancaman besar yang mengintai Indonesia di tahun 2018. Komunitas Blog I-I sudah semakin lemah dan kembali ke bidang masing-masing sehingga deteksi dini dan cegah dini komunitas Blog I-I melindungi bangsa Indonesia dari ancaman asing sudah tidak efektif. Kekecewaan yang sangat besar kepada Intelijen resmi khususnya BIN yang "mematikan" akses masyarakat Indonesia kepada Blog I-I telah menyebabkan sebagian besar komunitas Blog I-I di luar negeri menilai Blog I-I sudah mati pengaruhnya. Namun demikian dalam komunikasi online terkini yang dilakukan pada 12 Desember yang lalu, telah diputuskan untuk tetap menuliskan peringatan dini, masukan dan analisa yang tetap dapat dibaca secara terbatas oleh sebagian orang-orang yang masih peduli dengan Indonesia dan Intelijen Indonesia. Perkiraan ancaman berikut ini merupakan hasil diskusi yang secara hati-hati mendeteksi berbagai ancaman yang kemudian disusun dalam skala tingkat kejutan yang akan terjadi. Update Blog I-I kemungkinan telah dan akan menurun tajam sehingga para pembaca Blog I-I dimohon untuk bersabar karena jumlah artikel Blog I-I tidak sebanyak yang biasanya. Ancaman yang akan dibahas disini lebih kepada evaluasi apa yang akan terjadi dan bagaimana dampaknya bagi bangsa Indonesia.


Ancaman Pertama lahir dari kegagalan PDI Perjuangan dalam memenangkan mayoritas pilkada 2018. PDI P akan tetap menang di beberapa kantong utama saja. Dampak lanjutannya adalah Kelompok radikal Kristen dan simpatisan komunis yang menyusup ke dalam PDI Perjuangan akan membuat kekacauan dengan mengadu domba sesama anak bangsa dengan sasaran kelompok Islam dan mengadu domba sesama umat Islam. Perlu digarisbawahi disini bahwa PDI P bukan sarang komunis ataupun sarang Kristen radikal, sehingga apa yang disampaikan disini adalah sesuatu yang sifatnya intelijen dan bukan fakta hukum atau fitnah terhadap PDI P sebagai Partai pemenang pemilu 2014. Kelemahan PDI P lebih disebabkan oleh lemahnya kendali Ketua Partai Megawati Soekarnoputri dan bergesernya sebagian tokoh PDI P untuk memperkuat posisi Jokowi sehingga perpecahan di dalam tubuh PDI P tidak terelakkan. Meskipun elektabilitas PDI P relatif masih baik, namun sentimen negatif umat Islam Indonesia perlahan namun pasti terus menguat dari waktu ke waktu, dari mushalla kecil hingga masjid Raya yang besar. Efektifitas persatuan umat Islam Indonesia lintas organisasi lahir dari fakta sejarah kasus penistaan agama oleh Ahok yang dibela mati-matian oleh Jokowi. Bahkan dengan berbagai alasan Ahok diperlakukan berbeda sebagai terpidana, sebuah kekhususan yang semakin meningkatkan sentimen negatif dan kecurigaan adanya gerakan radikal Kristen yang ingin menguasai simpul-simpul kekuasaan politik di Indonesia. Apakah ini fitnah ataukah adu domba ataukah kebencian dapat kita tanyakan kepada penguasa, mengapa seorang terpidana seperti Ahok begitu sering mendapatkan perlakuan khusus termasuk publikasi yang digerakkan oleh media-media yang disetir oleh kalangan radikal kristen.

Berbeda dengan label Islam radikal yang diidentikan dengan terorisme dan khilafah atau negara Islam, kelompok radikal Kristen teramat sangat halus dengan melebur ke dalam konsep nasionalisme Indonesia dengan target kontrol/kendali kepada berbagai simpul kekuasaan. Baik radikal Kristen maupun radikal Islam sama-sama menginginkan kekuasaan politik, namun radikal Islam memformalkannya dalam konsep negara Islam, radikal Kristen jauh lebih cerdas dengan mencapai kekuasaan melalui manipulasi media dan bermain lihai dalam pertarungan demokrasi. Hanya ketika kekuasaan politik berhasil dicapai, barulah tekanan kepada umat Islam dapat diwujudkan. Contoh paling sederhana adalah bagaimana Leonardus Bernardus Moerdany melakukan pelanggaran HAM berat terhadap ratusan umat Islam dalam tragedi berdarah Tanjung Priok. Kebodohan kelompok radikal Islam yang menempuh jalan kekerasan sangat menyusahkan Islam politik dalam mencapai kekuasaan. Strategi memecah belah umat Islam dalam kotak-kotak perjuangan politik sempit golongan tersebut jelas merupakan hasil operasi intelijen model Orde Baru. Entahlah apakah di era reformasi masih efektif atau tidak.

Untuk mengatasi ancaman kekacauan yang disebabkan dengan memanasnya suhu politik dan kekecewaan dari PDI Perjuangan, maka peranan Polisi, BIN, dan TNI akan sangat besar dalam stabilisasi keadaan. Kuncinya adalah seluruh elemen Islam dari kelompok manapun jangan ada yang bergerak ke arah "KEKERASAN" terprovokasi oleh manuver halus kelompok simpatisan komunis, LGBT dan radikal Kristen. Umat Islam Indonesia dari kelompok manapun harus dapat menahan diri dan mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan tanpa harus kehilangan jati diri keIslamannya, tanpa terjebak dalam propaganda anti-Pancasila. Reaksi damai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan merupakan contoh yang baik, seyogyanya HTI juga dapat lebih cerdas lagi menyikapi manuver-manuver musuh Islam di Indonesia dengan menerima pembubaran dan menempuh konsolidasi longgar umat  Islam dengan kelompok-kelompok yang lebih mapan, sulit dibubarkan atau dihancurkan musuh-musuh Islam seperti Muhammadiyah dan NU.  

Ancaman kedua yang terbesar adalah serangan siber yang akan terjadi secara bertubi-tubi baik berupa test sistem sekuriti, penetrasi, atau membanjirnya propaganda hoax, fitnah dan mati tumbuh tak kenal lelah. Akan terjadi sejumlah pembocoran skandal tokoh-tokoh politik yang dapat mengurangi elektabilitas. Serangan tersebut yang terbanyak akan dilakukan asing yang bermotivasi uang dan juga sebagian dari dalam negeri sendiri.

Ancaman ketiga merupakan kombinasi ancaman klasik berupa manuver lobby politik internasional Papua merdeka dan serangan teror kelompok radikal Islam. Masalah ini akan sangat mudah diatasi bila BIN memiliki sumber daya yang cukup baik anggaran maupun personil yang handal.

Presiden Jokowi telah saya ramalkan akan kalah ketika Jokowi begitu keras kepada membela Ahok, sampai saat ini Blog I-I adalah satu-satunya yang meramalkan kekalahan Jokowi dalam Pilpress 2019. Terlepas dari tingginya elektabilitas, terlepas dari hasil survei, terlepas dari propaganda pencitraan yang sukses melalui sejumlah media internasional yang kemudian dikutip media nasional, Jokowi akan tetap kalah karena faktor penyebabnya sangat sederhana, yakni sikapnya yang kurang memihak umat Islam secara umum. Sukses dalam pembangunan akan tetap sia-sia apabila hati rakyat konsituen pemilih tersakiti atau dirugikan.

Satu-satunya yang dapat mematahkan ramalan Blog I-I adalah Badan Intelijen Negara (BIN), dimana BIN adalah kunci dari segala kunci dalam deteksi ancaman nasional yang mana laporan BIN dapat dioleh oleh Tim Presiden untuk kepentingan Presiden termasuk Pemilu, BIN pastinya akan memegang teguh sikap NETRAL sebagaimana arahan Presiden Jokowi belum lama ini. Lebih spesifik lagi, BIN masih memiliki kaum waskita yang asli dengan penglihatan tajam tentang masa depan. Sayangnya orang-orang waskita BIN akan selalu tersembunyi, menolak godaan duniawi seperti jabatan, pangkat, uang, popularitas dan apapun yang biasanya menjadi tujuan hidup manusia. Carilah waskita BIN yang nrimo ing pandum, menolak jabatan secara rasional dan hanya bicara kebenaran dan fakta. Ada sebuah tanda yang dapat dicermati, waskita BIN tersebut adalah insan intelijen sejati yang telah meniadakan dirinya sebagaimana semboyan salah satu judul buku "AKU TIADA AKU NISCAYA". Walaupun fakta yang disampaikan berasal dari alam ghaib, namun tetap dapat diperlakukan sebagai fakta intelijen dan bukan fakta hukum artinya dapat digunakan sebagai bahan analisa saja. 

Bagi Budi Gunawan akan sangat mudah menemukannya dan bahkan dapat mendorong sukses karir yang lebih tinggi lagi, namun bagi pendukung Prabowo Subianto dan pendukung SBY akan jauh lebih sulit menemukannya karena akses ke dalam BIN tidak akan sebesar Budi Gunawan sebagai orang nomor satu di BIN. Hal itu, tidak berarti besok pagi Budi Gunawan langsung dapat memastikan keberadaan waskita BIN, karena dia akan selalu tersembunyi. Perlu dicari, diteliti dan diuji masukan-masukan analisanya, apakah murni fakta-fakta realita yang telah mewujud, ataukah mengandung informasi ghaib. Selamat mencari.

