Kamis, 24 Desember 2015

Bisnis Terorisme

Di hari perayaan Natal serta sebelumnya Maulid Nabi Muhammad SAW, komunitas Blog I-I menyampaikan ucapan selamat merayakan kepada sahabat Blog I-I yang merayakannya. Sungguh sayang karena liburan akhir tahun 2015 dan menjelang tahun baru 2016 ini, bangsa Indonesia dibayang-bayangi oleh ancaman terorisme. Sungguh juga sangat disayangkan bahwa negara tetangga Australia juga menambahkan bobot ancaman tersebut dengan gosip ISIS incar Indonesia. Sebuah gosip tidak bermutu yang telah dipahami dengan baik oleh aparat keamanan Indonesia. Mohon maaf sebelumnya bila suasana liburan ini kurang tepat diisi dengan artikel tentang terorisme ini. Namun karena panggilan hati nurani dan informasi dari beberapa pihak di Kepolisian dan komunitas Intelijen yang berhati tulus, maka terpaksa artikel ini dituliskan.


Sungguh terang benderang bahwa untuk melumpuhkan gerombolan Santoso di hutan di Poso sebenarnya dapat dilakukan dengan cepat melalui pengerahan pasukan TNI bekerjasama dengan Polri. Saat ini konon kabarnya 1300 aparat Polisi yang sedang mengejar sekitar 40 orang pengikut Santoso dan korban di pihak Polri telah berjatuhan. Ada apa sebenarnya? Apakah aparat keamanan Indonesia tidak becus? atauhkan sengaja mengulur-ulur waktu demi sokongan dana operasi anti terorisme atau dengan kata lain membisniskan terorisme seperti dalam kasus bisnis separatisme? Pernyataan ini memang bernada tuduhan, namun hakikatnya bukan demikian melainkan sebuah introspeksi agar kejujuran dalam melindungi rakyat dan bangsa Indonesia sungguh-sungguh dilaksanakan. 

Sekali lagi dengan perbandingan Perancis paska Bom Paris, seluruh elemen aparat keamanan Intelijen, Polisi, dan Tentara turun tangan dan segera sejumlah jaringan terungkap, tertangkap, dan terbunuh, dan Paris-pun pulih dan lumayan lebih tenang. Polri telah memburu gerombolan Santoso sejak Oktober 2012 sebagaimana diungkapkan mantan Kepala BNPT Ansyaad Mbai. tiga tahun lebih belum juga beres, entah sudah berapa rupiah uang pajak rakyat dihabiskan untuk operasi-operasi setengah hati tersebut. Operasi menangkap dan membunuh Osama Bin Laden yang dilakukan oleh AS dan sekutunya memang juga terjadi bertahun-tahun, namun hal itu terjadi karena perimeter lokasi persembunyian Osama Bin Laden yang sangat luas. Sementara perimeter lokasi persembunyian Santoso sepertinya jauh lebih sempit dan muncul pertanyaan bagaimana gerombolan Santoso dapat memperoleh dukungan survival logistik selama tiga tahun di hutan? Benar bahwa hutan-hutan di Indonesia kaya dengan flora fauna yang dapat dimakan dan air juga mudah diperoleh, tetapi konyolnya akses kepada listrik minimal untuk charging kamera atau handphone untuk merekam video ancaman Santoso jelas berarti mengakses pedesaan dengan listrik yang terdekat dengan hutan, apakah 1300 apkam tersebut tidak mampu mengendus penyusupan anggota Santoso tersebut? 

Ketika TNI AD melakukan latihan tempur di hutan-hutan di Poso, pada sekitar April 2015 TNI AD menyatakan bahwa gerombolan Santoso sudah tidak berada di hutan-hutan Poso, melainkan diperkirakanbersembunyi di hutan-hutan sekitar kabupaten Parigi Moutong. Delapan bulan kemudian pada bulan Desember ini masih belum ada titik terang penangkapan gerombolan Santoso. Hal ini jelas tidak masuk akal dan operasi Polri sangat tidak efektif. Berbeda dengan kasus pengejaran tersangka teroris Dr. Azhari dan Noordin M. Top dahulu yang dikejar-kejar, dinamika pergerakannya lebih sulit karena berada di tengah-tengah masyarakat. Noordin M. Top misalnya baru setelah sekitar 4 tahun pengejaran intensif (2005-2009) akhirnya terbunuh dalam operasi keamanan Densus 88. Lama sekali ya? Iya karena sulit katanya?

Situasi terorisme saat ini sudah kembali mirip dengan periode 1970-80an dimana kelompok teroris eks Darul Islam seluruhnya telah terpetakan oleh intelijen dan keamanan, namun sengaja dipelihara untuk isu politik atau pengalihan perhatian publik. Apakah apkam saat ini kembali membisniskan terorisme ataukah profesionalismenya sangat rendah sehingga serangan demi serangan dapat terjadi di Indonesia sulit untuk dipastikan. Blog I-I hanya ingin menghimbau agar dana yang sangat besar dibiayai dari pajak rakyat dapat segera memberikan rasa tenang. Tanpa terorisme, apkam tidak akan memperoleh dana yang besar. Mohon maaf sekiranya ada yang tersinggung, tetapi perhatikan bahaya dari mengulur-ulur pemberantasan terorisme dimana bisa jadi serangan bom akan terjadi lagi dan memakan korban yang lebih banyak hanya karena bisnis anggaran terorisme yang menggiurkan.

Peringatan dari Australia, diperkirakan berdasarkan pada asumsi kurang seriusnya apkam Indonesia dalam mengambil langkah-langkah strategis pencegahan jangka panjang sehingga perlu "tekanan" adanya ancaman ISIS yang mengincar Indonesia. Tetapi Australia seperti menggonggong pada pohon yang salah karena apkam khususnya Polisi justru senang mendengar ancaman tersebut, sebagaimana respon Kapolri bahwa Polri siap menghancurkan berbagai aksi teror di tanah air. Silahkan bermain-main dengan api seperti ancaman kepada petinggi Polri, rakyat Indonesia adalah rakyat yang religius, klenik dan penuh dendam, terlebih bila dibohongi terus-menerus. Menggunakan uang pajak untuk penyelenggaraan keamanan negara dari ancaman terorisme sesuai dengan hak negara memonopoli penggunaan senjata untuk keamanan rakyat adalah sah-sah saja. Tetapi sedikit saja tersimpan niatan untuk bermalas-malas dan mengulur-ulur waktu operasi, walaupun tampak bukan sebagai tindak kejahatan korupsi, namun hakikatnya sangat mirip dengan korupsi yakni korupsi kejujuran, kesungguhan dan profesionalisme. Apabila hal ini tidak segera diperbaiki, Blog I-I berani memperkirakan bahwa apkam Indonesia akan kembali kecolongan.

Semoga apa yang Blog I-I tuliskan ini tidak benar adanya.

Salam Intelijen
SW

.

