Minggu, 23 Agustus 2015

Badan Cyber Nasional

Kelemahan Indonesia di bidang cyber security sudah menjadi fakta umum dimana kasus-kasus kejahatan cyber dan dimanfaatkan lokasi/ruang cyber Indonesia untuk kejahatan cyber internasional juga telah terjadi berkali-kali. Setelah Simposium Nasional Cyber Security pada 3-4 Juni yang lalu, komunitas Blog I-I secara sistematis terus mendorong terwujudnya Badan Cyber Nasional yang diharapkan secara strategis akan garda terdepan dalam perlindungan keamanan cyber Indonesia, khususnya dari para pelaku kejahatan cyber pada pada level negara, kelompok, maupun individu yang sekedar iseng melakukan test penyerangan cyber.

Salah satu alasan utama komunitas Blog I-I menganggap cyber security sebagai hal yang sangat penting bagi negara dan bangsa adalah seiring dengan penggunaan teknologi cyber yang semakin meluas di lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat secara luas, maka level kerawanan dari kejahatan cyber juga berkembang. Baik pada aspek perlindungan masyarakat dari kejahatan, maupun perlindungan negara dari aksi-aksi yang bersifat strategis merusak keamanan nasional Indonesia.

Alasan lain yang bersifat fungsi atau keberadaan lembaga-lembaga penanganan cyber adalah lemahnya koordinasi antar lembaga yang memiliki kaitan langsung dengan keamanan cyber Indonesia. Awalnya Blog I-I ingin mendorong pembesaran Lembaga Sandi Negara atau Badan Intelijen Negara yang khusus menanganai cyber security. Namun harapan terhadap kedua lembaga tersebut melemah karena ketiadaan gebrakan ataupun blue print nasional tentang keamanan cyber yang komprehensif. Kedua lembaga tersebut sangat disayangkan bersikap pasif dan kurang inisiatif dalam pengembangan keamanan cyber nasional Indonesia.

Blog I-I tidak perlu mengungkapkan dalam tulisan ini berapa ribu kali sistem keamanan cyber Indonesia diserang. Keamanan cyber masing-masing kementerian tentunya memiliki catatan statistik telah diserang berapa kali dan hal itu tidak atau sangat jarang dikomunikasikan. Keamanan cyber perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta nasional juga mengalami hal yang sama pada skala masing-masing. Pencurian data, penyadapan/intersep komunikasi, hacking, dan lain-lain juga telah terjadi berkali-kali. Kejahatan taransaksi finansial online, pembobolan security transaksi online, penipuan/scam, dan lain sebagainya juga telah menjadi fenomena harian yang mana belum ada lembaga di negeri tercinta ini yang mengembangkan sistem monitoring yang lebih canggih terhadap aksi-aksi kejahatan cyber tersebut.

Baru-baru ini Luhut Panjaitan membantah adanya rencana kerjasama Badan Cyber Nasional Indonesia dengan CIA. Hal ini jelas serangan langsung kepada pribadi Luhut yang dekat dengan Amerika Serikat. Sedangkan Badan Cyber Nasional tetap sangat mendesak bagi kepentingan nasional Indonesia saat ini dan di masa depan.

Perlu kita sadari bersama bahwa kerjasama internasional dalam isu cyber tidak terhindari, dimana baik pada level tukar-menukar informasi maupun kerjasama teknis sangat diperlukan. Khususnya dalam mengungkapkan lokasi dimana kejahatan berlangsung. Dalam dunia cyber datas negara dapat dikatakan "menghilang" karena kejahatan yang bersumber dari suatu negara dapat dengan mudah ditujukan atau dengan target di negara lain, sehingga kerjasama internasional sangat diperlukan dalam penangkapan pelaku kejahatan. Lalu bagaimana bila pelaku kejahatan tersebut negara atau didukung oleh negara? Hal inilah yang bersifat lebih strategis dan harus ditangani secara negara pula, dimana perlindungan terhadap keamanan cyber suatu negara adalah berkaitan dengan kedaulatan negara. Sehingga tidak mengherankan apabila negara sebesar Amerika dan China atau sejumlah negara Eropa mengembangkan Pasukan Cyber dalam arti sesungguhnya. Mereka benar-benar dikomando sebagaimana pasukan yang akan berperang.

Perang di dunia cyber sangat jarang memakan korban jiwa sebagaimana dalam aksi tembak - menembak dalam peperangan. Namun dampak strategisnya sangat besar, misalnya kebocoran pengamanan cyber sistem keuangan, perdagangan, atau industri strategis suatu negara dalam berdampak ekonomi yang melumpuhkan suatu negara yang pada gilirannya menghasilkan kekacauan sosial yang kemudian juga dalam menyebabkan kematian dalam jumlah besar.   
  
Penguatan keamanan cyber memiliki dua sisi, yakni perlindungan keamanan cyber nasional dan kebebasan dan privacy masyarakat Indonesia dalam menggunakan ruang cyber. Ketakutan terjadinya monitoring rakyat Indonesia secara sistematis sebagai terjadi di AS dengan NSA-nya, tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri baik bagi kalangan oposisi pemerintah maupun penggiat/aktivis yang kritis terhadap pemerintah.  Hal ini perlu dilihat bahwa cyber security adalah bagaikan senjata yang digunakan polisi/tentara dimana semua sangat tergantung pada penggunanya, apakah untuk melindungi bangsa atau untuk membunuhi bangsa sendiri?

Janganlah kita cepat apriori atau juga cepat percaya, tetapi bangunlah suatu sistem yang akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan dengan pengawasan yang efektif dari para wakil rakyat. Dimana penyalahgunaan teknologi cyber security untuk melanggengkan kekuasaan, untuk mengawasi rakyat secara tidak sah dapat dicegah. Tetapi hal itu jangan kemudian menjadi penghalang dalam menegakkan kedaulatan negara dan bangsa dalam melindungi dunia cyber Indonesia dari berbagai pihak baik asing, penjahat, maupun penghianat di dalam negeri yang berniat menghancurkan Indonesia Raya di dunia cyber.