Mohon diterima, dimengerti, dan dima'afkan bila mengundang salah paham
Salam Intelijen
Senopati Wirang



Read More »
06.50 | 0 komentar

Jumat, 29 Desember 2017

Internet Censorship in Indonesia: a Healthy Internet for the People?



Based on the regulation of the Minister of Communication and Information No 19 of 2014, Blog Intelijen Indonesia was and still is blocked, banned, and perhaps defined as a national threat by the Government of Indonesia. However if we examine the Blog Intelijen Indonesia, we will not be able to find any clue directing our rational thinking to see the reason why this Blog is banned. Even from the database of OONI ExplorerBlog I-I was and maybe still is not among blocked blogs in Indonesia.

With more than 11 millions hits and thousands regular visitors from around the world, Blog I-I earned its small publicity for many years. However, a healthy critical opinion is not always considered as healthy existence by the Government of Indonesia.

Since  the creation of the trust+ team, the effectiveness of blocking dangerous online sites in all forms has been marvelous, a great success to some of my friends to support the government of Indonesia to watch all online contents and kill it when necessary. Unfortunately blog intelligence Indonesia is one of the victims of the trust+ team. I need to disclose this information, so all cyber activists in the world may consider to test Indonesian cyber experts. Yes, this is an open invitation. The trust+ team consists of the best Indonesian cyber security people, they even claimed as the best in the world. No hacker, online propagandist, agent of influence, or whatever the name is can play their game in Indonesia. Indonesia is considered itself as only second to China in term of protecting its society from cyber attacks in all forms.

The trust+ team changes its name into cyber drone 9 to signify its strength in surveillance, protection, and blocking all threats against Indonesian cyber system. They even claimed that they respect democracy as "harga mati" (not negotiable or non-negotiable),  but in reality they blocked Blog Intelijen Indonesia which has nothing to do with pornography, terrorism, separatism, hoax/false news, hate speech, or any category as a threat to the people and state of Indonesia. It is such a shame that a healthy internet in Indonesia is not healthy for democracy. I don't know how many blogs and social medias are in the same box with Blog Intelijen Indonesia, killed by the trust+ team in shaming the name of democracy.

Hackers Blog I-I

Read More »
05.13 | 0 komentar

Sabtu, 09 Desember 2017

Yerusalem oh Yerusalem

Sumber : Kedutaan Palestina (original) dan diolah dari beberapa sumber lain oleh Blog I-I


Bagi kalangan intelijen yang memiliki hubungan baik dengan AS termasuk Indonesia, pernyataan  Presiden Trump tentang pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel sama sekali bukan kejutan. Hal itu bukan saja untuk mengisi dinamika politik internasional paska kekalahan ISIS, melainkan juga untuk mengalihkan perhatian publik AS terhadap kasus kecurangan pemilu dituduhkan kepada kubu Trump serta keterlibatan Rusia. Permainan atau game pengelabuan dibalik pengelabuan adalah sesuatu yang sangat normal. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana saat ini terdapat dua pendapat yang terpecah tentang kepercayaan kepada Presiden Jokowi tentang posisi politiknya terhadap isu Yerusalem.

Pendapat pertama tentang sikap Presiden Jokowi adalah sebuah penghormatan dan apresiasi yang tinggi karena dengan begitu sigap dan cepat Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan tegas mengecam pernyataan Presiden Trump tersebut dan bahkan mendesak perubahan sikap AS dan mendorong dilaksanakannya sidang istimewa negara-negara yang bergabung dalam organisasi  kerjasama Islam (OKI). Sangat bagus, membanggakan dan membela Islam bukan?

Namun pendapat kedua yang cukup mencengangkan adalah bahwa Presiden Jokowi sudah tahu melalui Intelijen dan telah mempersiapkan untuk memanfaatkan pernyataan Presiden Trump untuk  menarik simpatik umat Islam Indonesia yang saat ini sebagian besar kurang simpatik terhadap sikap Presiden Jokowi misalnya dalam pembelaannya terhadap narapidana Penista Agama seperti Ahok. Sebuah upaya mencari keuntungan politik yang besar menjelang tahun politik 2018-2019 bukan?

Manakah yang benar?

Blog I-I menilai bahwa kedua pendapat tersebut benar, dimana terjadi semacam keadaan yang sangat nyaman bagi Presiden Jokowi untuk segera mengambil sikap tanpa resiko sedikitpun, Selain sikap Presiden Jokowi sejalan dengan politik luar negeri Indonesia, bahkan dapat mengangkat popularitasnya di kalangan pemilih Muslim yang semakin tergerogoti dengan berbagai isu selama tiga tahun ini. Meskipun seluruh lembaga survei masih menjagokan Presiden Jokowi untuk terpilih lagi, Blog I-I masih meyakini kekalahan Jokowi karena faktor umat Islam yang tak juga mampu dirangkul dengan baik oleh Jokowi. Itulah sebabnya isu Yerusalem sangat penting bagi Jokowi.

Latar belakang isu Yerusalem dalam strategi AS di kawasan Timur Tengah

Membahas politik luar negeri Indonesia terlalu mudah, keterkaitan kepentingan politik dalam negeri, desakan umat Islam Indonesia, dan perwujudan politik luar negeri yang bebas dan aktif juga dapat dijelaskan dengan gamblang oleh siapapun yang cukup rajin membaca berita. Sehingga anda tidak perlu kuliah politik, politik internasional atau hubungan internasional untuk memahami politik Indonesia yang sangat sederhana tersebut.

Namun untuk memahami politik luar negeri AS dan strateginya di kawasan Timur Tengah diperlukan tambahan sentuhan pisau analisa yang memadai. Setidaknya anda yang tertarik dan selalu membaca Blog I-I perlu mengembangkan bacaan anda kepada analisa-analisa geopolitik Timur Tengah, politik dalam negeri negara-negara Arab, dinamika hubungan antara negara-negara Arab, serta bagaimana negara-negara Arab menyikapi isu Palestina. Hal itupun masih belum cukup bila anda tidak memahami apa sesungguhnya prioritas AS di kawasan Timur Tengah, serta apa yang ingin dicapai oleh AS dibawah Trump di kawasan Timur Tengah.