Read More »
18.04 | 0 komentar

Senin, 21 Desember 2015

Tentang Rencana Serangan Teror dan Ketidakikutsertaan Indonesia dalam Koalisi Negara Muslim

Sebagian komunitas Blog I-I menyampaikan pertanyaan dan permintaan klarifikasi apakah Blog I-I ada dibalik peningkatan pengamanan akhir tahun, khususnya perayaan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016. Kemudian pertanyaan lainnya adalah mengenai penolakan Indonesia untuk berpartisipasi dalam Koalisi Pasukan Negara Muslim memerangi ISIS. Benar bahwa artikel Kewaspadaan Serangan ISIS ke Indonesia telah mempengaruhi seluruh analis komunitas intelijen resmi Indonesia, namun tidak benar bahwa apabila BIN, Polri, dan TNI meningkatkan kesiagaannya karena anjuran Blog I-I.
Perlu sahabat Blog I-I ketahui bahwa kinerja BIN, Polri, dan TNI dalam memberikan rasa aman kepada bangsa Indonesia dapat dikatakan sudah baik dengan berbagai operasi yang belakangan ini tampak secara efektif berhasil mencegah sejumlah rencana teror [sebagian besar belum menjadi konsumsi publik], dan juga sejumlah penangkapan oleh Polisi. Analisa Blog I-I dalam artikel Kewaspadaan Serangan ISIS ke Indonesia hanya merupakan kisi-kisi atau pedoman, namun bukti-bukti dan pengungkapan jaringan teror adalah hasil kerja keras BIN dan Polisi.

Meskipun sampai dengan hari ini sudah terungkap beberapa rencana teror yang berhasil digagalkan, namun Blog I-I menghimbau agar pengamatan/monitoring terhadap gerakan kelompok-kelompok yang potensial melakukan aksi teror semakin ditingkatkan lagi. Kepada seluruh jaringan Blog I-I di Indonesia diharapkan juga untuk mendorong masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan dan segera melaporkan kepada aparat setempat baik Polisi maupun Kominda sekiranya mendeteksi adanya kejanggalan perilaku warganya. Diperkirakan potensi untuk terjadinya serangan teror antara tanggal 24 Desember 2015 sampai 1 Januari 2016 masih cukup tinggi, sehingga untuk menurunkan tingkat ancaman tersebut langkah BIN dan Polisi sudah sangat tepat yakni siaga satu. Akan semakin baik lagi apabila pada waktu-waktu pada tertentu diakhir tahun ini TNI juga dalam keadaan siap untuk langsung memberikan back-up sekiranya terjadi kecolongan serangan teror.

Dengan adanya operasi yang cukup masif dari Polisi dan BIN, potensi serangan teror akan beradaptasi kepada sasaran yang relatif "lemah" pengamanannya. Keterbatasan jumlah personil dan anggaran tentunya menyebabkan Polisi dan BIN tidak akan sanggup mengerahkan seluruh anggotanya ke setiap sudut lokasi yang berpotensi diserang, sehingga peranan satuan pengamanan (satpam), sistem keamanan warga, dan berbagai inisiatif sukarela dari ormas maupun kelompok masyarakat dapat semakin menekan tingkat ancaman, atau bahkan mampu mencegah eksekusi aksi teror. Seiring dengan berbagai upaya pengamanan tersebut, tentunya sebagai bangsa yang beragama janganlah lupa untuk berdoa untuk keamanan, kedamaian dan kesejahteraan nusantara.

Mengenai penolakan Indonesia dalam Koalisi Pasukan Negara-Negara Muslim memerangi ISIS, benar Blog I-I pernah menyampaikan bahwa ancaman ISIS terhadap Indonesia relatif rendah karena Indonesia tidak terlibat langsung dalam serangan militer terhadap ISIS, namun hal ini bukan cerminan "ketakutan" Indonesia untuk tidak berpartisipasi aktif dalam memerangi ISIS. Alasan bebas-aktif yang dikemukakan oleh Kemenlu RI cukup masuk akal secara normatif sesuai landasan politik luar negeri Indonesia yang tidak mau didikte oleh Arab Saudi. Selain itu, Kemenlu RI juga mengungkapkan alasan bahwa Indonesia hanya berpartisipasi dibawah bendera PBB. Sebuah posisi yang cukup strategis dalam politik luar negeri "cari aman" sesuai karakter kebanyakan elit politik Indonesia.

Politik Luar Negeri "Cari Aman" tersebut bukan sebuah sindiran, tetapi sebuah kondisi obyektif karakter elit politik Indonesia yang telah melakukan kalkulasi berdasarkan kepada berbagai pertimbangan antara lain:
  1. Prinsip Bebas dan Aktif, artinya Indonesia tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan asing dalam menentukan sikapnya. Keikutsertaan Indonesia memiliki arti yang sangat penting dalam koalisi Islam memerangi ISIS, namun karena "prinsip yang kaku" dengan berpusat kepada PBB menyebabkan Indonesia menjadi negara yang tidak mengenal aliansi militer, yang dikenal hanya kerjasama dan latihan bersama. Hal ini akan diingat oleh 34 negara Islam yang bergabung dalam koalisi tersebut. Dua negara berpenduduk Islam yang besar yakni Indonesia dan Iran tidak bergabung karena kondisi obyektif yang berbeda. Iran yang memiliki kepentingan geopolitik dan berpihak kepada rejim Assad di Suriah secara politis menyatakan ingin bergabung namun "tidak dapat" terwujud karena fakta obyektif faktor geopolitik tersebut, termasuk dalam konflik di Lebanon, Yaman dan masalah kelompok Hezbollah. Sebenarnya Iran sudah tahu akan ditolak/dihambat untuk bergabung, namun perlu mengeluarkan retorika politik ingin bergabung.
  2. Dengan menolak masuk dalam Koalisi Islam memerangi ISIS tersebut, Indonesia juga terhindar dari konflik langsung dengan ISIS dan simpatisannya, sehingga secara teori potensi serangan balas dendam kepada Indonesia melalui jaringan internasional ISIS juga dapat dikatakan rendah bila dibandingkan dengan negara-negara yang bergabung dalam koalisi tersebut. 
  3. Dengan menghindari koalisi Islam memerangi ISIS, Indonesia juga memberikan nafas lega kepada kaum Shiah Indonesia dan juga Iran karena koalisi Islam tersebut menjadi sedikit cacat tanpa Indonesia. Kekhawatiran Indonesia terhadap koalisi pimpinan Arab Saudi juga berangkat dari kasus konflik perang saudara Sunni-Shiah di Yaman, dimana Indonesia sebagai negara demokrasi harus mengayomi seluruh golongan termasuk kaum Shiah.
  4. Indonesia juga beralasan punya cara sendiri dalam memerangi terorisme dan tidak dengan cara militer, melainkan dengan cara pendidikan, dakwah, meningkatkan perekonomian serta keadilan sebagai mana disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla
  5. Dalam teori militer, alasan-alasan Indonesia tersebut jelas jauh dari apa yang disebut sebagai center of gravity, namun dengan bertahan pada definisi aktif ikutserta menjaga ketertiban dunia hanya dalam payung PBB yang saat ini robek di sana-sini juga membatasi peran serta Indonesia, khususnya ketika secara faktual terjadi konflik diantara negara-negara besar pemegang veto. Dalam kasus ISIS terjadi polarisasi kubu AS yang anti rejim Assad dan kubu Rusia yang pro rejim Assad. Indonesia sesuai dengan sejarah sikapnya yang non-blok, kemudian berpikir lebih baik tidak ikut-ikutan.
Tidak ada soal benar salah dalam kebijakan penolakan Indonesia bergabung dengan koalisi Islam memerangi ISIS. Apa yang kemudian harus diperhatikan adalah konsekuensi lanjutan di masa mendatang. Sebenarnya banyak manfaat yang dapat diambil oleh militer Indonesia bila ikut bergabung dengan koalisi Islam memerangi ISIS, khususnya akses pada informasi tentang apa yang sesungguhnya terjadi di Suriah dan Irak. Paska penolakan Indonesia tersebut, dapat dipastikan bahwa akses Kemenlu RI dengan para diplomatnya dapat dikatakan tertutup terhadap dinamika operasi militer dan rahasia-rahasia kalkulasi geopolitik yang terjadi dalam konflik di Suriah. Kepentingan Indonesia dalam koalisis tersebut sebenarnya cukup strategis dalam menimbang kekuatan dan arah dinamika operasi yang akan dikembangkan, apa sungguh-sungguh menyasar kepada ISIS semata ataukah lanjut kepada rejim Assad yang kemudian akan berpuncak pada konflik besar.