Semoga bermanfaat.
Salam Intelijen
Senopati Wirang

Read More »
11.10 | 0 komentar

Minggu, 16 Agustus 2015

Dirgahayu Republik Indonesia




70 Tahun Indonesia Merdeka

Mudah sekali untuk teriak "ayo kerja!"
Semudah menulis kata ayo kerja
Setiap slogan mengandung makna
Seperti kata ajakan ayo kerja
Kepada mereka tidak atau malas kerja 

70 Tahun Indonesia Merdeka

Sudahkah kita bekerja?
Bila sudah, sebaik apa kita bekerja?
Setiap pertanyaan mengandung makna
Seperti tentang bagaimana kita bekerja
Juga apa yang layak yang disebut bekerja

Ayo Kerja!
Seolah rakyat Indonesia tidak bekerja
Seolah rakyat Indonesia malas bekerja
Seolah rakyat Indonesia tidak mengerti bagaimana bekerja
Seolah rakyat Indonesia pecundang dalam bekerja

Bekerja adalah kebutuhan
Baik yang mencari sesuap nasi atau kemewahan 
Baik yang berada di bawah terik matahari atau yang di perkantoran nan sejuk
Baik yang berada di bawah upah minimum atau yang bonusnya miliaran
Bekerja menjadi bagian dari kehidupan 

70 Tahun Indonesia Merdeka

Dalam 70 tahun umumnya sudah terlahir tiga generasi
Generasi 45 tercatat sebagai pejuang kemerdekaan
Generasi Orde Lama dan Baru adalah peletak dasar bangsa dan negara
Generasi Reformasi seharusnya sangat percaya diri memperbaiki bangsa dan negara
Bagaimana mungkin kita malas atau bahkan tidak bekerja? 

Ayo Kerja!
Bila kampanye nasional berkata "ayo kerja"
Berarti kita adalah bangsa yang kurang dalam bekerja
Ataukah kita bangsa yang malas bekerja?
Mungkin kita bangsa yang lemah dalam bekerja
Ataukah kita bangsa yang tidak suka bekerja?

Kerja...kerja...kerja
Telapak tangan kuli angkut sudah sedemikian kasar dan tebal
Kerja...kerja...kerja
Keringat supir angkutan kota, ojek, dan pedagang pasar mengucur
Kerja...kerja...kerja
Suara guru, dosen, dan penceramah sudah semakin parau
Kerja...kerja...kerja
Berbagai profesi pekerjaan senantia bergerak dinamis

Ayo kerja!
7,5 juta pengangguran Indonesia bertanya, dimana? (*)
Ratusan ribu pengangguran baru juga bertanya, dimana? (*)
Melambatnya ekonomi Indonesia merisaukan angkatan kerja
Setiap tahun akan bertambah jutaan angkatan kerja 
Mereka semua ingin bekerja

Ayo kerja!
Bonus demografi angkatan kerja dapat menjadi bencana
Bila setiap tahun angka pengangguran bertambah 
Indonesia tidak lagi mampu tumbuh sesuai rencana
Harapan sejahtera justru menjadi musibah

Ayo kerja!
Bila tiada lapangan kerja, angka kriminal cenderung meningkat
Begal, pencurian, perampokan, penipuan, juga korupsi meningkat

Ayo kerja!
Mudah diucapkan tidak selalu mudah dilaksanakan
Mudah dikampanyekan tidak mudah diwujudkan
Bila anda sudah bekerja bersyukurlah kepada Allah SWT
Bila anda belum bekerja berdo'alah kepada Allah SWT

Ayo kerja adalah sebuah ajakan 
Janganlah tersinggung bila anda belum bekerja
Ayo kerja adalah sebuah refleksi bangsa yang malas
Janganlah tersinggung bila anda sudah bekerja

Sebuah renungan di malam kemerdekaan Republik Indonesia yang tercinta
Semoga memperkuat keyakinan kita sebagai bangsa dalam mewujudkan cita-cita
Mulailah dari diri kita sendiri
Sejak bangun tidur, kita awali hari dengan do'a, semangat dan harapan
Jangan lupa istirahat dan bersikap adil dengan diri dan keluarga kita
Niscaya Indonesia Raya yang kita cita-citakan akan terwujud

Merdeka !
Senopati Wirang


(*) Data Biro Pusat Statistik (BPS) Februari - Maret 2015

Read More »
11.00 | 0 komentar

Jumat, 14 Agustus 2015

Tentang Ide Khilafah ISIS dan Efektifnya Propagada ISIS

Densus 88 Polri, BNPT, BIN, TNI, Kesbangpol Kemendagri, dan berbagai aparat keamanan boleh saja tersenyum lebar dengan semakin terpojoknya kelompok Teroris yang mengatasnamakan Islam di Indonesia. Belakangan bahkan penangkapan terhadap tersangka teroris semakin "mengecil" kepada simpatisan, namun sayangnya target besar seperti kelompok Santoso cenderung kurang serius ditangani dengan alasan persembunyian Santoso di wilayah pegunungan di Poso sulit dijangkau. Semakin lama penanganan kelompok teroris Santoso semakin melemahkan keyakinan publik terhadap keseriusan Pemerintahan Jokowi dalam penanganan ancaman terorisme di tanah air.

Penangkapan demi penangakapan masih terus berlangsung dan terakhir adalah 3 terduga teroris di Solo atas nama Ibadurrahman alias Ali Robani alias Ibad, Yus Kariman alias Yuskarman, dan Sugiyanto alias Giyanto alias Gento. Ketiga terduga teroris tersebut dinyatakan oleh Kapolri telah merencanakan membuat bom dan berdasarkan analisa Polisi kemungkinan target adalah Kuil Buddha Kepunton (pembalasan terkait isu Rohingya), Polsek Pasar Kliwon dan Polisi Surakarta secara umum, gereja di wilayah Surakarta. Dengan adanya bukti-bukti berupa bom rakitan dan sejumlah dokumen terkait ISIS serta bendera, tentunya langkah penangkapan oleh Densus 88 tersebut patut diapresiasi. Namun persoalan yang lebih strategis adalah apakah Densus 88 dan seluruh aparat keamanan akan selamanya melakukan pemburuan demi pemburuan terhadap para terduga teroris yang bagaikan tertangkap satu namun mampu tumbuh lagi karena pengaruh propaganda ISIS.

Diperlukan suatu strategi nasional yang dilaksanakan secara sinergis dari seluruh unsur pemerintah khususnya aparat keamanan dalam mengatasi pengaruh propaganda ISIS yang menyesatkan.