Kunci analisa yang sangat diperlukan dalam memahami pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh AS adalah studi tentang strategi. Dalam setiap strategi tentu ada tujuan, sehingga hal yang paling pertama harus anda ketahui adalah apakah tujuan AS mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel? Anda harus menyusun daftar tujuan AS dengan pengakuan tersebut, menyusun prioritas dan kemudian memperkirakan prioritas tertingginya yang mana.  Setelah Blog I-I melakukan langkah-langkah pengkajian secara seksama, ditemukan beberapa tujuan yang menarik dan dapat dijadikan rujukan sementara untuk dibuktikan kemudian atau anda analisa ulang. Pengakuan oleh AS bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel adalah semata-mata pengakuan yang telah diperhitungkan dampaknya di dunia internasional termasuk gejolak sosial politik dan keamanan yang terjadi di Yerusalem. Sudah diperkirakan bahwa dunia akan mengecam termasuk negara-negara Barat yang biasa menjadi sekutu AS. Tujuannya bukan satu melainkan ada beberapa dan satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Berikut ini beberapa tujuan yang dapat dipertimbangkan sebagai bahan pelajaran dan analisa sahabat Blog I-I yang senang ilmu strategi:
  1. AS ingin menarik perhatian dunia untuk kembali memperhatikan isu proses damai Palestina-Israel yang relatif tidak efektif sejak tahun 2000. Bayangkan 17 tahun tidak ada kemajuan yang berarti, bahkan bila ingin anda bayangkan lebih jauh lagi sudah puluhan tahun sejak Deklarasi Balfour, atau ratusan tahun sejak awal abad ke-20 konflik Kekaisaran Ustmaniyah dan Kerajaan Inggris, atau ribuan tahun sejak era Kenabian. Kehebohan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel tidak ada artinya bila dibandingkan Deklarasi Balfour sesuai konteks sejarah masing-masing. Diperkirakan keputusan AS tersebut akan mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang oleh AS diharapkan akan menguntungkan kepentingan AS di kawasan Timur Tengah. Terkait dengan kepentingan AS adalah memenuhi janji pro Israel dalam kampanye Trump dimana konsesi pengakuan Yerusalem adalah sangat besar maknanya bagi Israel dalam melanjutkan strategi penguasaan Yerusalem secara lebih efektif. Selain itu, bonus untuk Israel tersebut saat ini dapat dianggap sama sekali tidak mengganggu proses damai Palestina-Israel karena proses damai tersebut memang sedang stagnan, tidak maju juga tidak mundur dalam konsep two-state solution, dengan kata lain situasi status quo seperti itu memerlukan kejutan keras. AS berani menempuh kejutan tersebut untuk mendorong berbagai pihak segera menyusun strategi dan dapat segera membahasnya.
  2. Menyatukan negara-negara Arab yang terpecah oleh kepentingan-kepentingan nasional masing-masing seperti di Teluk antara Arab Saudi dkk vs Qatar sehingga isu Qatar dapat tenggelam dan selesai agar negara-negara Teluk kompak. Penyatuan tersebut juga akan didorong oleh desakan publik rakyat Arab di masing-masing negara untuk memperhatikan isu Yerusalem. Meskipun dalam kaitan itu, AS tampak seperti pihak yang jahat karena "memihak" Israel/Yahudi, namun sesungguhnya negara-negara Arab lebih nyaman dengan Israel daripada dengan Iran. Hubungan rahasia negara-negara Arab dengan Israel dalam menghadapi ancaman Iran hanyalah soal waktu untuk terungkap di mata kebanyakan umat Muslim yang terlalu tenggelam dalam halusinasi permusuhan dengan bangsa Yahudi. Politik adalah seni yang terkait erat dengan survival dan keselamatan suatu bangsa dan negara, dan definisi musuh selalu berubah-ubah setiap waktu. Saat ini ancaman terbesar di Timur Tengah hanya dua yakni Iran dan Islam radikal (seperti ISIS, Al Qaeda, dll), sementara Israel bukan ancaman. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila kepedulian negara-negara Arab kepada bangsa Palestina tidak terlalu besar. Apa yang diklaim AS telah berkonsultasi dengan sejumlah negara termasuk Indonesia adalah sesuatu yang sangat rahasia yang bahkan Blog I-I tidak berani menulisnya di sini karena boleh jadi besok Blog I-I tiba-tiba mati seperti tidak pernah ada.
  3. Trump tidak terlalu peduli dengan proses damai Palestina - Israel. Apabila bangsa Palestina menjadi brutal dan kembali melakukan perjuangan dengan kekerasan seperti era intifadah, maka Israel sudah memiliki restu AS dalam menegakkan hukum di Yerusalem. Sementara itu, akan terjadi proses rasionalisasi politik negara-negara Arab dalam menyikapi isu Yerusalem dimana desakan masyarakat Arab yang peduli dengan Palestina akan disalurkan secara minimal oleh negara-negara Arab untuk bersatu membela kepentingan bangsa Palestina. Apakah arahnya Yerusalem Timur akhirnya diberikan sebagai ibukota Palestina atau tidak akan masuk dalam proses negosiasi, bila tidak maka Israel setidaknya baru dengan restu AS telah memiliki satu langkah strategi dalam negosiasi bila ditempuh nanti. Secara ambisius bisa saja Israel mengupayakan one-state solution yakni the great Israel yang menguasai seluruh Yerusalem, namun fakta geografis dan keberadaan 800 ribu bangsa Palestina di Yerusalem tidak akan mudah bagi Israel untuk mewujudkannya. Israel akan tetap ngotot untuk "melindungi" pemukiman "illegal" 200 ribu warga Israel di Yerusalem Timur yang rencananya akan menjadi ibukota Palestina. Karena AS tidak terlalu peduli dengan proses damai Palestina-Israel, maka jelas apa yang menjadi ancaman stabilitas kawasan di Timur Tengah bagi AS adalah Iran. AS mengharapkan akan terbuka saluran komunikasi yang lebih intens secara rahasia dalam berbagai konsesi penyelesaian atau status quo, namun hal itu akan lebih didorong untuk meningkatkan kesepahaman negara-negara Arab dan Israel dalam menghadapi ancaman Iran.
  4. Sepintas analisa nomor tiga (3) tampak terlalu membesar-besarkan Iran dan mengecilkan konflik Arab-Yahudi. Namun demikianlah kecenderungan konflik segitiga Arab-Israel-Iran, dimana sangat dimungkinkan negara-negara Arab lebih nyaman untuk bekerjasama dengan Israel daripada Iran. Perkembangan yang terjadi di Suriah dan Irak dimana pengaruh Iran semakin kuat ditambah peranan Rusia tentunya menjadi pertimbangan yang besar dalam definisi ancaman bagi negara-negara Arab dibandingkan isu Palestina. Selain itu, dinamika konflik perang saudara di Yaman dimana dibelakangnya juga konflik negara-negara Arab dengan Iran menambah keyakinan akan definisi ancaman keamanan dari Iran bagi negara-negara Arab.
  5. Ketidakpedulian Trump kepada proses damai Palestina - Israel juga diwarnai spekulasi dugaan kepentingan ekonomi militer berupa target penjualan persenjataan militer ke kawasan Timur Tengah. Hal ini merupakan efek lanjutan dari pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel, yang akan direspon dalam derajat yang berbeda-beda diantar negara-negara Arab. Walaupun secara umum dukungan negara-negara Arab kepada bangsa Palestina adalah sama, namun tingkat kepedulian pada level aksi akan berbeda-beda. Negara-negara yang langsung berbatasan seperti Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon tentu akan berbeda dengan negara-negara Arab yang tidak berbatasan seperti Arab Saudi dan negara-negara Teluk. Pada saat yang bersamaan, seluruh negara Arab menghadapi masalah domestik masing-masing dan tidak menginginkan terjadinya gejolak domestik dan kawasan sehingga salah satu caranya adalah dengan memperkuat sistem pertahanan nasionalnya dengan peningkatan persenjataan militer. Hal itu seiring dengan ketidakpastian dinamika politik dan keamanan di kawasan Timur Tengah. Lagi-lagi ketidakpastian tersebut tidak hanya disebabkan oleh isu Yerusalem, melainkan AS akan meyakinkan negara-negara Arab bahwa ancaman sesungguhnya tetap Iran dan Islam radikal. Sementara dalam isu Yerusalem masih terbuka proses damai solusi dua negara dimana Yerusalem Barat untuk Israel dan Yerusalem Timur untuk Palestina. Walaupun solusi dua negara tersebut kurang didukung kelompok fundamentalis Yahudi, namun sesungguhnya Israel cukup realistis dalam strateginya di Palestina yakni antara status quo penguasaan Yerusalem dan mempersiapkan diri untuk menerima keberadaan negara Palestina dalam jangka waktu yang tidak ditentukan berapa panjang ke depan, sementara Israel terus meningkatkan kapabilitasnya. 
Dari kacamata strategi, apa yang ditempuh Trump telah berhasil menarik perhatian dunia dan isu Yerusalem akan terus menjadi pembicaraan politik tingkat tinggi. Pada saatnya nanti AS akan memiliki kesempatan menjelaskan konsep dan strateginya secara lebih jelas dalam isu Yerusalem tersebut. Tentunya semua itu, secara rahasia juga telah dibahas oleh komunitas intelijen.

Bagaimana dengan langkah-langkah berikutnya dalam memahami strategi AS tersebut?

Dalam artikel kali ini Blog I-I memberikan kesempatan kepada sisa-sisa sahabat Blog I-I yang masih rajin mengunjungi Blog I-I untuk memikirkannya dan menebak-nebak langkah analisa lanjutannya. Silahkan sahabat Blog I-I melanjutkan dengan terbukanya kunci pertama dalam memahami strategi AS sebagaimana dipaparkan diatas. Selamat mencoba!

Salam Intelijen
Dharma Bhakti


Read More »
16.36 | 0 komentar

Rabu, 25 Oktober 2017

Mengapa Laksamana Muda Soleman Ponto "Menyerang" Panglima TNI?

Tidak sedikit tokoh, politisi, pejabat, dan mantan pejabat yang menyoroti sikap dan pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo. Entah hal itu berdasarkan pada sudut pandang yang obyektif ataupun yang secara subyektif bernada "menyerang" kredibilitas Panglima TNI. Namun artikel ini hanya membahas bagaimana tokoh intelijen membangun opini yang tampak meyakinkan sekaligus membuat Panglima TNI tampak buruk atau setidaknya kurang profesional, ambisius, dan emosional. Tokoh intelijen tersebut adalah Laksamana Muda Soleman B Ponto.

Indikasi berdasarkan bukti-bukti

Cara paling mudah melihat pola-pola propaganda publik adalah berdasarkan pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok memformulasikan suatu sudut pandang tertentu kepada pihak yang diserang. Dalam kaitan ini Blog I-I akan mengangkat kasus penolakan Panglima TNI ke AS yang dikomentari atau dipropagandakan dalam sudut pandang tertentu oleh Soleman Ponto. 

Sejumlah pandangan Soleman Ponto yang dimuat berbagai media nasional dan online sebenarnya biasa saja, namun perhatikan secara seksama bagaimana Ponto menyisipkan pesan-pesan yang dapat diterjemahkan lain. Dari wawancara dengan jurnalis Okezone Rayful Mudassir misalnya terpublikasikan bahwa Panglima TNI Batal ke AS Bukan Ditolak, dalam penjelasannya Ponto menyebutkan tentang masalah boarding pass Doha-Washington (mungkin maksudnya Dubai-Washington red.) yang tidak keluar yang kemudian dinyatakan kemungkinan masalah salah penulisan nama. Perhatikan bagaimana Ponto beropini sebagaimana dikutip langsung dari wawancara tersebut:

“Visa ada, (saat boarding tidak keluar) beliau (Jenderal Gatot) langsung marah, langsung bilang saya ditolak, padahal enggak ada yang nolak. Boarding saja yang terlambat keluar, 4 jam saja sudah selesai. Dan Amerika bilang saya mau membiayai penerbangan selanjutnya Panglima mengganggap itu penolakan Pemerintah AS. Sebenarnya tidak seperti itu," kata Soleman kepada SINDOnews, Rabu (25/10/2017).”