Kita boleh saja berpikir masalah di Suriah dan Irak jauh dari Indonesia, namun jangan lupa bahwa Indonesia memiliki kepentingan dengan negara-negara Islam dan Arab. Kekecewaan Arab Saudi, Yordania, dll dapat saja menyulitkan Indonesia ketika Indonesia memerlukan dukungan negara-negara Islam. 

Lebih dari itu, Indonesia jelas tampak soft dalam menyikapi ISIS dan ini telah menjadi pokok diskusi kelompok-kelompok radikal di dalam negeri yang menterjemahkannya sebagai "kesempatan" untuk dapat berkembang menjadi besar. Dengan penerapan demokrasi dan HAM yang tinggi, peranan TNI dalam operasi di luar perang bahkan masih gamang. Contohnya operasi menumpas gerombolan Santoso di Poso hingga saat ini masih tidak jelas, bahkan korban di pihak aparat sudah berjatuhan. Bandingkan dengan tentara Perancis yang aktif ikut serta dalam mendukung operasi keamanan paska Bom Paris bulan November lalu. 

Semoga bermanfaat,
Salam Intelijen
SW

Read More »
20.36 | 0 komentar

Senin, 23 November 2015

Kebijakan Luar Negeri Indonesia mau kemana?

Terlepas apakah suatu negara demokratis atau tidak, otoritas dan peranan elit politik dalam hal ini Presiden atau Perdana Menteri (PM) cenderung untuk dominan dalam memformulasikan politik luar negeri suatu negara. Sebagai pemimpin pemerintah (eksekutif) yang tertinggi, Presiden atau Perdana Menteri dapat saja menegasikan peranan lembaga lain dan partisipasi publik termasuk mengatur semaunya dalam manajemen hubungan luar negeri Indonesia. Pimpinan eksekutif sebagai pilihan rakyat di negara yang demokratis bahkan sah-sah saja untuk mengklaim dirinya sebagai pusat dari kebijakan luar negeri. Sementara posisi legislatif atau parlemen, aspirasi publik, akademisi cenderung mudah dimarjinalkan manakala sikap kritis dalam isu luar negeri dan pengelolaan negara kurang diperhatikan oleh mereka yang tidak berada di lingkaran Presiden/PM.

Artikel ini merupakan respon awal terhadap tugas tambahan yang diberikan oleh Presiden Jokowi kepada sejumlah Menteri dalam hubungan luar negeri Indonesia (baca: Jokowi tugaskan Menteri-menteri sebagai penghubung antar negara atau Jokowi Beri Tugas ke Menteri Jadi Penghubung dengan Negara Sahabat, Cegah Calo?) Seandainya ada penjelasan yang lebih lengkap tentang mengapa hal tersebut ditempuh Presiden Jokowi, maka relevansi artikel ini mungkin akan berubah.


Masalah ini mungkin kurang penting bila kita melihatnya sebagai orang Indonesia yang kurang peduli atau tidak mau ambil pusing terhadap pengelolaan hubungan luar negeri Negara tercinta Republik Indonesia. Belum selesai persoalan penggunaan jasa lembaga lobby yang tidak transparan seperti dalam artikel Antara Michael Buehler, Derwin Pereira, dan Luhut Panjaitan, sekarang Presiden Jokowi menempuh suatu kebijakan dalam pengelolaan hubungan antar negara dengan menunjuk sejumlah Menteri untuk menjadi penghubung dengan negara tertentu sebagai penanggung jawab, khususnya jika ada masalah tertentu dan juga tersirat untuk mencegah perantara atau calo.

Apakah secara logika keputusan tersebut dapat saja diterima dengan argumentasi bahwa keberadaan Menteri tertentu untuk negara tertentu akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi permainan perantara? Apakah secara ilmu manajemen hal itu lebih efisien dan efektif? Apakah secara kewajaran hubungan antar negara hal itu dapat diterima negara atau kawasan yang ditentukan? Apakah secara kemampuan Menteri-Menteri yang mendapatkan tambahan tanggung jawab memiliki kemampuan yang mumpuni untuk melaksanakan kerjaan dan tanggung jawab tambahan tersebut?

Seandainya Blog I-I menjadi penasihat Presiden, maka Blog I-I akan menjadi pihak yang paling pertama menyampaikan analisa bahwa keputusan tersebut teramat sangat blunder dari berbagai sisi sehingga harus dihindari. Entah siapa yang ingin menjerumuskan Presiden Jokowi dengan keputusan aneh tersebut, dapat diperkirakan tujuannya adalah untuk memastikan bahwa Jokowi tidak terpilih lagi dalam Pemilu 2019 atau jatuh di tengah jalan.

Isu Luar Negeri merupakan salah satu kelemahan Presiden Jokowi yang terbesar, sehingga sangat mudah untuk menggiring Presiden pada ide-ide yang tidak wajar atau akan mengundang kontroversi atau kekacauan pengelolaan/manajemen dan eksekusi politik luar negeri Indonesia. Sejak era sebelum konsep negara bangsa dikenal-pun sudah ada penanggungjawab hubungan antar negara/kerajaan yang biasanya langsung dipundak sang Raja atau Perdana Menteri dan didelegasikan kepada kepercayaannya yang ahli dalam masalah hubungan antar negara yang saat ini kita kenal sebagai Menteri Luar Negeri, State Secretary atau Foreign Secretary. Posisi Menteri Luar Negeri adalah sangat strategis karena terkait dengan salah satu elemen definisi negara yaitu kedaulatan dalam konteks pengakuan internasional. Itulah sebabnya dalam kebanyakan konstitusi negara jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat dan atau berhalangan dalam waktu bersamaan maka Menlu, Mendagri, dan Menteri Pertahanan menjadi pelaksana tugas Presiden bersama-sama. Perhatikan UUD 1945 Pasal 8 ayat 3 Perubahan ke-IV 10 Agustus 2002 yang berbunyi:

Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, samapi berakhir masa jabatannya.