Tentang Propaganda Khilafah ISIS

Khilafah atau sistem politik Kekhalifahan merupakan bagian dari sejarah Islam sejak periode awal kelahiran Islam paska Pemerintahan Negara Islam langsung dibawah komando Rasulullah SAW. Tidaklah mengherankan apabila sebagian umat Islam tetap mendambakan untuk hidup di dalam negara yang menegakkan syariah atau hukum Islam. Apa yang dijabarkan sebagai kehidupan yang Islami bukan hanya bersifat Tauhid dan ahlak individu, melainkan juga mencakup peri kehidupan berbangsa dan bernegara yang tunduk patuh dalam konsep-konsep ajaran Islam. Semakin kita mendalami ajaran Islam maka tarikan untuk menegakkan Islam secara utuh akan semakin kuat. Namun demikian, realita sosial politik dan dinamika nasional dan internasional belum tentu mendukung terwujudnya negara Islam sebagaimana didambakan sebagian besar umat Islam tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksimalkan oleh kelompok radikal khususnya ISIS dalam rangka menyelimuti logika umat Islam dan ditambahkan penekanan tentang kesejatian atau kebenaran hakiki penegakan ajaran Islam hanya dapat terwujud dengan kekuasaan politik yang didukung oleh kekuatan fisik (militer). Hal yang sama sesungguhnya juga dilakukan oleh para penganut faham liberal demokrasi dengan kekuatan militer yang sangat besar, dimana kita sadar ataupun tidak telah berada di dalam cengkeraman sistem yang "ditanamkan" dengan kekuasaan politik dan kekuatan militer yang ditopang oleh sistem ekonomi kapitalis. Argumentasi ini juga digunakan oleh ISIS untuk membangkitkan kekecewaan dan kemarahan umat Islam terhadap sistem yang tidak Islami.

Singkat kata, ISIS lebih menggunakan logika-logika sosial dan politik yang dibenturkan daripada dogma atau doktrin agama yang bersifat dipaksakan. Walaupun ISIS juga menggunakan rujukan kepada Kitab Suci Al Qur'an dan Hadits, namun dalam pelaksanaannya argumentasi yang digunakan adalah logika yang "cukup cemerlang" yang mampu mempengaruhi umat Islam. Sebagai contoh sederhana adalah hukuman pembakaran pilot Suriah yang dijelaskan secara syariah sebagai hukuman Qisas (Al Baqarah 178), dimana nyawa dibalas nyawa. Namun pelaksanaan ekseskusi pembakaran dilakukan berdasarkan penyamaan proses pengeboman yang dilakukan oleh pilot Suriah yang berdampak kepada terbakarnya rumah-rumah dan akibat kematian yang disebabkan oleh api, sehingga Qisas dilakukan dengan membakar tersangka sang pilot. Dalam sistem hukum modern di berbagai negara saat ini, hal itu tidaklah memungkinkan karena umumnya negara demokratis saat ini bahkan memperlakukan penjahat dengan sangat manusiawi dimana hukuman hanya bersifat mengambil kebebasannya saja, yakni umumnya dengan hukuman penjara. Bahkan hukuman mati-pun sudah semakin jarang diterapkan.

Logika-logika propaganda ISIS tampak sangat kuat bukan? bahkan dapat kita pahami. Betapapun "kejam" hukuman-hukuman yang ditempuh oleh ISIS, dengan interpretasi yang sangat mendasar dan sederhana, bagi mereka yang mencoba memahami dan melihatnya dari sisi logika yang dipropagandakan ISIS, maka akan terpengaruh. Sedangkan mereka yang tidak terpengaruh adalah karena melihat dari "kekejaman" atau dari faham hak asasi manusia yang kemudian mencoba membela diri juga dengan interpretasi agama yang bersifat lunak yakni konsep "memaafkan" yang juga diajarkan sebagai sesuatu yang lebih baik dari pada balas dendam.

Konsep memaafkan dan balas dendam tidak dapat dipaksakan satu dengan lainnya. Tampaknya ISIS tahu persis tentang psikologi manusia sehingga tidak khawatir dengan memamerkan kekejaman karena hal itu lebih didorong oleh konsep balas dendam. Tahukah anda betapa menderitanya rakyat Irak dan Suriah baik pada era sebelum penghancuran Irak maupun paska porak-porandanya Irak. Kematian merupakan hal yang biasa dan mayat-mayat sering ditemui yang mana bila kita berada dalam situasi tersebut akan memperkuat konsep dendam dalam hati kita daripada konsep memaafkan. Kondisi kepedihan inilah yang diekspor oleh ISIS untuk dilihat oleh umat Islam di seluruh dunia, betapa tidak adilnya sistem global dalam memberikan kedamaian di hati rakyat Irak. Rakyat Irak disini bukan hanya dari satu kabilah/golongan atau aliran agama. Melainkan seluruhnya yang terpolarisasi dalam kubu-kubu yang bermusuhan baik itu antar kabilah maupun antara Sunni dan Syiah. Permusuhan yang diredam dengan tangan besi oleh Saddam Husein dan kemudian konflik antar kelompok memperebutkan kekuasaan di Baghdad khususnya antara Sunni dan Syiah. Anda boleh menampik argumen ini, tetapi cobalah berkunjung ke Irak dan lakukanlah perjalanan di sejumlah propinsi, anda akan segera merasakan aroma konflik yang sangat kuat.

Untuk memudahkan pemahaman rakyat Indonesia tentang konflik internal rakyat Irak/Suriah, perhatikan konflik Ambon (Islam-Kristen), Poso (Islam-Kristen), dan Kalimantan (Dayak-Madura), dalam skala yang jauh lebih kecil ada kemiripan sentimen permusuhan yang telah menumpahkan darah dalam konflik-konflik tersebut. Namun karena sistem organisasinya masih lokal dan tidak ada campur tangan internasional, maka dapat diatasi oleh Pemerintah Indonesia. Seandainya TNI-Polri-BIN lemah maka, Indonesia sudah lama hancur dalam konflik antar golongan.

Kembali kepada propaganda khilafah ISIS, apa yang ditawarkan ISIS adalah kehidupan yang Islami dengan klaim sebagai satu-satunya sistem politik Islam yang mendekati kondisi periode awal sejarah Islam. Namun yang dilupakan oleh mereka yang berhijrah ke wilayah ISIS adalah justifikasi kepemimpinan khilafah dan hal ini merupakan masalah krusial dari seluruh sistem politik di dunia, yakni bagaimana seseorang atau sekelompok orang diberikan hak/mandat untuk memimpin atau menjadi khalifah. Bila sistem kepemimpinan dalam ISIS bersandar pada figur Al Baghdadi dan segelintir kepecayaannya, maka kematian Al Baghdadi akan mengakhiri kejayaan ISIS, namun bila sistem politik yang dibangun solid, maka dapat mengimbangi sejarah lahirnya Negara Islam Iran dengan konsep revolusi dan kepemimpinan para Imam Syiah. Tentunya itu semua harus didukung kekuatan militer yang mampu menjaga teritori yang diklaim. Perhatikan baik-baik bahwa ketika seorang warga negara Indonesia  berbai'at kepada ISIS, sesungguhnya dia belum tahu persis apa yang menantinya. Dia mulai hidup dalam dunia "bayangan" tentang khilafah Islam dan "merasa" menjadi bagian dari perjuangan Islam. Dia lupa dengan realita Islam Indonesia dan perjuangan umat Islam Indonesia sejak ratusan tahun silam yang pernah terwujud dengan Kerajaan Islam di Nusantara seiring dengan melemahkan Kerajaan Buddha dan Hindu-Siwa terakhir. Kelemahan orang Indonesia dalam memahami dirinya dan sejarahnya membuat karakter bangsa yang lemah dan mudah terpengaruh serta kurang percaya diri. Akibatnya propaganda "apapun" sesungguhnya mudah diserap oleh orang Indonesia.