Mengapa Ponto yang tidak hadir saat Panglima TNI di bandara mendapatkan penjelasan dari Maskapai Emirates dapat memberikan pernyataan yang demikian? Sebagai mantan Kepala BAIS mungkin Ponto masih dapat mengakses sejumlah PATI dan PAMEN yang bertugas di BAIS dan mencari tahu apa yang terjadi di Bandara.

Dari propaganda yang dikembangkan Ponto, seolah penolakan Panglima TNI masuk AS tersebut adalah semata-mata pernyataan Panglima TNI, bahkan dengan nada yang marah-marah. Faktanya adalah bahwa boarding pass maskapai penerbangan apapun dengan tujuan AS tidak akan keluar apabila pihak yang berwenang memberikan izin masuknya seseorang ke AS tidak mengeluarkan izin. Pihak Custom and Border Protection AS memiliki sistem komputer yang terintegrasi dengan pihak Keamanan dan Kementerian Luar Negeri, sehingga apa yang disebut sebagai kekeliruan administrasi di AS adalah benar-benar rahasia mengapa bisa terjadi demikian. Kategori visa yang diterima Panglima TNI bukanlah visa biasa sebagaimana kita ingin melakukan kunjungan wisata ke AS dengan proses panjang antri dan perjanjian serta wawancara dan lain sebagainya. Sehingga sangat tidak masuk akal apabila terjadi kesalahan administrasi yang menyebabkan tidak keluarnya boarding pass Panglima TNI sebagaimana disebutkan oleh pihak Custom and Border Protection AS. Itulah sebabnya meskipun Blog I-I sejak awal telah mengindikasikan kemungkinan adalah kesalahan administrasi dalam artikel Panglima Gatot Nurmantyo, Blog I-I menduga adanya setting khusus AS yang secara strategis dirancang untuk menguji Jenderal Gatot. Semua argumentasi yang dikemukakan Blog I-I adalah berdasarkan pada fakta dan indikasi-indikasi yang berkembang. Mengapa secara resmi dipilih alasan kesalahan administratif pemerintah AS?  Hal ini selain untuk menutupi setting dan maksud yang sesungguhnya, juga untuk menjaga kewibawaan seluruh lembaga terkait dalam insiden penolakan Jenderal Gatot ke AS termasuk Custom and Border Protection (CBP) dan Kedubes AS yang dalam pemberitaan banyak dituduh sebagai sumber masalah.

Kemudian Soleman Ponto juga memberikan penjelasan melalui TVOne yang dikutip oleh berita online Viva dengan judul Eks Kepala BAIS: Kata Siapa Panglima TNI ditolak ke AS? Dalam penjelasannya, Ponto juga membantah telah terjadi penolakan masuknya Panglima TNI ke AS dan bersikukuh bahwa ada sistem protokoler yang tidak dipenuhi sehingga boarding pass kedua menuju AS tidak keluar. Sebuah alasan yang agak aneh yang dikeluarkan mantan Kepala BAIS karena boarding pass bukanlah jaminan seseorang dapat masuk ke suatu negara. Boarding pass dikeluarkan oleh maskapai penerbangan untuk penumpang agar dapat boarding masuk pesawat dan melewati wilayah terlarang di bandara yakni area tunggu sebelum masuk pesawat. Namun khusus untuk AS, setiap maskapai penerbangan wajib memberitahukan pihak CBP untuk mendapatkan clearance untuk mengeluarkan boarding pass. Ketika pihak CBP AS tidak memberikan tanda clear kepada maskapai penerbangan Emirates untuk memberikan boarding pass kepada Panglima TNI, maka otomatis pihak maskapai Emirates tidak dapat memberikan boarding pass kepada Panglima TNI. Sebagaimana dikutip dari Liputan6, pemberitahuan penolakan Panglima TNI masuk AS disampaikan pihak maskapai Emirates atas permintaan otoritas Keamanan Dalam Negeri AS (DHS c.q. CBP). Artinya fakta-fakta yang terkuat adalah bahwa alasan sistem protokoler yang tidak terpenuhi sama sekali tidak rasional.

Soleman Ponto juga memberikan pendapat kepada Sindo tentang Batalnya Panglima TNI ke AS, sekali lagi Ponto mencoba memutarbalikan fakta dengan pernyataan: "Panglima mengganggap itu penolakan Pemerintah AS. Sebenarnya tidak seperti itu," kata Soleman kepada SINDOnews, Rabu (25/10/2017)." Hal ini jelas arahnya dimana seolah-olah Panglima TNI adalah sumber informasi tentang penolakan AS tersebut, dan Ponto juga menyalahkan ketiadaan koordinasi antara pihak Panglima TNI dan Otoritas di AS serta ditambahkan tidak adanya pengawalan/pendampingan Athan AS dalam perjalanan Panglima TNI ke AS. Pertanyaan kemudian adalah sejak kapan Athan di suatu negara "menjadi syarat" protokoler kunjungan Panglima Tinggi negara akreditasinya ke negara asal Athan? Janganlah mengada-adakan sesuatu yang tidak ada atau menjadi kelaziman dalam hubungan diplomasi militer antar negara. Benar bahwa biasanya Athan yang bertugas di suatu negara mendampingi Panglima Tinggi negara akreditasinya ketika dilakukan kunjungan resmi ke negara asal Athan, biasanya dalam kerangka bagian dari kunjungan kenegaraan bersama Presiden atau kunjungan kerja dalam kaitan kerjasama militer. 

Lebih teliti lagi, perlu digarisbawahi bahwa otoritas boleh tidaknya seseorang masuk ke AS berada ditangan DHS c.q. CBP karena mereka juga yang mengolah visa izin masuk AS dengan berkoordinasi bersama Kementerian Luar Negeri dan Keamanan (CIA, FBI) dan tidak ada kaitannya dengan protokoler, apalagi soal pendampingan oleh Athan. Fakta penolakan oleh CBP adalah tetap fakta keras (hard fact), dan apabila hal itu tidak segera dikomunikasikan oleh Panglima TNI kepada Presiden serta kemudian menjadi berita nasional dan internasional maka mungkin CBP tidak segera menyelesaikan dalam waktu 4 jam. Kedubes AS juga tidak perlu minta maaf sekiranya pihak Panglima TNI, BAIS TNI dan Athan RI di Washington DC dan Athan AS di Jakarta tidak berfungsi sebagaimana mestinya sebagaimana diduga oleh Ponto.

Masih ada sejumlah pemberitaan propaganda Ponto yang lain terkait masalah penolakan Panglima TNI masuk AS yang dapat dibedah. Namun karena masih mirip-mirip, maka fakta-fakta tersebut diatas sudah cukup untuk dipahami oleh sahabat-sahabat Blog I-I dalam mengembangkan analisa yang obyektif.

Sahabat pembaca Blog I-I perlu juga teliti mengapa Blog I-I mengangkat masalah opini yang dikembangkan Soleman Ponto. Pertama Ponto adalah salah seorang anak didik terbaik senior jaringan Blog I-I yang sebagian telah meninggal dunia, tentunya menjadi tugas kami untuk meluruskan anak didik kami. Ponto tahu persis kelemahan-kelemahan intelijen baik militer maupun sipil yang semakin kehilangan gigi karena sistem pendidikan yang buruk dan pengabaian terhadap ilmu dan prinsip intelijen. Di Angkatan Laut, Ponto sangat kritis dan terhadap TNI juga demikian untuk kemajuan TNI, khususnya di bidang intelijen. Saat masih sebagai pejabat militer aktif, Ponto pernah sangat kritis dan marah dengan jenderal-jenderal "sampah" yang sebenarnya tidak lulus pendidikan syarat menjadi Jenderal kemudian juga dengan lemahnya pengetahuan intelijen para Pamen dan Pati yang berkiprah dibidang intelijen. Hal itu semua sangat baik, dan komunitas Blog I-I mendukung obyektifitas dan kritik Ponto tersebut. Namun belakangan ini mengapa Soleman Ponto tampak melangkah jauh dari prinsip-prinsip intelijen yang dipegangnya. Misalnya dalam teknik propaganda mengapa Ponto tidak menghindari pernyataan yang langsung "menuding" Panglima TNI. Seharusnya Ponto dapat memilih kata dan kalimat yang lebih elegan dan tetap obyektif dalam analisanya. Anggap saja artikel ini sebagai teguran keras kepada Ponto untuk lebih teliti dan cerdas lagi dalam beropini.

Artikel ini adalah bagian dari bahan pelajaran propaganda dan konter propaganda yang merupakan bacaan wajib jaringan dan komunitas Blog I-I. Artikel ini bukan dukungan kepada Panglima atau menyerang Soleman Ponto, tetapi lebih untuk mendudukan persoalan pada tempatnya.

Semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Senopati Wirang

Read More »
23.43 | 0 komentar

Minggu, 22 Oktober 2017

Jenderal Gatot Nurmantyo




Nama Gatot Nurmantyo semakin sering menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia dan pemberitaan media massa. Sesungguhnya cukup wajar bagi seorang Jenderal Bintang 4 dengan posisi sebagai Panglima TNI, seorang Gatot Nurmantyo menjadi sorotan publik. Terlepas dari baik dan buruknya, atau pro dan kontra, sosok Gatot perlahan namun pasti merayap terus meningkat popularitasnya. Terakhir terjadi insiden penolakan Gatot untuk masuk ke Amerika Serikat yang kemungkinan besar hanya disebabkan oleh dua hal: (1) Sudah menjadi settingan AS untuk semakin meningkatkan popularitas Gatot; (2) Murni kesalahpahaman antara Departemen Pertahanan AS, Kemlu AS, dan Pabean dan Perlindungan Perbatasan AS.

Apabila Jenderal Gatot dapat berkunjung ke AS maka dampaknya akan positif untuk Gatot, namun bila tetap gagal juga akan positif. Tentunya sahabat Blog I-I berpikir mengapa bisa demikian. Betapapun pihak-pihak yang sering memojokkan Gatot Nurmantyo menciptakan opini negatif, sikap dan posisi yang diambil Gatot memperoleh tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia. Misalnya dalam isu kedekatan Gatot dengan kelompok Islam, hal ini tidak serta merta dapat diperkecil ke kelompok Islam garis keras melainkan justru lebih merata ke berbagai lapisan masyarakat Islam. Misalnya dalam posisi Gatot yang membawa TNI lebih netral daripada Polisi atau BIN dalam menyikapi pilkada DKI Jakarta. Tidak dapat dipungkiri bahwa langkah-langkah yang ditempuh Gatot mendapatkan simpati yang luas di masyarakat.

Kesan negatif yang ingin dilabelkan kepada Gatot dalam kasus 5000 senjata hampir merata di berbagai media nasional dengan tuduhan utama Panglima TNI sedang berpolitik. Padahal penyebab utamanya adalah bahwa ada pihak-pihak di sekeliling Jokowi yang ingin merenggangkan hubungan Panglima TNI dengan Presiden, sehingga Gatot tidak dapat menyampaikan laporan langsung kepada Presiden dan akhirnya memilih tempat lain demi penegakkan hukum bahwa Polisi dan BIN tidak seharusnya memiliki senjata dengan spesifikasi militer. Belakangan akhirnya terbukti bahwa Brigade Mobil (Brimob) Polisi membeli senjata dan amunisi yang masuk dalam kategori militer, sehingga akhirnya amunisinya ditahan militer.

Masalah persenjataan Brimob sesungguhnya adalah warisan sejarah dimana spesifikasi senjata standar Brimob adalah yang paling mirip dengan militer. Dimasa Polisi masih menjadi bagian dari TNI, hal itu tidak menjadi masalah dalam pengadaan persenjataan Brimob. Namun setelah berpisah, maka seharusnya Polisi khususnya Brimob juga mulai menata ulang sistem persenjataannya, bahkan menyerahkan seluruh persenjataan lama yang berspesifikasi militer.

Berbagai ceramah Jenderal Gatot di perguruan tinggi dan kunjungan ke daerah-daerah khususnya ke komunitas Islam di Indonesia juga mendapat sorotan seolah sebagai bagian dari langkah politik Panglima. Hal itu bisa saja ada benarnya, namun bila diperhatikan mengapa banyak yang mengundang dan menginginkan kehadiran dan pencerahan dari Panglima tentunya kita tidak dapat mengabaikan fakta ini.

Kembali pada kasus penolakan Jenderal Gatot masuk AS. Apapun penjelasan resmi Pemerintah AS melalui Kemlu AS atau Kedubesnya di Jakarta sebaiknya jangan terlalu dipercaya karena hal itu hanya bagian dari skenario seolah ada masalah internal di AS terkait Jenderal Gatot. Selain itu AS tidak akan pernah memberikan penjelasan mengapa dan dalam dunia diplomatik sudah menjadi hal yang biasa bahwa insiden sejenis ini tidak perlu dijelaskan secara detil. Lebih jauh, bila diperhatikan rangkaian pemberitaan nasional dan internasional tentang Jenderal Gatot akan menguntungkan Jenderal Gatot sendiri, sehingga dapat dilihat sebagai bentuk paradoks dukungan AS kepada Jenderal Gatot. Mengapa AS mendukung Jenderal Gatot? Berdasarkan informasi jaringan Blog I-I di AS, Jenderal Gatot memiliki catatan yang baik di mata AS bahkan dalam analisa intelijen militer AS, Jenderal Gatot diperlukan untuk memimpin Indonesia baik sebagai Wapres ataupun Presiden untuk memastikan stabilitas Indonesia. Kedekatan Jenderal Gatot dengan kelompok Islam adalah poin yang sangat penting karena hal itu sekaligus juga dapat meredam tekanan kelompok Islam Indonesia yang anti AS. Berdasarkan kepada realita kepemimpinan Presiden Jokowi yang lemah dalam menghadapi China serta kelemahan Presiden Jokowi dalam kalkulasi strategi politik luar negeri dan performa kepemimpinan di kawasan, maka diperlukan sosok yang lebih kuat dan sebagai alternatif adalah Jenderal Gatot. Hal tersebut setidaknya semakin meyakinkan Blog I-I bahwa AS sengaja menciptakan suatu skenario "insiden" yang sesungguhnya merupakan sebuah dukungan tersembunyi kepada Jenderal Gatot. Dengan mengantongi dukungan AS dan kedekatan dengan kelompok Islam, maka tidak dapat dipungkiri bahwa sosok Jenderal Gatot berpotensi untuk terus bergerak naik. Sejumlah penghalang tentunya juga telah siap sedia, khususnya dari Intelijen yakni BIN yang ternyata berada dibelakang pemblokiran Blog I-I sebagaimana disampaikan oleh Kemenkominfo kepada jaringan Blog I-I. Namun organisasi BIN saat ini telah dipenetrasi sangat dalam oleh Panglima TNI dan Kepala BIN sama sekali tidak berdaya. Kepala BIN hanya dapat terus berkiprah pada level nasional paska 2019 apabila mampu menemukan waskita BIN yang tersembunyi sebagaimana disampaikan Eyang Senopati Wirang yang meramalkan kekalahan Jokowi pada pilpres 2019.  Kemungkinan besar penyelamat Jokowi selain waskita yang bersembunyi di BIN, adalah Jenderal Gatot bila kubu Jokowi mampu mengkondisikan Jenderal Gatot menjadi Cawapres Jokowi.

Terkait analisa sikap Jenderal Gatot yang kritis terhadap AS dan Australia seperti dalam analisa Jewel Topsfield1 dan Jewel Topsfield2, atau komentar bencana diplomatik seperti diberitakan  detik merupakan bagian dari polemik dugaan-dugaan yang mengkaitkan sikap Jenderal Gatot dengan insiden penolakan masuk AS tersebut. Sementara yang sesungguhnya adalah benar merupakan setting yang sangat baik apabila Jenderal Gatot mengerti dan dapat menerima apa adanya serta tetap rileks, proporsional dan profesional dalam menyikapi insiden yang menimpanya. Hal ini amat sangat berbeda dengan penangkalan AS yang dikenakan kepada sejumlah Jenderal Indonesia yang terlibat kasus pelanggaran HAM berat. Apa yang sedang diuji oleh AS adalah sejauh mana Jenderal Gatot bereaksi, apakah akan sangat keras dan menjadi anti AS sehingga dapat menjadi dasar AS untuk tidak mendukung Jenderal Gatot, ataukah sangat lemah dan ngambek sehingga dianggap tidak potensial untuk memimpin Indonesia yang besar, ataukah rasional, proporsional dan profesional sehingga dapat menjadi mitra seimbang bagi kepentingan AS sekaligus memiliki keseimbangan dalam hubungannya dengan umat Islam Indonesia.

Apakah berarti Blog I-I dalam artikel ini mendukung dan ikut mempopulerkan Panglima TNI? Jawabnya tidak. Sebagai komunitas intelijen non pemerintah yang tertua, tentunya Blog I-I boleh saja memberikan perkiraan-perkiraan ke depan sebagaimana juga sebelumnya sering dilakukan Blog I-I. Hingga saat ini hampir seluruh perkiraan Blog I-I tepat dan sangat sedikit yang meleset. Apa yang ingin Blog I-I sampaikan adalah bahwa Panglima Gatot Nurmantyo memiliki potensi yang besar untuk menjadi salah satu calon pemimpin nasional. Merujuk kepada hasil survei Indikator Politik, Charta Politika, dan SMRC, nama Jenderal Gatot Nurmantyo sudah mulai muncul sejak sebelum pertengahan 2017. Entah sebagai calon wakil presiden ataupun sebagai calon presiden, perlahan nama Gatot terus bersinar mendapatkan perhatian yang besar di masyarakat termasuk melalui survei-survei. Meskipun tingkat elektabilitas Gatot belum besar karena memang nama baru, namun hal ini dapat berubah di tahun 2018 dan 2019.