Sehingga pemahaman tentang posisi Menko di Indonesia sudah salah kaprah seolah-olah menjadi yang paling tinggi atau terdekat dengan Presiden dan merasa membawahi Menteri-Menteri lain. Secara hirarkis dalam wewenang sesuai UUD, setelah Presiden dan Wakil Presiden, maka wewenang tertinggi berada ditangan Menlu, Mendagri dan Menteri Pertahanan karena ketiga Menteri tersebutlah yang memiliki wewenang sebagai pelaksana tugas Presiden/Wapres manakala keduanya secara bersamaan tidak dapat melakasanakan tugasnya sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945.

Meskipun Presiden dan kabinetnya sah-sah saja dalam mengatasnamakan negara untuk melakukan hubungan antar negara, namun Menteri Luar Negeri adalah satu-satunya Menteri yang secara rutin dan khusus memikul seluruh aspek hubungan luar negeri suatu negara, serta sudah menjadi kelaziman dalam hubungan internasional. Sementara menteri-menteri teknis ikut serta dalam kegiatan hubungan antar negara manakala dibutuhkan karena adanya kesepakatan atau perjanjian yang bersifat teknis.

Keputusan Presiden Jokowi terkait hubungan antar negara mungkin tidak banyak menarik perhatian masyarakat atau politisi Indonesia. Namun di dunia internasional bukan saja sangat membingungkan, melainkan juga mempermalukan Menlu RI dan seluruh jajaran Kemenlu RI. Pertanyaan paling mendasar bagi diplomat asing adalah who is really in charge? 

Presiden punya hak untuk memerintahkan menterinya melaksanakan tugas khusus atau tertentu, tetapi ketika tugas khusus itu berada dalam tanggung jawab salah satu kementerian sesuai dengan UUD 1945 dan UU, maka hal itu akan membingungkan dalam pelaksanaannya. Situasi yang kurang solid dalam Pemerintahan Jokowi harus segera diakhiri agar program pembangunan dapat berjalan dengan baik, utamanya adalah penelitian ulang terhadap profesionalisme dari orang-orang yang memberikan masukan kepada Presiden. Kepada sahabat yang aktif di Intelijen, pertajamlah analisa politik nasional Indonesia dan sampaikan peringatan-peringatan dini kepada Presiden sebelum terlambat.

Kepada para pendukung Presiden Jokowi, mohon kiranya pesan terbuka ini dapat disampaikan kepada Presiden dan periksalah siapa yang berusaha menjerumuskan Presiden tersebut. Kepada para pihak yang tidak suka dengan Jokowi, mohon artikel ini jangan dimanfaatkan untuk menciptakan kegaduhan politik yang baru.


Catatan tambahan/susulan

Ternyata artikel Blog I-I langsung ditanggapi Istana dan Kabinet, tidak tanggung-tanggung hanya dalam hitungan beberapa jam hingga satu hari, berikut beberapa alasan yang dirangkum dari tanggapan oleh Seskab, Menlu, Menko Kemaritiman, Menteri ESDMMenteri BUMN:

  • Untuk meningkatkan atau menarik investasi asing (investor) ke Indonesia
  • Banyaknya investasi asing ke Indonesia
  • Mengamankan investasi
  • Mengatasi masalah sektoral/teknis dan perizinan
  • Mengatasi Bottle-necking implementasi investasi asing termasuk masalah birokrasi dalam negeri
  • Garansi investasi asing dapat berjalan oleh Menteri yang ditunjuk
  • Adanya Menteri penanggung jawab secara langsung
  • Mencegah lempar tanggung jawab ketika ada masalah
  • Kemudahan bagi asing untuk menghubungi Menteri penanggung jawab
  • Melibatkan swasta untuk mendampingi Menteri yang ditunjuk
  • Mengurangi kebingungan calon investor asing dalam menghubungi siapa yang bertanggung jawab dalam investasi di Indonesia 
  • Mempercepat proses investasi asing
Intinya adalah agar INVESTASI ASING sebanyak-banyaknya masuk dan lancar berjalan di Indonesia. Dengan kata lain, masalah "hambatan" investasi asing yang diterjemahkan oleh Pemerintahan Jokowi bersumber dari tidak jelasnya penanggung jawab proses investasi asing dapat diatasi oleh adanya Menteri tertentu untuk negara-negara tertentu dengan diberikan tugas dan wewenang tambahan kepada Menteri tersebut untuk menarik investasi dan menyelesaikan masalah investasi. Logika sederhana yang sekilas tampak cerdas dan merupakan terobosan bukan?

Blog I-I tetap menganggapnya sebagai blunder yang harus segera dihentikan bila Pemerintahan Jokowi tidak ingin semakin kedodoran 4 tahun ke depan. Beberapa alasan Blog I-I adalah sbb:

  1. Pentingnya perlakuan yang sama terhadap semua negara dalam penanganan masalah investasi asing yang berdasarkan pada peraturan hukum tentang investasi asing. Hal ini memberikan kepastian prosedural dan menghindari terjadinya penterjemahan yang berbeda dari penghubung atau penanggung jawab dalam penanganan investasi asing. Bayangkan apabila ada 11 atau 12 Menteri yang berbeda-beda keahliannya menangani isu yang sama yakni investasi asing, apakah ada jaminan bahwa mereka semua akan memiliki kapabilitas dan kebijakan yang sama dalam menangani masalah investasi asing? Ok, tujuannya memperlancar, tetapi apabila terjadi sedikit saja perbedaan antara Menteri BUMN dan Menteri ESDM dalam cara melancarkan proses investasi asing, apakah hal itu tidak akan dinilai oleh pihak asing yang melihatnya sebagai masalah dalam hal fairness. Dengan asumsi positif sekalipun, akan terjadi gap atau perbedaan kemampuan dalam penanganan investasi asing oleh para Menteri tersebut, sehingga prinsip keadilan dalam memberikan perlakuan standar kepada para investor atau calon investor menjadi sangat kelihatan.
  2. Poin nomor 1 tersebut dalam hitungan waktu bulan...tahun akan terbukti dengan sendirinya dimana investor asing akan mempertanyakan gap perbedaan (misalnya lamanya proses atau tingkat kemudahan berinvestasi) yang disebabkan oleh kapabilitas Menteri yang sudah pasti berbeda. Hal ini belum diperparah oleh interpretasi para Menteri yang belum tentu sama terhadap peraturan tentang investasi asing, diskresi dan kebijakan Menteri dalam memberikan kelonggaran aturan demi memuluskan investasi asing. Hal ini pada gilirannya bukan saja menyebabkan kegamangan dalam soal kepastian prosedural, bahkan kepada kepastian hukum dan kalkulasi keuntungan yang akan diperoleh oleh investor.
  3. Salah satu faktor penting dalam investasi asing di negara manapun adalah daya tarik sektoral yang diminati oleh investor. Apakah investasi asing itu masuk karena potensi kekayaan alam, karena murahnya buruh, karena rendahnya pajak, karena pasar dalam negeri Indonesia, semuanya akan memiliki perhitungan yang berbeda-beda. Kemudian bagaimana Pemerintahan Jokowi dapat memastikan bahwa investasi asing itu akan menguntungkan Indonesia? Apakah karena suatu negara "butuh" investasi asing maka secara membabi buta berupaya menyerap sebanyak-banyaknya investasi bahkan dengan cara yang sebenarnya secara manajerial juga sangat mengkhawatirkan justru membuat asing berpikir dua kali lipat dalam mempertimbangkan investasinya ke Indonesia. Apabila asing justru menjadi sangat berminat, maka hati-hatilah karena bisa jadi hal ini merupakan peluang kelengahan Indonesia karena penanggung jawab masalah investasinya tidak berada di satu pintu yang membuka potensi terjadinya pelemahan pengawasan dalam mendeteksi terjadinya pelanggaran investasi asing. 
  4. Indonesia Investment Coordinating Board atau BKPM yang didirikan sejak tahun 1973 secara teori dan praktek sesungguhnya dapat dianggap sebagai pintu dan pengelola yang ideal untuk investasi asing. Namun mengingat banyaknya kepentingan pada masa lalu, khususnya era Orde Baru dimana sejumlah investasi asing memerlukan restu dari elit-elit politik khususnya Presiden dan lingkaran terdekatnya, maka fungsi tersebut lebih banyak sebagai asesoris. BKPM yang menggantikan fungsi Panitia Teknis Penanaman Modal hingga saat ini ternyata masih belum dapat berfungsi maksimal terbukti dengan masih adanya sejumlah persoalan terkait investasi asing yang sebenarnya lebih disebabkan posisi BKPM yang "dianggap" lebih rendah oleh Kementerian teknis.
  5. Perhatikan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada pasal 27 ayat (1) Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar-instansi Pemerintah, antar-instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar-instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar-pemerintah daerah. Kemudian pada ayat (2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. (3) Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Meskipun Kepala BKPM adalah setingkat Menteri namun karena kuatnya aspek sektoral dalam Kabinet di Indonesia baik di masa lalu maupun saat ini, maka dalam eksekusi investasi asing seringkali mandeg ketika terjadi persoalan pada tingkat teknis di lapangan yang menyebabkan terjadinya biaya ekonomi tinggi. Kemudian dampaknya adalah daya tarik investasi di Indonesia menjadi melemah.
  6. Tidak dapat dipungkiri bahwa investasi asing dapat memberikan manfaat bagi perekonomian suatu negara apabila berjalan dengan baik dan lancar. Namun untuk itu kita perlu memperhatikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan suatu negara atau suatu perusahaan asing melakukan investasi ke negara lain. Salah satu faktor yang dapat dikompetisikan dengan negara lain adalah kemudahan berinvestasi dengan paket yang atraktif bagi investor, dan mungkin faktor ini yang ingin diterobos oleh Pemerintahan Jokowi. Namun perlu diingat bahwa investasi bukan hanya soal paket kebijakan dan institusi yang mengurusnya, melainkan juga terkait dengan lokasi, fasilitas, infrastruktur, sumber daya (alam yang melimpah dan buruh yang murah), ketersediaan tenaga kerja ahli, stabilitas ekonomi dan politik, keamanan, peraturan tentang investasi, aksesibilitas terhadap pasar lokal-regional-global, dan iklim usaha. Artinya, mengobati masalah investasi di Indonesia bukan hanya soal siapa yang bertanggung jawab, melainkan juga realita faktor-faktor tersebut apakah mendukung peningkatan investasi ataukah justru melemahkan. 
  7. Dapat dipahami bahwa Indonesia masih menghadapi masalah biaya ekonomi tinggi dan birokrasi yang berbelit-belit. Namun apakah ada perhitungan intelektual dan jaminan sistem manajerial bahwa penunjukkan sejumlah Menteri tertentu bertanggung jawab dalam hal investasi dari kawasan atau negara tertentu akan meningkatkan investasi di Indonesia? Blog I-I berani bertaruh bahwa logika yang diambil Pemerintah dalam penunjukkan Menteri tersebut kurang tepat dan justru akan menambah masalah baru yang mempengaruhi iklim usaha dan investasi asing di Indonesia. Mari kita tunggu dan buktikan seiring dengan berjalannya waktu, apakah argumentasi Blog I-I ataukah Pemerintahan Jokowi yang akan terbukti.


Salam Intelijen
SW











Read More »
09.41 | 0 komentar

Minggu, 22 November 2015

Hoax Hacker Anonymous dan Kewaspadaan Serangan ISIS ke Indonesia

Baru-baru ini beredar informasi tentang rencana serangan ISIS ke Indonesia baik di media massa, sosial media, hingga sejumlah group BB maupun WA. Informasi tersebut sudah pasti hoax alias kebohongan untuk penyesatan dan menciptakan suatu kondisi yang tidak kondusif atau menghidupkan suatu suasana dibawah teror ancaman (ketakutan). Beberapa media mainstream Indonesia bahkan memuatnya seperti Republika dan Detik misalnya mengutip International Business Times yang menyebutkan bahwa sub-group yang bernama Operation Paris (OpParis) dari kelompok Anonymous yang merupakan organisasi tanpa ikatan dari sejumlah hacker atau hacktivist di dunia menyebutkan telah mengumumkan rencana serangan teror ISIS antara lain:

  • Cigales Electroniques with Vocodecks, RE-Play & Rawtor di Le Bizen (Paris)
  • Concrete Invites Drumcode: Adam Beyer, Alan Fitzpatrick, Joel Mull di Concrete (Paris)
  • Demonstration by Collectif du Droit des Femmes (Paris)
  • Feast of Christ the King celebrations (Rome/Worldwide)
  • Al-Jihad, One Day One Juz (Indonesia)
  • Five Finger Death Punch (Milan)
  • University Pastoral Day (Holy Spirit University of Kaslik, Lebanon)

Mengapa Blog I-I dapat memastikan bahwa berita tersebut sebagian besar hoax dan mungkin ada sangat sedikit nilai kebenarannya? Informasi Anonymous tersebut mempertaruhkan kredibilitas komunitas anonymous yang selama ini lumayan kredibel dan memiliki pengaruh di dunia maya. Setelah jaringan Blog I-I di dalam Anonymous melaporkan investigasinya, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata Anomymous-pun tidak merasa mengeluarkan peringatan tersebut, bahkan kemudian menyampaikan melalui akun twitter @YourAnonNews sbb:

We did not spread any rumors about possible future ISIS attacks, and frankly, we do not know where the rumors come from. 

Kemudian diulangi lagi dengan kata-kata sbb:

This account did not tweet about possible future ISIS attacks, this is the original post: https://twitter.com/OpParisIntel/status/668051246796963841

Sayangnya link status OpParisIntel tersebut kemudian dihapus oleh pemiliknya.

Berita hoax tersebut sudah ditanggapi oleh aparat keamanan dimana isu tentang akan adanya serangan tersebut.  Sesungguhnya secara logika saja, hampir tidak mungkin ISIS akan menyerang kegiatan One Day One Juz (ODOJ) yang akan diselenggarakan hari Ahad, 22 November di Masjid Al Jihad di Karawang, Jawa Barat Indonesia, kecuali bila kegiatan tersebut diselenggarakan oleh kelompok Shi'a (Syi'ah) karena terkait dengan pokok persoalan dalam konflik politik Sunni-Syi'ah di Irak dan Suriah yang melahirkan ISIS.