Counter Propaganda ISIS

Pemerintahan Orde Baru menempuh kebijakan tangan besi terhadap perjuangan umat Islam Indonesia dan dapat dikatakan berhasil secara taktis. Namun secara strategis jangka panjang, periode Orde Baru justru menjadi masa inkubasi gerakan radikal Islam yang terus diwariskan ke generasi muda serta menemukan momentumnya saat kejatuhan Orde Baru. Hal itu terbukti dengan serangkaian serangan terorisme, bom, dan maraknya aksi-aksi anarkis mengatasnamakan Islam. Kebijakan Orde Baru bahkan memarjinalkan organisasi massa Islam dari ranah politik, sehingga kekecewaan semakin mendalam dan pada titik ekstrim melahirkan kembali cita-cita negara Islam dan penegakkan syariah baik oleh oranisasi Islam yang radikal maupun moderat.

Penyakit marjinalisasi Islam era Orde Baru sudah berakhir dan sekarang Islam Politik mampu eksis dalam panggung nasional dan menjadi penyambung lidah umat Islam dalam mendorong kebijakan negara yang baik terhadap umat Islam. Namun ternyata hal itu dipandang belum cukup oleh kelompok Islam yang beranggapan memperoleh semua atau tidak sama sekali atau tanpa kompromi. Mereka kemudian mencari rujukan ke Timur Tengah dan menemukan perjuangan di Afghanistan, Pakistan, Irak, Suriah, Yaman, dll yang menjadi justifikasi "perjuangan" lebih lanjut.

Singkatnya propaganda ISIS sangat mengena kepada kelompok Islam radikal yang tidak berhasil memperoleh dukungan umat mayoritas dan akhirnya mereka dengan mudah tunduk dan berbai'at kepada Al Qaida dan sekarang ISIS, bahkan kemudian membangun gerakan di Indonesia yang sebenarnya boleh dikatakan sebagai "tindakan" dari frustasinya suatu perjuangan yang ternyata menghadapi realitas kekuatan multikultural Indonesia dan kekuatan negara dan bangsa Indonesia yang saat ini mengadopsi sistem demokrasi yang memberikan ruang komunikasi kepada semua agama di ranah politik/kekuasaan.

Counter propaganda ISIS tidak dapat dilakukan hanya dengan seminar-seminar BNPT atau kunjungan ke pesantren-pesantren. Isi counter propaganda ISIS juga tidak hanya menjelaskan kesesatan ISIS dari sudut pandang syariah karena perdebatan ini akan berlangsung panjang. Perlu dimulai pendalaman informasi tentang hakikat kelompok ISIS dan penyusunan argumentasi yang logis dalam menolak propaganda ISIS. Selain itu, bendera/ar-raya warna hitam sesungguhnya dalam sejarah merupakan simbol perlawanan Pemerintahan Bani Umayyah ketika pemerintahannya dipandang sudah terlalu korupsi. Selain itu, perlu diingat bahwa bendera hitam identik dengan Islam Sunni sedangkan bendera putih identik dengan Islam Syiah dalam sejarah konflik Sunni-Syiah di Timur Tengah.  Tentunya diperlukan kecerdasan luar biasa dalam mengakomodasi simbol-simbol sejarah perjuangan Islam yang dibajak oleh aliran yang menggunakan jalan kekerasan.

Manusia hidup dalam jangkauan pemahaman diri pribadi masing-masing, hal ini mudah dimanipulasi oleh propaganda dan dapat melahirkan keyakinan. Oleh karena itu, counter propaganda seyogyanya tidak pernah berhenti melainkan secara terus-menerus dilakukan. Walaupun aparat keamanan dinilai berhasil dalam menangkapi terduga teroris, namun hal itu bagaikan penanganan yang bersifat parsial dan taktis. Operasi keamanan perlu diimbangi dengan pemberian pemahaman yang utuh dan logis tentang fenomena ISIS. Meskipun hal ini tidak mudah, namun di Indonesia sudah banyak kalangan akademisi yang secara serius mendalami dan memahami masalah ini dan dapat dimaksimalkan dengan menyusun strategi nasional mencegah faham ISIS yang kemudian dijadikan pegangan bagi seluruh pemangku kepentingan di tanah air.

Semoga bermanfaat
SW

Read More »
03.33 | 0 komentar

Kamis, 13 Agustus 2015

Sedikit menyingkap kabut masa depan RI paska reshuffle kabinet Jokowi

Intelijen bahkan masyarakat biasa yang rajin baca koran atau berita internet sudah paham tentang pengaruh eksternal yang berdampak kepada perekonomian Indonesia. Devaluasi Yuan - China, rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve - AS, situasi krisis Yunani dan kebijakan Uni Eropa, menurunnya pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging dalam kelompok BRIC seperti Brazil Russia, India, dan China, serta non-BRIC termasuk Indonesia, Filipina, Peru, Thailand, dan beberapa negara selevel lainnya. Semua itu, dapat saja dengan mudah dijadikan alasan utama melemahnya Rupiah, tidak tercapainya target pertumbuhan, kelesuan perdagangan internasional Indonesia, berkurangnya investasi asing, dan lain sebagainya yang kemudian secara perlahan menggerogoti keyakinan masyarakat Indonesia tentang kondisi perekonomian nasional. 