Masa-masa krusial bagi Jenderal Gatot Nurmantyo dalam menapaki jalan menuju kursi pimpinan nasional akan terjadi pada bulan Februari-April yakni menjelang pensiun dan paska pensiun pada bulan Maret 2018. Keputusan Jenderal Gatot untuk menempuh langkah-langkah apa pada periode tersebut akan sangat berpengaruh kepada tingkat popularitasnya ke depan. Apabila Jenderal Gatot ceroboh dan tampak ambisius melangkah ke dunia politik terlalu cepat dan salah memilih mitra, maka sinarnya akan meredup seiring dengan penurunan pada hasil survei yang akan semakin marak sepanjang tahun 2018 dalam menjaring calon pemimpin nasional. Namun apabila Jenderal Gatot tampak bimbang dan lama dalam memutuskan misalnya lebih dari bulan Agustus 2018, maka kemungkinan besar secara perlahan sinarnya juga akan meredup. Diperlukan sebuah proses dukungan kepada Gatot dari partai politik atau masyarakat, fenomena sikap beberapa politisi Nasdem yang melirik Jenderal Gatot adalah contoh positif bagi Gatot. Contoh lain adalah wacana Jenderal Gatot menjadi Capres oleh PAN. Apabila fenomena-fenomena tersebut semakin banyak dan bahkan mulai muncul kelompok simpatisan Jenderal Gatot yang kemudian mengorganisir diri menjadi relawan dan lain sebagainya, maka sinar Gatot akan semakin baik. Namun yang perlu diingat semua itu sebaiknya bukan digerakkan atau dimobilisasi oleh Gatot sendiri karena hal ini akan menjadi bumerang serangan balik karena masyarakat akan melihat hal itu sebagai cerminan ambisi pribadi Jenderal Gatot.

Leadership atau kepemimpinan di Indonesia agak aneh bila dibandingkan dengan negara-negara Barat yang telah lama berdemokrasi. Hal itu dikarenakan masyarakat Indonesia kurang suka atau kurang bersimpati kepada mereka yang tampak sangat ambisius. Diperlukan sikap yang seimbang antara kesiapan menjadi pemimpin nasional dan keinginan masyarakat. Apa sebenarnya yang diinginkan masyarakat Indonesia? Masyarakat Indonesia sudah mulai bercampur antara sisa-sisa pengaruh feodalisme, hubungan patron-klien, mimpi Ratu Adil, kepentingan golongan, rasionalitas, emosi kedekatan/kesamaan identifikasi kelompok, ideologi dan agama, lemahnya pendirian politik (mudah dibeli dengan uang dlsb), serta individualisme yang berpengaruh kepada penurunan kepedulian pada isu politik. Hal ini menyebabkan diperlukannya suatu proses pengkondisian dalam memunculkan seorang calon pemimpin nasional.

Perkiraan Blog I-I dapat sahabat Blog I-I buktikan pada sekitar paska bulan Maret 2017, langkah apa yang ditempuh Jenderal Gatot. Apakah pensiun total dari berbagai kegiatan dan berkumpul dengan keluarga, ataukah secara ceroboh terjun bebas ke dunia politik, ataukah secara perlahan namun pasti mampu memproses dirinya benar-benar menjadi tokoh yang pantas diperhitungkan dipanggung politik nasional Indonesia.

Semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Dharma Bhakti


Lampiran: Jawaban Resmi dan Standar dari Kedubes AS di Jakarta

Chairman of the Joint Chiefs of Staff General Joseph Dunford invited Commander of the Indonesian Armed Forces General Gatot Nurmantyo to attend a Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremism being held October 23-24 in Washington, D.C. General Gatot was unable to travel as planned. The Embassy was in touch with the General’s staff about this matter throughout the weekend, working to facilitate his travel. U.S. Ambassador Joseph Donovan has apologized to Foreign Minister Retno Marsudi for any inconvenience to General Gatot. The U.S. Embassy was, and remains, prepared to facilitate the General’s travel to the United States. We remain committed to our Strategic Partnership with Indonesia as a way to deliver security and prosperity to both our nations and peoples.

Update: Bloomberg Politics mengkonfirmasi analisa Blog I-I kemarin bahwa AS tidak akan menjelaskan secara detil mengapa terjadi insiden penolakan Jenderal Gatot masuk AS. Bloomber mengutip sumber berita dari Kemenlu AS dan Pabean dan Perlindungan Perbatasan AS sbb: A State Department spokesman didn’t elaborate on the embassy statement or the apology. A message seeking comment from a Customs and Border Protection spokesman was not immediately returned. Berita serupa juga dipublikasikan oleh the Sidney Morning Herald.

Update: Meskipun semua pihak dapat memahami mengapa Panglima TNI memutuskan untuk tidak berangkat ke AS, namun sebaiknya masalah ini dilihat sebagai kesalahpahaman. Apabila Jenderal Gatot ingin menjadi pemimpin nasional, maka "ujian" ini sangat penting untuk dilalui secara proporsional. Misalnya isu ini dapat saja diperbesar dengan kekecewaan yang berlebihan, namun yang paling tepat adalah bahwa bahwa pembatalan keberangkatan Jenderal Gatot lebih disebabkan masalah teknis protokol pengamanan dan penyambutan beliau di AS dan bukan pemeriksaan clearance-nya. Disamping sekaligus menjadi setting untuk "menguji" sejauh mana sikap Jenderal Gatot dalam menyikapi insiden tersebut, AS juga ingin mengukur apakah Jenderal Gatot menjadi ngambek atau marah kepada AS dan terjerumus untuk bersikap anti AS dan merapat kepada kelompok-kelompok Islam Indonesia yang dianggap radikal oleh AS. Bila Jenderal Gatot terjerumus, maka dapat dipastikan bahwa pemanfaatan sentimen politik Islam oleh Jenderal Gatot akan mudah diolah lagi agar partai-partai politik yang nasionalis untuk meninggalkan Jenderal Gatot. Perlu diperhitungkan bahwa Golkar, Nasdem, dan bahkan Gerindra sudah mulai memberikan sinyal untuk menyambut Jenderal Gatot paska dirinya pensiun. Jawaban cerdas Jenderal Gatot sudah dipublikasikan melalui Tempo dengan pernyataan Saya Berangkat ke AS kalau Ada Perintah, hal ini juga merupakan ujian kepada Jenderal Gatot untuk menunjukkan loyalitas kepada Presiden dan Wakil Presiden yang telah menyatakan untuk tidak perlu berangkat. Sementara waktu acara di AS yang hanya 2 hari dan sudah berlangsung sejak Senin kemarin menyebabkan relevansi keberangkatan Jenderal Gatot ke AS juga berkurang karena sudah terlambat juga. Selamat Jenderal Gatot, anda lulus ujian untuk memproses diri menjadi salah satu calon pemimpin nasional Indonesia yang profesional dan proporsional dalam mengambil sikap yang tepat.

Kepentingan AS kepada Indonesia sangat besar bukan hanya soal kemitraan strategis hubungan bilateral, namun memastika bahwa Indonesia dapat menjadi "pendukung" kebijakan AS dalam menghadapi manuver-manuver poitik dan kebijakan keamanan China di Asia Pasifik. Hal ini bukan berarti pemimpin nasional Indonesia menjadi pro-AS, namun minimal tidak menentang kebijakan keamanan AS di Asia Pasifik, misalnya masalah pengerahan kekuatan militer AS ke Darwin. Indonesia perlu mengambil sikap yang jelas siapa musuh Indonesia yang membahayakan bagi kedaulatan RI. Apabila Indonesia menyikapi AS dan sekutunya sebagai ancaman dan juga melihat bahaya ancaman dari China, maka hal itu akan sangat merugikan strategi pertahanan dan keamanan nasional Indonesia. Walaupun Indonesia berpegang teguh kepada prinsip non-blok atau kemandirian sistem pertahanan dan keamanan, namun kita harus berkaca bahwa kekuatan militer Indonesia teramat sangat kecil bila dibandingkan dengan China dan AS beserta sekutunya. Kompatibilitas alutsista militer Indonesia juga acak-acakan, dimana dalam operasi gabungan semua Angakatan, apabila Indonesia menghadapi konflik perang yang sesungguhnya memiliki tingkat operabilitas yang sangat rendah.

Semoga Jenderal Gatot dan para Jenderal ahli strategis di Mabes TNI serta sahabat-sahabay Blog I-I di BAIS TNI dan juga komunitas Intelijen lainnya membaca catatan-catatan penting Blog I-I.

Blog I-I hingga saat ini masih diblokir oleh Kemenkominfo RI tanpa alasan yang jelas, sehingga Blog I-I tidak terlalu optimis bahwa analisa-analisa Blog I-I dapat sampai kepada pihak-pihak yang berkepetingan untuk dibuktikan validitasnya.
 