Kejanggalan lain yang sangat mencolok adalah pada pernyataan akun Anonymous bahwa mereka tidak tahu darimana sumber desas-desus rencana serangan teror ISIS tersebut. Dengan kata lain telah terjadi inflitrasi ke dalam kelompok anonymous yang jelas sangat mudah dilakukan oleh siapapun yang memiliki sedikit pengetahuan tentang hacking, dan aktif di dunia maya karena anonymous bersifat longgar dan tanpa pemimpin. Anonymous pernah "berperang" secara serius melawan aliran kepercayaan Scientology yang mana sejumlah anggota anonymous menuduh terjadinya praktek kesesatan, penipuan, serta sensor internet oleh kelompok scientology. Perang tersebut masih terus berlangsung hingga saat ini, sesungguhnya bukan saja oleh mereka yang mengaku sebagai anonymous, melainkan juga oleh aliran kepercayaan lain seperti illuminati atau kelompok freemason, dimana semua orang-orang dengan pengaruh besar baik secara ekonomi maupun politik tersebut berusaha mempengaruhi jalannya sejarah dunia. Bila anda cukup teliti dan melakukan penelitian secara lebih serius tentang isu-isu terkait aliran-aliran tersebut maka anda akan dapat menemukan indikasi-indikasi betapa kuatnya proses propaganda dan pembentukan opini dunia oleh kelompok-kelompok organisasi rahasia tersebut. Hal itu disebabkan dalam penyusunan propaganda tidak sembarangan, melainkan berlapis-lapis dan bertingkat yang akan memperdaya anda bila tidak memiliki dasar filsafat hidup yang kuat baik agama, adat istiadat, dan kebiasaan anda sehari-hari dalam menjalani hidup sesuai dengan keyakinan anda masing-masing.

Bagaimana sesungguhnya untuk memahami ISIS dan serangan terornya? Bila sahabat Blog I-I memperhatikan pola propaganda ISIS, maka dalam seluruh isinya mengandung alasan yang menurut ISIS dapat dipertanggungjawabkan baik secara logika maupun Syariah model ISIS. Hal itu termasuk kepada target-target serangan ISIS, sehingga untuk melakukan analisa tentang kemungkinan serangan ISIS dapat merujuk kepada pola-pola propaganda yang dikeluarkan langsung oleh ISIS. Tentang kemungkinan dilakukannya intersep terhadap komunikasi ISIS, hal itu mungkin saja terjadi karena penguasaaan teknologi komunikasi dan informasi oleh Barat. Namun setiap serangan teror diawali oleh niat dan strategi serta tujuan yang ingin dicapai. Dalam kategori niat, sejalan dengan analisa Blog I-I sejak awal tahun 2015, bahwa negara-negara Barat termasuk Rusia, kemudian juga China dan Jepang berada dalam wilayah target ISIS. Hanya saja intensitas keterlibatan negara-negara tersebut dalam memusuhi ISIS yang akan meningkatkan level ancaman. Misalnya China dan Jepang yang relatif tidak terlalu aktif levelnya ancamannya berada dibawah negara-negara Barat yang berkepentingan secara langsung terhadap konflik di Suriah dan Irak.

Dari sedikit ketelitian dalam membaca propaganda ISIS tersebut, Blog I-I berkeyakinan bahwa serangan-serangan ISIS termasuk oleh afiliasi dan lone-wolf yang terpengaruh akan berpola sbb:

  1. Target utama adalah tempat keramaian yang tidak memiliki dasar dalam kehidupan sosial umat Islam, seperti tempat-tempat nongkrong atau tempat kegiatan hura-hura atau happy-happy yang merupakan refleksi aktiftas dan aktualitas manusia yang menurut ISIS tidak Islami. Target ini bukan secara khusus kepada red light district atau tempat kemaksiatan, melainkan tempat yang banyak menyedot perhatian manusia seperti musik, olahraga, party/pesta/perayaan. Oleh karena itu, kegiatan akhir tahun dan menyambut tahun baru 2016 harus ekstra ketat pengamanannya. Bagaimana dengan perayaan Natal? Memahami karakter ISIS, maka terbuka untuk menjadi target, khususnya dikaitkan dengan kelompok radikal yang ada di Indonesia entah mengapa memiliki sentimen khusus terhadap kelompok Kristiani. Beberapa informasi menyebutkan hal ini didorong oleh agresifitas aktifitas Kristenisasi di Indonesia yang menyebabkan kelompok mandiri atau lone-wolf bahkan secara sengaja menargetkan gereja. Hal ini bukan untuk menyebarluaskan ketakutan, melainkan sebagai peringatan untuk peningkatan kewaspadaan karena propaganda resmi ISIS menyuruh pada teror di masing-masing negara khususnya dimana terdapat orang Barat/Bule dengan segala macam bentuk serangan sesuai dengan kemampuan. 
  2. Seruan ISIS agar dilakukan serangan terhadap orang Barat secara otomatis dapat diterjemahkan sebagai ancaman kepada Kedutaan Besar baik gedungnya maupun diplomat dan staf bekereja di Kedubes negara-negara Barat di Jakarta. Sebagai bagian dari Pengamanan Obyek Vital, perlu kiranya dilakukan peningkatan deteksi terhadap gerakan kelompok-kelompok radikal yang menyasar kepada Kedubes Asing di Jakarta. Selain itu, juga hotel-hotel dan tempat-tempat keramaian seperti restoran, cafe, dan tempat hiburan baik night club maupun sekedar tempat kumpul yang menjadi simbol Barat baik dari sisi nama Brand atau Merk-nya ataupun dari tampilannya dan keberadaan orang-orang Barat dan orang Indonesia yang keBarat-Baratan.  Dengan kata lain, target ISIS masih tidak jauh berbeda dengan target Al Qaida atau bahkan dengan kelompok teror tradisional asli Indonesia yang berakar dari Darul Islam dan Negara Islam Indonesia.  
  3. Pembalasan merupakan salah satu pola yang cukup kelihatan, dimana sejumlah serangan teror yang terjadi dinyatakan sebagai bentuk pembalasan. Selama Indonesia tidak terlibat langsung dalam serangan militer terhadap ISIS, maka musuh Indonesia hanya orang-orang Indonesia yang terhasut dan terekrut oleh ISIS sehingga bergabung dengan ISIS baik yang ikut langsung berperang di Suriah/Irak maupun yang masih di Indonesia dan mendakwahkan faham radikal ISIS. Bagi mereka, Indonesia adalah negara kafir yang sah secara hukum agama untuk diperangi sehingga target terhadap Indonesia tidak terbatas pada simbol-simbol negara, melainkan apa saja yang dapat menghebohkan masyarakat Indonesia dan meningkatkan daya tarik rekrutmen ISIS di Indonesia. Kelompok Santoso misalnya yang saat ini semakin terpojok di pedalaman hutan di Poso jelas telah mengangkat senjata meneror masyarakat dan memerangi pemerintah. Apabila kelompok Santoso tersebut tetap dibiarkan diulur-ulur penyergapannya, maka diperkirakan peningkatan rekrutmen teroris baru yang mengatasnamakan kelompok Santosos atau Mujahidin Indonesia Timur akan terus berkembang. Semakin lama tidak segera ditangkap dan diadili, maka semakin banyak dan lama proses rekrutmen berlangsung.
  4. Niat tanpa kemampuan melakukan aksi teror sulit untuk dideteksi. Posisi ancaman teror di Indonesia saat ini cukup rendah dari sisi kapabilitas para teroris. Namun seiring dengan bebasnya sejumlah narapidana terorisme, masih suburnya faham radikal di masyarakat, serta dinamika terorisme di dunia, maka tidak tertutup kemungkinan serangan teror dapat terjadi di Indonesia. Apalagi anggaran intelijen yang kecil semakin memperlemah deteksi dini dan cegah dini, kemudian Densus 88 banyak dipojokkan oleh aktivis HAM karena sejumlah kekeliruan prosedur seperti penembakan atau aksi brutal. Selama ISIS masih berdiri dan menyebarkan faham radikal, maka seyogyanya Pemerintah Indonesia meningkatkan personil dan kinerja lembaga dan aparat yang khusus menangani terorisme seperti Polisi, Densus, BIN, dan BNPT. Kemungkinan besar, kelompok-kelompok radikal di tanah air yang meperhatikan melemahnya aparatur keamanan Indonesia tersebut mengambil kesempatan dengat nekat melakukan aksi teror. Sekecil apapun aksi teror, bila sudah meledak tetap menjadi keteledoran aparat keamanan. Merujuk pada pola propaganda ISIS, terinspirasi oleh serangan teror Paris dan seruan dari Juru Bicara ISIS Abu Mohammad al-Adnani, maka pada akhir tahun ini tempat-tempat yang perlu mendapatkan perhatian khusus aparat keamanan adalah tempat keramaian seperti mall dimana hiasan-hiasan natal dan tahun baru banyak ditampilkan. Selain itu, juga perhatian khusus perlu diberikan sekiranya ada acara khusus yang menciptakan kerumunan manusia. Sedangkan untuk gereja-gereja, pengamanan secara standar seperti tahun-tahun lalu harus tetap dilakukan sebagai tindakan preventif.
  5. Untuk lokasi serangan di Indonesia, Jakarta dan Bali tetap menjadi primadona serangan karena tujuan dari suatu teror adalah efek pemberitaan yang menyebarluaskan ketakutan di masyarakat. Meskipun demikian, kota-kota lain juga perlu memperhatikan sejumlah elemen sebagaimana disebutkan diatas tentang tempat keramaian. Hal-hal yang secara rutin harus diawasi adalah penjualan bahan-bahan kimia yang dapat dijadikan pelengkap bahan peledak. Selain yang khusus untuk bahan peledak, modifikasi bahan kimia atau penggunaan bahan-bahan mudah terbakar dalam jumlah besar kemungkinan menjadi pilihan karena akses terhadap bahan peledak kelas militer semakin sulit. Razia kepemilikan senjata api oleh Polisi khususnya Polda Metro Jaya sudah sangat baik dan waktunya tepat, karena selain kerawanan kejahatan bersenjata juga rawan diakses oleh mereka yang ingin melakukan aksi teror. Kemungkinan penggunaan senjata rakitan sebagaimana sering beredar berupa kanibalisasi senjata-senjata bekas TNI yang rusak juga perlu ditingkatkan pengawasannya. 
Apa yang Blog I-I sajikan diatas adalah analisa dan bukan hasil intersep komunikasi ISIS, sehingga harus dibaca secara hati-hati dan diterjemahkan dalam konteks masing-masing wilayah di Indonesia. Kepada seluruh masyarakat Indonesia yang baik hati dan berjiwa ksatria bela negara serta beriman kepada Tuhan, janganlah takut untuk melaporkan kepada aparat keamanan setiap gerakan yang mencurigakan di sekeliling anda. Bila anda tidak peduli dengan keamanan lingkungan, bisa jadi yang akan menjadi korban teror adalah anggota keluarga anda dan pelakunya ternyata berada di lingkungan anda. Marilah kita bersama-sama seluruh elemen bangsa dan negara Republik Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dari upaya rekrutmen ISIS, dari penyesatan dakwah ISIS, dan dari manipulasi berita-berita terkait ISIS baik yang dilakukan oleh ISIS maupun yang dilakukan oleh pencipta ISIS, maupun oleh mereka yang kurang mengerti tentang ISIS yang sesungguhnya.

Sekian dan semoga bermanfaat.
Salam Intelijen
SW

Read More »
08.01 | 0 komentar

Jumat, 20 November 2015

Laporan Intelijen ke Blog Intelijen Indonesia

Kepada Yth. sahabat Blog I-I di seluruh pelosok Nusantara dan di dunia, mohon kiranya bila ingin melaporkan informasi yang sangat penting dan mendesak tentang keamanan, keselamatan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia, laporkanlah langsung ke Polisi, TNI, atau BIN. Bila khawatir akan menjadi repot atau takut akan dampak dari laporan tersebut kepada diri anda, maka laporkan kepada RT, RW, Kelurahan dan seterusnya dimana pada level Kelurahan atau Desa ada perangkat kelurahan/desa yang berkoordinasi dengan aparat keamanan. Republik Indonesia yang sudah terdesentralisasi (otonomi daerah), respon pihak berwenang pada tingkat daerah sudah cukup baik. Misalnya pada tingkat Kotamadya/Kabupaten ada yang namanya unsur pimpinan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah Tingkat II dan Wakilnya, Komandan Kodim, Kapolres, dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari). Pada level ini, unsur intelijen juga ada dan ikut serta dalam koordinasi keamanan Kotamadya/Kabupaten, namun karena sangat minimnya dana intelijen maka jumlahnya pun sangat terbatas. Pada tingkat propinsi ada Komunitas Intelijen Daerah atau Kominda yang secara rutin melakukan pembahasan berbagai masalah untuk keamanan di tingkat propinsi serta menganalisa sekiranya ada dampak nasionalnya. 


Terkait dengan laporan-laporan sahabat Blog I-I, maka perlu disampaikan bahwa Blog I-I tidak memiliki wewenang apapun dalam menindaklanjuti laporan-laporan sahabat Blog I-I yang langsung terkait dengan keamanan dan keselamatan bangsa Indonesia, khususnya dari ancaman terorisme. Blog I-I juga bukan whistle blower kebusukan atau keburukan dari para petinggi negeri tercinta Indonesia Raya, jadi sekiranya Blog I-I tidak mempublikasikan sejumlah laporan tentang penyimpangan-penyimpangan pengelolaan negara, maka mohon dimaklumi. Artikel Blog I-I yang dikemas dalam rangka pendidikan publik tidak ditujukan untuk mempermalukan elit politik, pejabat Polisi, TNI atau Intelijen. 