Apakah benar hal itu merupakan tantangan atau persoalan terbesar yang dihadapi perekonomian Indonesia?Komunitas Blog I-I dalam diskusi tertutup yang dilakukan bersama para sesepuh Intelijen yang telah mengumpulkan berbagai informasi analisa ekonomi, paper dari sejumlah konsultan internasional, dan artikel-artikel analisa ekonomi media terkemuka di dunia, ingin berbagi hasil diskusi tersebut kepada seluruh komunitas intelijen dan masyarakat Indonesia sebagai bacaan alternatif yang semoga dapat memotivasi kita semua bekerja lebih keras lagi, sbb:
  1. Benar bahwa pengaruh eksternal sangat kuat dan bahkan dapat dikatakan mencapai level ancaman yang signifikan, sehingga langkah-langkah strategis kebijakan ekonomi Pemerintahan Jokowi harus benar-benar ditangani oleh ahlinya. Dalam kaitan ini, pengangkatan Sdr. Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian dapat dikatakan dapat memberikan harapan lebih baik seandainya seluruh Kementerian dan Lembaga yang berada dibawah koordinasi Sdr. Darmin dapat bersinergi dan bekerja lebih keras lagi. Dengan kemampuan dan pengalaman yang lengkap, secara teori Sdr. Darmin akan dapat menyusun strategi ekonomi yang menyelamatkan perekonomian nasional Indonesia. Perkiraan Blog I-I, kebijakan Sdr. Darmin akan cenderung hati-hati dan tidak agresif, sehingga rakyat Indonesia perlu menunggu hasilnya setidaknya dalam 6 bulan ke depan baru akan mulai terasa.
  2. Janganlah lupa, bahwa ditengarai terjadi suatu "kesengajaan" dari pihak-pihak yang berusaha mengambil keuntungan dari situasi yang masih terus berkembang terkait pengaruh eksternal terhadap Indonesia. Kita semua mengerti bahwa pasar memiliki logika sendiri, terlebih dengan sistem yang bebas sehingga upaya-upaya pengendalian/pengawasan akan cenderung gagal terlebih karena Indonesia sudah menganut sistem pasar bebas. Baik itu sektor jasa keuangan, komoditi, dan berbagai bentuk perdagangan, akan selalu memperhatikan dinamika yang berada di sekelilingnya. Apabila Pemerintahan Jokowi paska reshuffle kabinet masih saja mengalami masalah komunikasi dan berbagai kebijakan tampak amatiran karena lemahnya otoritas dan kepastian eksekusi kebijakan, maka kita akan menyaksikan keterpurukan lebih lanjut karena ketidakmampuan leadership dari Pimpinan Nasional Indonesia.
  3. Pengangkatan Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menkopolhukam yang konon direstui merangkap jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan oleh Jokowi semakin memperjelas betapa besarnya pengaruh Luhut terhadap Presiden. Bahkan Wapres Jusuf Kalla pernah menyatakan bahwa Seskab akan mengambil alih Kantor Staf Kepresidenan, hal ini mencerminkan ketiadaan komunikasi yang baik antara Wapres dan Presiden. Walaupun Jokowi kemudian menjelaskan rangkat jabatan Luhut sementara, tampak bahwa JK berupaya mendorong dileburnya Kantor Staf Kepresidenan dibawah Seskab. Apabila buruknya komunikasi ini terus berlangsung maka, sebaiknya rakyat Indonesia bersiap-siap untuk kecewa lagi dengan dinamika yang akan terjadi di masa mendatang. Polarisasi kekuasaan eksekutif menjadi Presiden (Jokowi-Luhut) --- (Wakil Presiden) JK --- (Partai Penguasa) Megawati-PDI-P dapat dijelaskan dalam kerangka tingkat kepercayaan antara satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang berulangkali dibantah, namun tidak juga diselesaikan dengan baik demi bangsa dan negara Indonesia Raya. Diperkirakan, Luhut akan semakin dominan dalam kebijakan Polhukam dengan berbagai strategi yang belum tentu untuk kemaslahatan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini kurang sehat bagi demokrasi dan pemerintahan, karena kita akan menyaksikan "konflik" terselubung dalam pemerintahan Jokowi yang akan terus berlanjut karena rendahnya saling percaya di dalam tubuh Pemerintah. Hal ini tidak signifikan, namun akan terus mewarnai pemberitaan, sehingga bila ingin lebih baik perlu dilakukan peningkatan saling pengertian di antara elit-elit penguasa Pemerintahan Jokowi, khususnya terkait dengan upaya meredam polarisasi kekuasaan eksekutif.
  4. Seskab baru Pramono Anung jelas jauh lebih baik dari pada Andi Widjajanto. Kedewasaan berkomunikasi dalam dunia politik sangat diperlukan khususnya antara Pemerintah dan DPR. Namun demikian, hal ini juga bukan jaminan. Sepanjang masih tajamnya "konflik" KIH - KMP, perpecahan parpol karena tarik-menarik kepentingan para tokoh politik tidak kunjung selesai, maka suasana yang sudah terlanjur tidak kondusif sejak awal akan terus diwarnai oleh seni saling mempengaruhi, kritik pedas, saling jegal, dan pencitraan. Sehingga efektifitas kerja DPR maupun pemerintah akan jauh lebih rendah dari periode sebelumnya. Hal itu, pada gilirannya juga akan menghambat upaya perbaikan ekonomi nasional Indonesia. Logika para elit politik berbeda dengan umumnya rakyat yang menghendaki ketentraman dan kesejahteraan. Elit politik pada dasarnya adalah petarung ideologi dan konsep untuk memajukan bangsa serta kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga diperlukan kepiawaian dalam mengelola hubungan-hubungan politik baik yang dilandasi oleh itikad baik, kepentingan, maupun kompromi. Tantangan ini cukup berat apabila hanya disandarkan kepada Seskab, karena persoalan juga muncul dari perilaku/sikap Menteri dan sejumlah anggota DPR yang cenderung konfliktis. Diramalakan ke depan perbaikan komunikasi akan terjadi, namun tidak berarti akan tercipta sinergi atau minimal saling memahami dalam waktu singkat.
  5. Rizal Ramli cukup berpengalaman dan memiliki karakter yang agak kontroversial namun berani. Rencananya melakukan perubahan Kemenko Bidang Kemaritiman menjadi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya diperkirakan akan menyita waktu setidaknya tiga bulan walaupun hanya menambah dua bidang dalam jajarannya. Ujian terberat bidang kemaritiman bukan terletak pada mega proyek yang ambisius, namun lebih kepada perbaikan-perbaikan segera dari berbagai persoalan yang berada dibawah koordinasi Menko Kemaritiman. Kurangnya perhatian Pemerintah pada sektor maritim, telah menyebabkan akumulasi persoalan yang sangat banyak, sehingga kita patut memperhatikan prioritas yang akan diambil oleh Rizal Ramli. Diperkirakan akan terjadi beberapa terobosan yang lebih berani, namun hal ini juga belum menjamin terselenggaranya pembangunan sektor maritim Indonesia yang lebih baik. Semoga Rizal Ramli tidak hanya berfikir taktis untuk periode jabatannya, melainkan juga mempersiapkan blue print strategis jangka panjang agar pada pemerintahan selanjutnya Kemenko Kemaritiman tidak dibubarkan karena perbedaan konsep pembangunan.
  6. Bappenas sangat strategis dan merupakan think tank strategi pembangunan Pemerintah Indonesia. Pergeseran Sofyan Djalil menggantikan Andrinof Chaniago diperkirakan tidak akan banyak merubah kinerja Bappenas, karena sesungguhnya Bappenas bagaikan mesin think tank akan akan terus melaju dengan konsep dan gagasan serta strategi. Apa yang dibutuhkan Bappenas adalah kepemimpinan yang handal dengan ide-ide cemerlang. Pegawai Bappenas dinilai memiliki kemampuan dan latar belakang pendidikan yang tinggi dibandingkan kementerian lain, secara teori akan mudah memimpin orang-orang pintar di Bappenas. Apabila Sofyan Djalil mampu melihat potensi Bappenas dan mengembangkannya, tidak tertutup kemungkinan hal ini justru menjadi kunci lahirnya kebijakan-kebijakan yang dapat memperbaiki kondisi perekonomian nasional Indonesia.
  7. Pergantian posisi Mendag dari Rachmat Gobel ke Thomas Lembong diperkirakan akan lebih berdampak kepada kebijakan-kebijakan yang lebih kompromis dengan eksportir-importir khususnya terkait pangan. Thomas Lembong sebagai tokoh "penasihat ekonomi" Jokowi dibalik layar tampaknya diberikan kesempatan oleh Presiden untuk membuktikan apakah dirinya akan lebih baik dari Mendag pendahulunya. Mengawali posisi Mendag dengan situasi perekonomian yang sedang melemah tentunya tidak mudah, namun jauh lebih susah lagi menghadapi mafia-mafia impor yang tampaknya telah menekan dilakukannya pergantian posisi Mendag.   
  8. Secara umum, komunitas Intelijen Blog I-I menilai kabut masa depan RI masih akan tetap gelap  dan abu-abu karena faktor eksternal yang sangat kuat. Namun demikian, leadership yang baik akan mampu menyibakkan kabut tersebut. Reshuffle kabinet memberikan harapan yang harus didefiniskan sebagai "buying time" kesabaran rakyat Indonesia yang ingin melihat performa Pemerintah yang lebih baik.
  9. Kuncinya adalah Jokowi jadilah anda Presiden yang sesungguhnya jangan tergantung pada Luhut Panjaitan dan perhatikan serta perlakukan Wakil Presiden dan jajaran Menteri anda sebagaimana sepatutnya. Berikan pengarahan dan kepercayaan penuh kepada Menteri-Menteri anda, reshuffle seyogyanya hanya kepada mereka yang tidak perform atau yang menghianati anda serta bukan karena bujuk rayu atau tekanan. Perbaiki kepemimpinan yang benar-benar memimpin, bukan rapopo, menyimpan amarah, atau sewenang-wenang bak raja Jawa. Kepada para Pembantu Presiden, anda bukan hanya membantu Presiden tetapi anda juga memiliki peranan yang sangat penting untuk rakyat Indonesia, janganlah teralu banyak berpolitik atau berandai-andai. Bekerjalah yang terbaik untuk bangsa dan negara dalam mewujudkan kemakmuran Indonesia Raya.
  10. Akhir kata, hasil diskusi ini dapat dibuktikan benar dan salahnya di kemudian hari, serta mohon maaf sekiranya ada pihak-pihak yang kurang berkenan. 
Semoga bermanfaat,
Senopati Wirang
  