Read More »
13.46 | 0 komentar

Sabtu, 21 Oktober 2017

CIA ESAU-40: Indonesia 1965 - The Coup that Backfired



Dokumen setebal 356 halaman yang direlease CIA pada Mei 2007 dengan nomor CIA/SRS   /RSS 0033-68  belakangan ini menjadi ramai kembali karena isu komunisme yang marak menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia. Isu komunisme bukan saja selalu menarik karena menjadi bagian sejarah hitam perjalanan bangsa Indonesia melainkan juga karena fakta masih adanya sebagian elemen bangsa Indonesia yang tergelincir untuk tetap memeluk faham komunis dalam hati dan pikirannya. Selain itu, sebagian elemen bangsa Indonesia juga menganggap bahwa masih ada masalah terkait HAM dalam penanganan ancaman komunisme di Indonesia. Masalah HAM tersebut terkait dengan perbedaan pandangan tentang apa yang terjadi paska pemberontakan PKI dengan dugaan terjadinya pembunuhan dan marjinalisasi terhadap kaum radikal komunis. Bagi para pembela HAM telah terjadi pelanggaran HAM berat, namun bagi pemerintah khususnya aparat keamanan telah terjadi penegakkan keamanan nasional menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman komunisme. Perbedaan yang tajam tersebut juga masuk ke ranah masyarakat akar rumput, dimana kaum nasionalis, Islam dan ormas lainnya mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi ancaman komunisme tersebut. Perdebatan ini tidak akan ada habisnya, dan apabila terus-menerus dipertentangkan maka ujungnya adalah konflik yang tidak berkesudahan. Bangsa Indonesia juga akan menghabiskan waktu untuk sesuatu yang justru akan menghancurkan berbagai potensi bangsa dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Beberapa kunci penting dalam dokumen CIA terkait peristiwa G 30 S PKI adalah sbb:
  1. Benar bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan kudeta (coup) dengan bukti-bukti yang sangat banyak baik berupa dokumen maupun saksi-saksi.
  2. PKI berhasil menyusupkan kader-kadernya dan menjadi komandan di tubuh Angkatan Bersenjata serta memiliki pasukan. Jumlah kader PKI tersebut mencapai ratusan komandan namun tidak jelas sampai pada pangkat apa saja. Para komandan yang disusupkan atau direkrut PKI tersebut melakukan kontak rutin dengan Biro Khusus (Special Bureau) PKI yang sangat dirahasiakan. Tokoh militer seperti Untung, Sudjono, Latief, dan Supardjo bukan anggota aktif PKI namun merupakan sayap bersenjata dari kudeta PKI yang gagal. Mereka dapat dikatakan sebagai simpatisan PKI yang berkoalisi dan berharap akan memperoleh karir militer yang lebih cemerlang setelah berselingkuh dengan PKI.
  3. Kunci terpenting menurut dokumen CIA adalah bahwa apa yang terjadi pada tahun 1965 adalah "PENYINGKIRAN" sejumlah pimpinan Angkatan Darat yang direstui oleh Presiden Sukarno karena penolakan terhadap kebijakan Presiden Sukarno yakni Komisar Politik dan Angkatan ke-5. 
  4. Peranan Intelijen yakni BPI dibawah Subandrio diantaranya merekayasa dokumen Gilchrist tentang Dewan Jenderal dimana diduga kuat Presiden Sukarno juga tahu masalah ini. Meskipun apa yang dikenal sebagai Dewan Jenderal kemungkinan besar memang ada sebagai upaya menahan tekanan PKI mempengaruhi Presiden Sukarno untuk menghancurkan AD sebagai kekuatan politik, namun Dewan Jenderal tersebut tidak pernah merencanakan kudeta sebagaimana direkayasa oleh BPI.
  5. Republik Rakyat China tahu rencana kudeta PKI dan bahkan ikut mendukung dan mendorong terjadinya kudeta 1965 tersebut, namun yang perlu dicatat adalah RRC bukan otak dari kudeta PKI.
Beberapa catatan tersebut diatas tentunya tidak dapat menggantikan dokumen lengkap CIA yang menurut senior dan jaringan Blog I-I cukup valid sebagai sumber informasi dalam membuka tabir gelap peristiwa kudeta PKI 1965. Bila sahabat Blog I-I ingin mendalami silahkan baca langsung sumbernya dan lakukan pengecekan dan verifikasi dengan sumber-sumber sejarah yang dikumpulkan sejarahwan Indonesia.

Catatan tambahan analisa Blog I-I tentang bumerang dari kudeta PKI terhadap PKI dan seluruh anasir-anasirnya di Indonesia.
  • Kegagalan kudeta PKI menjadi bumerang yang sangat dahsyat bagi PKI dan seluruh anasirnya hingga ke akar-akarnya. Secara situasional, ketegangan yang terjadi begitu mencekam masyarakat Indonesia dan kebijakan ekstrim yang ditempuh kepemimpinan darurat nasional paska kudeta adalah langkah yang sangat krusial dalam memantapkan stabilitas keamanan nasional.
  • Sejumlah produk hukum menjadi dasar pelaksanaan penghapusan PKI dari bumi Indonesia. Disinilah titik terpenting sejarah Indonesia yang diperdebatkan oleh para pembela HAM, yakni pelaksanaan penghukuman terhadap PKI termasuk simpatisannya. Pembicaraan tentang perbedaan pendapat terjadi dan tidak terjadinya penyiksaan dan pembunuhan terhadap anggota PKI serta berapa banyak jumlahnya selalu dihindari oleh para pelaku sejarah. Semakin lama masalah ini akan menjadi perdebatan tanpa ujung dan perkiraan Blog I-I adalah bahwa masalah ini tidak akan pernah menemukan titik temu. Alasan Blog I-I adalah bahwa sudut pandang dalam melihat masalah PKI adalah konflik ideologi dan politik dan bukan masalah kemanusiaan. Akibatnya untuk memulai pembicaraan saja sudah akan mengudang polemik yang tajam. Bahwa para pembela HAM bersikukuh dengan sisi HAM dapat dimaklumi, namun kecurigaan dan kekhawatiran kebangkitan komunisme sulit dihilangkan dari hati dan benak masyarakat Indonesia. Akibatnya pihak-pihak anti Komunis sangat mudah mencegah pembicaraan masalah HAM paska kudeta PKI 1965 dengan mengedepankan bahaya laten PKI dan kebangkitan komunisme. 
  • Fakta terjadinya kudeta PKI menjadi justifikasi untuk melarang PKI dan faham komunisme di Indonesia. Hal yang sama sesungguhnya juga menimpa kelompok Negara Islam Indonesia yang dipimpin oleh Kartosuwiryo ketika kelompok NII (DI) / TII gagal dalam deklarasi Negara Islam Indonesia dan ditumpas oleh Angkatan Bersenjata.  
  • Blog I-I bukan jaringan yang memperjuangkan HAM, namun tidak berarti mengabaikan HAM. Menurut Blog I-I, jalan tengah dalam masalah keadilan HAM paska kudeta PKI 1965 harus berdasarkan pada fakta penyebab seluruh rangkaian insiden kemanusiaan yang menimpa bangsa Indonesia tersebut adalah PKI, sementara korban-korban yang berjatuhan baik dari pihak non-komunis dan komunis adalah ekses dari kudeta PKI tersebut. Hal ini dapat memastikan komunisme tidak dapat dihidupkan kembali di bumi Indonesia. Kemudian untuk mengungkapkan masalah HAM seperti yang dituduhkan sebagian pihak dapat dibentuk Tim Pencari Fakta dalam rangka memberikan penghormatan yang semestinya kepada korban-korban yang berjatuhan dari semua pihak tanpa membenarkan siapapun. Semua fokus pada masalah HAM, fokus kepada keadilan untuk korban. Tidak ada yang perlu minta ma'af atau memberikan ma'af. Namun bila terbukti ditemukan korban-korban manusia yang terbunuh paska kudeta PKI tersebut, maka selayaknya mereka dibangunkan monumen untuk pengingat bagi generasi mendatang Indonesia, bahwa pernah terjadi peristiwa kemanusiaan yang tidak diinginkan oleh seluruh bangsa Indonesia tersebut.
  • Ide Blog I-I tersebut tentu tidak dapat memuaskan mereka yang berfaham komunis, namun juga mungkin akan ditolak oleh mereka yang anti komunis. Tidak akan ada titik temu antara kaum komunis dan anti komunis karena keduanya berada dititik ekstrim yang bersebrangan. Bila kita sungguh-sungguh ingin memberikan ketenangan kepada para korban yang merupakan ekses kudeta PKI, maka penghormatan yang sewajarnya dapat diberikan dengan kesadaran persatuan dan kesatuan bangsa. Penghormatan tersebut tentunya tetap tidak berlaku kepada mereka yang terlibat langsung atau aktif dalam PKI karena faktanya PKI melakukan kudeta berdarah. Meskipun dalam dokumen CIA, kudeta PKI tersebut direstui Presiden Sukarno dalam skenario menyingkirkan pimpinan AD, namun melesetnya kalkulasi PKI justru menyebabkan dampak yang besar kepada para simpatisan PKI. 
  • Apabila ingin adil siapa yang harus meminta maaf adalah seluruh keluarga ahli waris dari pimpinan PKI dan Biro Khusus serta keluarga Presiden Sukarno karena merekalah penyebab awalnya. Kemudian berikutnya adalah keluarga Presiden Suharto karena beliaulah yang bertanggung jawab dalam proses pemulihan stabilitas keamanan nasional.  Apakah mereka semua bersedia? Apakah hal itu dapat diwakilkan oleh pemerintah RI saat ini sebagai tanggung jawab moral? Jawabannya TIDAK karena dampaknya adalah pengakuan salah dan benar secara ideologi dan politik. PKI yang jelas-jelas salah baik dari kacamata strategi politik maupun dari kacamata kesetiaan kepada bangsa dan negara tidak dapat diberikan maaf. Bahwa keluarga korban dari kalangan komunis/PKI masih belum merasakan keadilan, maka periksa sungguh-sungguh mengapa dulu PKI melakukan kudeta. Apa yang telah berkembang di Indonesia melalui demokrasi saat ini sudah sangat baik bagi para keluarga PKI dimana litsus sudah dihapuskan dan mereka dapat hidup normal. Apakah hal ini masih belum cukup? Apakah ingin mengulangi sukses PKI di masa lalu dan menghidupkan kembali PKI? 
  • Sekali lagi, para korban adalah ekses dari konflik ideologi dan politik dan hal ini tidak dapat dipisahkan hanya dari kacamata HAM. Para pimpinan PKI tahu persis resiko yang mereka tempuh dengan melakukan kudeta, namun anggota PKI dan simpatisannya tidak tahu. 
  • Saran lain dari Blog I-I, adalah kita semua sebagai bangsa seyogyanya dapat menerima fakta sejarah yang sulit dan menatap masa depan yang lebih baik. Masa depan tersebut jauh lebih penting daripada mengorek-ngorek luka lama yang membangkitkan kembali emosi, permusuhan, dan sikap ingin saling membunuh.   
Mohon maaf bila banyak pendapat-pendapat Blog I-I yang para sahabat Blog I-I pandang kurang pas. Mungkin ada yang menganggap Blog I-I sudah mulai melemah dalam menyikapi simpatisan komunisme yang belakangan mulai bergeliat bangkit. Mungkin ada yang berpendapat Blog I-I tidak peduli masalah HAM, dan lain sebagainya. Bagi Blog I-I, pada akhirnya kita semua akan mati dari generasi demi generasi. Sebagai jaringan Intelijen Nasional dari kalangan masyarakat biasa yang paling tua di Indonesia, Blog I-I fokus pada kejayaan Republik Indonesia dan masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Tidak ada sejarah bangsa di dunia yang tidak diwarnai catatan hitam kemanusiaan, sehingga tidak ada yang perlu dirisaukan dengan catatan sejarah bangsa Indonesia.