Read More »
11.29 | 0 komentar

Rabu, 12 Agustus 2015

Rekrutmen 1000 Agen BIN?

Sejak awal Kepala BIN Sutiyoso mengungkapkan rencana rekrutmen 1000 agen BIN dalam rangka memenuhi kebutuhan personil BIN, komunitas Blog I-I telah merasakan kejanggalan yang luar biasa yang awalnya akan disampaikan langsung secara tertutup kepada BIN, namun kemudian setelah dipikir-pikir akan lebih baik menjadi konsumsi publik yang juga diketahui Presiden dan DPR agar semua pihak mengerti lebih dalam kebutuhan intelijen sesungguhnya.

Berikut ini analisa Blog I-I mengenai kebutuhan Intelijen Indonesia, khususnya BIN terkait masalah personil.

Pertama. Sejalan dengan UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara pada Bab II, peran, tujuan, dan fungsi Intelijen Negara pada prinsipnya mengacu kepada empat kata kunci yakni ancaman, peringatan, keselamatan, dan keamanan. Intelijen Negara memiliki peran sebagai ujung tombak dalam deteksi dini dan cegah dini terhadap segala bentuk ancaman. Dari deteksi terhadap ancaman tersebut, Intelijen Negara menghasilkan produk analisa baik yang bersifat taktis maupun strategis berupa peringatan dini yang memasukan elemen perkiraan kemungkinan yang akan terjadi. Tujuan dari proses deteksi ancaman dan pembuatan analisa perkiraan yang bernuansa peringatan kepada Pemerintah tersebut tidak lain adalah keselamatan bangsa dan keamanan Negara.

Kedua. Upaya Pemerintahan di seluruh dunia dalam melindungi bangsa dan negaranya dari ancaman baik dari dalam maupun luar negeri tidak dapat dilepaskan dari keberadaan organisasi intelijen. Upaya yang paling ekstrim berbentuk Negara Polisi-Intel, yakni suatu Pemerintahan membangun struktur intelijen yang biasanya menjadi satu dengan fungsi polisionil yang menjalankan tugasnya berdasarkan hukum draconian (hukum yang keras meskipun terhadap kejahatan ringan, umumnya terjadi pengunaan kekuatan yang berlebihan oleh Polisi dan Intelijen berupa surveillance, pembatasan kebebasan warga Negara, dan penangkapan tanpa proses hukum yang jelas). Negara-negara yang demokratis pada umumnya berupaya untuk berada dalam keseimbangan antara melindungi keamanan Negara dan kebebasan warga negaranya. Dalam kaitan ini, Badan Intelijen Negara (BIN) telah melalui serangkaian sejarah perubahan/reformasi sejak 1998 dan salah satu dasar perubahan yang paling signifikan adalah disahkannya UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Meskipun UU tentang Intelijen Negara relatif belum terlalu lama, namun tuntutan publik, khususnya para pemangku kepentingan baik di eksekutif maupun legislatif sangat tinggi, yakni BIN harus mampu menciptakan kondisi Negara yang aman dalam rambu-rambu hukum dan prinsip demokrasi.

Ketiga. Dalam rangka peningkatan kualitas laporan intelijen tidaklah berlebihan apabila BIN memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah yang mencukupi jangkauan wilayah operasinya. Sebagaimana telah diperintahkan oleh Presiden RI kepada Pimpinan BIN untuk mencapai target merekrut 1000 anggota baru dalam waktu 1 tahun, maka upaya rekrutmen tersebut telah menjadi bagian dari rencana kerja BIN setahun ke depan. Selain itu, Pimpinan BIN juga telah menjanjikan keterbukaan dan akan melibatkan partisipasi masyarakat.

Keempat. Salah satu alasan dari mendesaknya rekrutmen anggota BIN dalam jumlah besar adalah pelaksanaan Pilkada serentak yang akan berjalan dalam tiga gelombang yang rencananya dimulai pada bulan Desember 2015. Dalam kaitan itu, keterbatasan jumlah personil BIN yang beroperasi di Binda-Binda telah menyebabkan tidak terpenuhinya seluruh kabupaten/kota terisi dengan anggota BIN yang bertugas menjadi mata telinga melakukan deteksi terhadap setiap potensi ancaman. Jumlah daerah otonom (provinsi, kabupaten/kota) menurut data Kemendagri tahun 2014 telah mencapai 542 daerah. dan akan terus bertambah seiring dengan aspirasi pemekaran dan dalam rangka peningkatan efektifitas pembangunan di daerah.

Kelima. Alasan lain dari kebutuhan personil BIN adalah terkait pada luasnya tanggung-jawab dan ruang lingkup operasi yang diberikan kepada BIN dalam melindungi keselamatan bangsa dan keamanan Negara. Merujuk kepada UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen pasal 7, ruang lingkup Intelijen Negara meliputi Intelijen dalam negeri dan luar negeri; Intelijen pertahanan dan/atau militer; Intelijen kepolisian; Intelijen penegakan hukum; dan Intelijen kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian. Kemudian pada pasal 10 tersurat dengan jelas bahwa BIN adalah penyelenggara Intelijen dalam negeri dan luar negeri. Dalam kaitan itu, penyelenggaraan Intelijen dalam negeri dan luar negeri berkaitan dengan wilayah operasi dan bukan gatra atau substansi, sehingga gelar operasi rutin intelijen dengan sendirinya memerlukan jumlah personil yang mencukupi jangkauan wilayah operasi intelijen BIN.

Keenam. Meskipun secara logika penambahan anggota dan peningkatan anggaran BIN akan meningkatkan kualitas laporan intelijen dan memperkuat BIN, namun hal ini juga menyimpan sejumlah tantangan dan persoalan yang perlu diantisipasi. Beberapa tantangan dan persoalan tersebut antara lain sebagai berikut:

  • Peningkatan jumlah anggota BIN akan menghasilkan peningkatan jumlah laporan rutin yang masuk ke Kantor Pusat melalui Sistem Informasi Intelijen (SII). Hal ini akan berdampak kepada tuntutan peningkatan ketelitian dan keahlian analisa ancaman yang semakin tinggi dari analis BIN dalam menentukan prioritas produk laporan yang akan diangkat kepada Pimpinan. Sementara itu, pada level taktis di lapangan, diperlukan insting intelijen yang sangat tajam dari unsur Pimpinan Binda dan staf analisa dan evaluasi untuk menyampaikan saran tindak sesuai dengan kondisi di lapangan. Dalam keadaan khusus, bahkan laporan secepat-cepatnya harus diterima Pimpinan di Jakarta untuk memperoleh instruksi agar Binda dapat bergerak dalam koordinasi dengan aparat terkait khususnya Kepolisian dan TNI dalam rangka mencegah terjadinya insiden keamanan yang berdampak nasional. Dalam kaitan ini, sesungguhnya tanggung-jawab BIN sesuai dengan Undang-Undang tentang Intelijen Negara adalah berhenti sampai penyampaian informasi dan analisa intelijen. Sementara itu, pelaksanaan pencegahan insiden keamanan berupa pengamanan fisik dan tindakan penegakan hukum berada di luar wewenang BIN. 
  • Salah satu penyakit terbesar dalam pembuatan laporan intelijen adalah duplikasi (laporan yang sama) dan redundansi (laporan yang berlebih tidak diperlukan). Sistem pelaporan yang bertingkat dari petugas lapangan hingga akhirnya sampai kepada Kepala BIN dan kemudian dilaporkan kepada Presiden secara teori sudah cukup dari sisi pemilihan prioritas, penyaringan, dan proses analisanya. Salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya yang menyampaikan laporan. Hal ini menuntut keluasan wawasan intelijen, kecakapan analisa, dan komunikasi antar unit sehingga duplikasi dan redundansi dapat dihindari. 
  • Setiap daerah atau wilayah operasi baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki karakter yang berbeda-beda, sehingga rekrutmen putra daerah sudah tepat. Meskipun demikian, hal itu belum cukup karena selain karakter daerah, perlu juga diperhatikan aspek sejarah dan dinamika sosial-politik yang menyebabkan suatu daerah memiliki level ancaman yang lebih tinggi daripada daerah yang lain. Dalam kaitan ini, tantangan dari peningkatan jumlah anggota BIN adalah pada rencana penyebaran yang tepat sasaran. Penyebaran anggota BIN yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya fenomena ketiadaan informasi intelijen atau laporan yang sifatnya asal ada saja. Dinamika yang sangat cepat di berbagai daerah juga menuntut kesiapan anggota untuk bergerak dari satu daerah ke daerah lain yang berdekatan sebagai tenaga tambahan guna melakukan pengecekan lapangan secara langsung. 
  • Setiap anggota BIN tentunya memiliki harapan untuk dapat berkarir dalam profesinya sebagai intelijen. Sistem jenjang karir yang saat ini berjalan cenderung “memaksa” anggota BIN di daerah untuk menerima kenyataan sempitnya ruang promosi karena keterbatasan posisi di Binda, sehingga jabatan fungsional menjadi pilihan. Dengan terjadinya pertumbuhan jumlah anggota yang besar, tidak tertutup kemungkinan akan mendorong membesarnya ketidakpuasan dari anggota yang merasa tidak memiliki masa depan dalam berkarir. Hal ini khususnya kepada mereka yang berlatar belakang pendidikan Sarjana dan Pasca Sarjana. 
  • Meskipun BIN akan merekrut 1000 anggota baru atau bahkan dua hingga tiga kali lipat, hal itu tidak akan menjamin terselenggaranya sistem pengumpulan informasi intelijen yang cepat dan tepat tanpa dilengkapi kemampuan membuat jaring informasi. Hal ini menjadi tantangan dalam menentukan karakteristik calon anggota BIN yang dibutuhkan dan pelatihan yang tepat sasaran yang melahirkan anggota BIN yang mampu membentuk jaringan informasi intelijen di wilayah operasinya. Hal ini terkait erat dengan akses informasi, daya penetrasi terhadap sasaran, dan akurasi informasi. 
  • Bertugas di suatu daerah/wilayah akan membuat anggota BIN lama-kelamaan dikenal, setidaknya di dalam komunitas intelijen karena eratnya koordinasi. Selain itu, boleh jadi anggota BIN bahkan memiliki eksistensi samar maupun nyata di tengah-tengah masyarakat. Kondisi tersebut membuka kerawanan bagi anggota BIN di daerahnya dalam melakukan operasi klandestin bila diperlukan. Sehingga dalam kondisi khusus, operasi klandestin sebaiknya dilakukan oleh Tim lain yang khusus dipersiapkan dengan persiapan yang matang. Anggota BIN yang tugasnya bersifat tetap di suatu wilayah sebaiknya melakukan pemantapan sistem pengumpulan informasi baik tertutup maupun terbuka yang kemudian menjadi bagian dari monitoring dan analisa rutin harian, mingguan, dan bulanan. Sementara operasi dengan target khusus jangan dibebankan kepada anggota yang bertugas di wilayah sasaran. 
  • Peningkatan jumlah anggota BIN secara positif dapat meningkatkan kinerja organisasi karena akan berdampak pada peningkatan persaingan yang sejalan dengan sistem tunjangan kinerja aparatur sipil Negara. Namun di sisi lain juga membuka potensi terjadinya konflik karena persaingan yang tidak sehat, oleh karena itu perlu ditekankan pentingnya jiwa korsa, kode etik intelijen, dan profesionalisme yang menjiwai perilaku anggota BIN. Selain itu, peningkatan jumlah anggota BIN juga menuntut adanya sistem pengawasan dan penegakkan disiplin anggota yang lebih kuat dalam rangka menjaga kredibilitas BIN. Dalam kaitan ini, diperkirakan peranan Inspektorat BIN juga akan meningkat seiring dengan tuntutan perkembangan organisasi.