Semoga bermanfaat,
Salam Intelijen
Senopati Wirang



Read More »
13.44 | 0 komentar

Rabu, 18 Oktober 2017

Pribumi dan Non-Pribumi


PRIBUMI dan NON-PRIBUMI

Dua tokoh nasional Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti menyampaikan pernyataan yang terkait dengan istilah pribumi, namun mendapatkan reaksi yang agak berbeda. Anies bahkan dipolisikan oleh Gerakan Pancasila didampingi Banteng Muda Indonesia (organisasi sayap PDI Perjuangan) karena ucapannya tersebut, sementara Menteri Susi mendapatkan pujian. Mengapa demikian?


Jawaban paling sederhana adalah karena faktor politik kekuasaan yang melekat pada diri Anies Baswedan sebagai simbol kemenangan politik Islam dan Partai Oposisi menghadapi Partai Penguasa. Posisi Anies Baswedan sangat rawan sorotan dari lawan-lawan politiknya termasuk sejumlah Menteri yang berupaya memangkas wewenang Gubernur Jakarta dengan kebijakan-kebijakannya, misalnya tentang reklamasi Pantai Jakarta yang diduga kuat hanya menguntungkan kelompok tertentu.

Sementara itu, Menteri Susi berada di posisi bagian dari penguasa yang relatif tidak terlalu dapat dikendalikan Partai Penguasa dan memiliki latar belakang bisnis yang sarat pengalaman nyata dalam menghadapi persaingan bisnis dimana para pengusaha "Pribumi" mengalami banyak hambatan dan kesulitan bila dibandingkan dengan pengusaha "Non-Pribumi". Akibatnya Menteri Susi menempuh kebijakan afirmatif mendukung dan mendorong pengusaha Pribumi untuk maju menjadi konglomerat.

Adakah yang salah dengan istilah Pribumi dan Non-Pribumi tersebut? Diskriminasi, rasisme, dan berbagai warna pemahaman dalam dua istilah tersebut begitu kuat dihembuskan. Tetapi tengoklah di hati dan pikiran kita masing-masing, apakah identitas sebagai realita bawaan berpengaruh dalam kehidupan anda sehari-hari. Keberhasilan, sukses, kekayaan, penguasaan sumber-sumber ekonomi bukanlah hal yang terjadi secara ajaib, melainkan melalui proses dan hubungan-hubungan kerjasama serta kerja keras. Tidak mungkin anda seorang diri tiba-tiba menjadi pengusaha sukses ataupun menjadi seorang gubernur atau Menteri. Semua terjadi karena kombinasi keahlian anda dan hubungan anda di dunia sosial ekonomi dan politik. Istilah pribumi harus diakui baik dalam konteks politik maupun ekonomi adalah merujuk kepada sejarah bangsa Indonesia dimana pribumi adalah warga kelas tiga dibawah warga Eropa dan China di masa penjajahan Belanda. Penghinaan tersebut berlangsung sangat lama sehingga tidak dapat segera hilang hanya dengan UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis atau Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan. Apa yang ingin dicapai oleh kedua peraturan tersebut adalah memenuhi keinginan dari mereka yang selama ini dianggap sebagai non-pribumi untuk dapat diperlakukan sama sebagai warga negara. Perlu diketahui bahwa warisan peraturan penjajah kolonial Belanda meninggalkan bom waktu "pembedaan" penduduk dalam aturan Staatblad pencatatan sipil. Meskipun peraturan-peraturan tersebut telah diperbaiki melalui UU Kewarganegaraan dan aturan tentang Catatan Sipil, serta penghapusan berbagai peraturan tentang urusan Tjina (Urtjin), namun dimensi sosial dan realita sosial masyarakat dalam konteks hubungan antara sesama warga bangsa Indonesia masih belum mencapai apa yang diharapkan. Eksklusifitas masyarakat Tionghoa dengan klan marga semakin kuat memperkuat jaringan bisnis masing-masing marga, sementara identitas keIndonesiaan yang misalnya telah ditunjukkan oleh sebagian politisi keturunan Tionghoa masih belum didukung oleh pembauran yang sejak awal Orde Baru telah diserukan oleh para tokoh Tionghoa maupun politisi. Hal ini pula yang menyebabkan kecurigaan terhadap reklamasi pantai Jakarta sangat kuat karena adanya kecurigaan hanya menguntungkan kelompok tertentu.

Apa yang disampaikan baik oleh Gubernur Anies dan Menteri Susi adalah realita yang masih berlangsung di masyarakat Indonesia tentang perlunya meningkatkan kapabilitas rakyat Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dengan kerja keras yang memerlukan dukungan pemerintah. Benar bahwa pemimpin sebaiknya menghindari pernyataan yang kontroversial dan mengundang polemik atau konflik, namun apakah kita dapat menghindari realita kita sehari-hari dari masalah pribumi dan non-pribumi? Silahkan dipikirkan kembali bagaimana sebaiknya bangsa Indonesia melangkah ke depan. Cukupkah kita hanya dengan menanggalkan kata pribumi dan membiarkan bangsa kita menjadi bangsa yang tertinggal, atau cukup yakinkah anda bahwa apa yang tercatat dalam sejarah sebagai non-pribumi yakni ketururnan Tionghoa sungguh-sungguh tidak lagi eksklusif dan membaur secara utuh menjadi bagian bangsa Indonesia? Fenomena masuknya Warga Negara China yang tiba-tiba memiliki e-KTP di sejumlah daerah adalah modus lama di masa lalu. Sudah menjadi kebiasaan sejumlah kalangan Tionghoa untuk tidak melaporkan kematian dan menggunakan data orang mati tersebut untuk pendatang gelap dari China, siapakah mereka? Intelkah? ataukah jaringan keluarga semata?

Catatan tambahan. Apa yang pernah ditempuh BKMC BAKIN adalah hal sangat baik dimana kecurigaan-kecurigaan terhadap komunitas keturunan Tionghoa  dapat dinetralisir. Bahkan tanpa disadari oleh masyarakat, BAKIN adalah otak dari reformasi yang menguntungkan warga Tionghoa. Betapapun besarnya kebencian dan kecurigaan warga Tionghoa terhadap BAKIN di masa lalu, peranan BAKIN sangat sentral dalam mendorong penghapusan diskriminasi. Walaupun hal itu mendapatkan kritikan keras dari senior-senior mantan KOTI G-5, namun BAKIN lah yang menormalkan hubungan RI-RRC (RRT), BAKIN pula yang merestui pembentukan sejumlah gerakan masyarakat Tionghoa dalam perhimpunan seperti PSMTI, INTI, dlsb termasuk yang berdasarkan Marga, serta Partai Politik. Alasannya sederhana, diharapkan suatu saat nanti demokrasi adalah jawaban untuk penghapusan diskriminasi, demokrasi juga akan menjawabnya dimana kesadaran sosial politik yang mengikat tanggung jawab warga negara cukup melalui mekanisme hukum dan sistem politik demokrasi. Apakah BAKIN salah strategi dengan membubarkan  BKMC sehingga saat ini tidak ada lagi komunikasi yang menengahi kecurigaan terhadap warga Tionghoa?

Mari kita lebih terbuka dan berani namun tetap berhati-hati dan berdasarkan fakta dalam menyikapi dinamika sosial, ekonomi, dan politik.

Bila ada yang keliru, mohon koreksi.
Salam Intelijen
Senopati Wirang



Read More »
05.26 | 0 komentar