Ketujuh. Anggaran BIN yang hanya mencapai 2 triliun lebih sesungguhnya sangat kecil bila dihadapkan dengan kebutuhan keamanan nasional Republik Indonesia yang sangat luas cakupannya. Terlebih apabila Pemerintahan Jokowi tampak berupaya menggeser peranan BIN untuk semakin luas dengan mengumpulkan informasi terkait proses pembangunan ekonomi di seluruh wilayah RI. Spesialisasi atau kekhususan untuk keamanan yang bersifat strategis mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara menjadi cenderung taktis untuk mengamati detail persoalan di daerah-daerah termasuk kemacetan pembangunan. Bahkan permintaan 10 triliun oleh Kepala BIN Sutiyoso-pun akan tetap kurang apabila harus menjadi lembaga yang mengetahui setiap denyut persoalan di seluruh penjuru Indonesia Raya.

Kedelapan. Dari dasar hukum, analisa personil dan potensi positif serta negatif dari rekrutmen anggota BIN dalam jumlah besar, dapat dicermati bahwa rekrutmen 1000 anggota baru bukanlah obat ajaib yang tiba-tiba akan menjadikan BIN sebagai lembaga intelijen yang tangguh. Terlebih apabila operasi kegiatannya fokus kepada keamanan dalam negeri (inward looking). Blog I-I meramalkan bahwa BIN akan menjadi lembaga yang gendut dan tidak efektif serta terjadi tumpang tindih kegiatan yang melahirkan duplikasi laporan intelijen dalam jumlah yang masif. Mengapa demikian? Karena intelijen bukan pabrik yang memproduksi laporan, juga bukan perusahaan media dengan pasukan wartawan profesional yang memperjuangkan berita faktual dan aktual untuk publik. Intelijen adalah elit intelektual yang mampu memperoleh informasi intelijen dan menganalisanya secara khusus untuk dapat menjadi bahan pertimbangan Pimpinan Nasional RI. Intelijen tidak memerlukan ribuan personil untuk menginteli rakyat Indonesia, Intelijen seharusnya melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar mampu merangkul jutaan rakyat Indonesia untuk mengobarkan semangat persatuan dan kesatuan dalam persaudaraan Indonesia Raya. Kemampuan intelijen yang mencakup intelektual yang tinggi (pendidikan formal), karakter pribadi yang kuat dan menarik, serta kreatifitas dan seni berkomunikasi yang tinggi akan menjadikan lembaga intelijen menjadi tangguh.

Kesembilan. Apabila alasan rekrutmen anggota baru BIN adalah Pilkada, maka akan lebih tepat apabila Intelijen Polri yang dibesarkan karena terkait dengan pencegahan kerusuhan, pengendalian massa, dan penegakkan hukum.

Kesepuluh. Perhatikan kasus pembakaran Masjid di Tolikara. Apakah hal itu kegagalan intelijen dalam mengumpulkan informasi ataukah kegagalan antisipasi aparat keamanan secara umum? Informasinya cukup terang-benderang sudah tersedia, bahwa ada potensi konflik dari terjadinya dua acara keagamaan yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Kemudian ada surat edaran, kemudian ada desas-desus "pelarangan," ada sedikit intimidasi, ada jaminan keamanan, ada pengerahan aparat keamanan, ada kerumunan, dst...dst. Jelas bahwa prosedur rencana pengamanan dan upaya-upaya pencegahan boleh dikatakan kurang maksimal, sehingga terjadilah insiden yang sudah dapat diperkirakan akan terjadi. Artinya apa yang dibutuhkan oleh dunia intelijen Indonesia, baik BIN, Polri, dan TNI bukan pada jumlah personil yang akan disebar di seluruh nusantara untuk menginteli rakyat Indonesia, melainkan kemampuan menganalisa dan mempersiapkan rencana pengamanan atau kebijakan-kebijakan baik pada level daerah maupun nasional guna mencegah atau mengantisipasi terjadinya insiden keamanan yang mengganggu perjalanan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

Kesebelas. Apabila alasan sesungguhnya adalah politisasi BIN agar "semakin tangguh dalam mengawal Kekuasaan Presiden," maka hal ini adalah kekeliruan terbesar paska reformasi. BIN yang telah berada di jalur yang benar dengan profesionalisme dan netralisme dalam politik nasional seyogyanya tidak terjebak dengan angan-angan menjadi lembaga super yang menjamin kekuasaan Presiden. Walaupun Presiden adalah single client BIN, namun BIN bukan pengawal pribadi Presiden. BIN adalah mata dan telinga bangsa dan negara yang menyampaikan masukan (intelijen) secara obyektif dengan analisa yang tajam demi Negara dan Bangsa.

Demikian masukan dari Komunitas Blog I-I, semoga bermanfaat.

Salam Intelijen,
Senopati Wirang 

Read More »
01.21 | 0 komentar