Posisi Blog I-I sejak awal lahirnya sudah jelas tidak secara praktis terjun mempengaruhi jalannya proses politik dan hukum di tanah air. Mohon kiranya dapat dipahami bila Blog I-I tidak dapat melakukan tindak lanjut yang cepat terhadap laporan ancaman terorisme selain meneruskannya kepada Polisi atau Intelijen. Khusus tentang laporan ancaman terorisme, beranilah untuk mendatangi kantor polisi terdekat untuk melaporkan hal-hal yang mencurigakan di sekitar sahabat Blog I-I. Polisi pasti akan menanggapinya dengan cepat dan profesional.

Blog I-I adalah Blog yang apolitis dan imparsial, namun kritis terhadap dinamika politik nasional Indonesia. Blog I-I tidak akan mengganggu keretakan Pemerintahan Jokowi sebagaimana laporan para sahabat Blog I-I. Blog I-I juga tidak akan mengungkapkan data-data lengkap pertemuan rahasia dan manuver kelompok oposisi yang menginginkan pemerintahan Jokowi berjalan tertatih-tatih. Apalagi laporan tentang kasus-kasus korupsi atau manuver kacangan ala kasus Freeport yang rawan politisasi, akan lebih tepat bila dilaporkan ke Polisi atau KPK. Marilah kita renungkan masa depan Indonesia Raya dengan menatap wajah generasi penerus Indonesia yang masih kanak-kanak atau bayi, apakah kita akan mewariskan kebusukan atau mempersiapkan pondasi yang lebih baik dan lebih kuat untuk masa depan mereka.

Akhir kata, bila sahabat Blog I-I tetap memaksakan untuk melapor ke Blog I-I, maka semua laporan tentu akan diterima. Namun sekali lagi Blog I-I menghimbau dengan serius khusus untuk laporan ancaman terorisme, segeralah laporkan kepada aparat keamanan terdekat dengan tempat tinggal sahabat Blog I-I dimanapun. Bila anda melaporkan hanya ke Blog I-I, maka dapat dipastikan akan terjadi kelambatan dalam merespon ancaman tersebut.

Salam Intelijen
SW

Read More »
13.26 | 0 komentar

Senin, 16 November 2015

Deteksi Rencana Serangan Teroris

Salah satu hal paling sulit dalam mendeteksi serangan teroris adalah terkait dengan waktu, tempat dan metode serangan yang akan dilaksanakan. Meskipun intelijen telah mengetahui akan ada serangan dengan meningkatkan peringatan level ancaman, namun bila suatu serangan akhirnya terwujud maka intelijen dan aparat keamanan telah gagal melakukan pencegahan. Jangan sekali-kali pernah berpikir bahwa karena negara maju dengan peralatan canggih dan jaringan intelijen yang solid, maka serangan teroris pasti dapat dicegah. Juga sebaiknya jangan berpikir bahwa karena saking hebatnya intelijen negara maju, maka kemungkinan terjadinya serangan hanya karena adanya konspirasi. Intel pada akhirnya juga manusia biasa yang memiliki kelebihan deteksi dini dan cegah dini karena pendidikan pelatihan dan pengalaman. Namun teroris baik kelas pemula maupun yang pakar juga manusia yang terlatih, hampir sama dengan pemeo polisi dan penjahat, siapa lebih cepat dan cerdik maka dialah yang berhasil. Bila intelijen meremehkan kecerdikan teroris baik pemula maupun yang sudah berpengalaman, maka itu adalah tanda akan terjadinya malapetaka serangan teror yang menimpa masyarakat.
Mencermati aksi teror di Paris, tentunya bagi seluruh jaringan intelijen Blog I-I yang terlatih telah paham betul betapa mudahnya melakukan aksi teror bukan? Keunggulan bom bunuh diri atau serangan bersenjata yang diniatkan untuk mati bersama korban terletak pada tiket satu jalan menuju kehancuran bersama. Berita-berita tentang telah tahu akan ada serangan teror adalah apologia yang tidak berguna, identifikasi pelaku adalah pengungkapan kasus dengan metode forensik polisionil dengan barang bukti, kemudian berbagai analisa setelah terjadinya serangan tidak banyak berarti, termasuk yang analisa dalam Blog I-I. Pesan yang ingin disampaikan Blog I-I tidak fokus kepada kasus terornya, melainkan kepada bagaimana intelijen Indonesia dan pemerintah Indonesia semakin mengefektifkan fungsi intelijen.

Sejumlah keberhasilan intelijen Barat dalam mencegah serangan teror jarang terungkap di media massa. Namun tercatat sekitar puluhan rencana serangan teror yang berhasil dicegah di seluruh negara-negara Barat. Untuk prestasi tersebut, benar bahwa teknologi dan humint memegang peranan yang sangat besar. Namun ketika kebobolan, maka dalam beberapa hari bahkan minggu beragam berita dan analisa akan menghiasi media massa guna memenuhi hasrat ingin tahu masyarakat yang berhak mengetahui sesuai prinsip kebebasan memperoleh informasi.

Dari kisah-kisah pengalaman sahabat dalam jaringan Blog I-I, cukup jelas bahwa kemampuan intelijen negara-negara maju hanya sedikit berbeda dengan Indonesia. Perbedaan yang sangat mencolok adalah pada aspek teknologi dan dana, dimana Indonesia boleh dikatakan teramat sangat minim dan miskin dan teknologinya baru pada level menengah. Bayangkan saja, sangatlah tidak masuk akal apabila anggaran intelijen nasional di Indonesia hanya sebesar 0,2% dari total anggaran pemerintah. Tidak ada negara di dunia yang akan melemahkan intelijennya sendiri dengan anggaran yang sangat minim tersebut. Namun berbahagialah bangsa Indonesia, karena intel yang sering dikuyo-kuyo dan dihina-hina tersebut tetap berpegang teguh pada Dharma Bhakti kepada rakyat dan negara Indonesia. Bahkan ketika terjadi kebobolan-pun, intelijen jarang menyalahkan faktor anggaran tersebut.

Selain itu, dari kualitas sumber daya intelijen Indonesia pada sisi skill lapangan bolehlah diadu, namun pada sisi analisa dan perkiraan ke depan, intelijen harus mengembangkan sistem pendidikan yang lebih baik lagi dengan peningkatan sumber daya manusianya. Keberadaan STIN, lembaga diklat, pelatihan dan pendidikan di luar negeri, serta kerjasama antar lembaga dan kerjasama internasional dapat sedikit mengupgrade kemampuan analisa intelijen. 

Kembali pada deteksi serangan teroris. Sumber informasi deteksi serangan teroris dapat berasal dari manapun, baik cuitan twitter yang tingkat kepercayaannya rendah, sampai laporan agen lapangan yang tingkat kepercayaannya sangat tinggi. Kelemahan intelijen Barat pada umumnya adalah daya penetrasi kepada organisasi teroris atau kelompok yang ingin melakukan aksi teror, hal ini bukan saja disebabkan sistem yang tertutup, melainkan juga karena faktor etnisitas dan lingkungan para pelaku yang terkondisikan terpisah dari masyarakat Barat secara umum. Akibatnya pengawasan hanya dapat dilakukan dari jauh dengan catatan-catatan kriminal maupun dengan pengawasan surveillance yang seringkali tidak menyebtuh esensi informasi berupa dimana dan kapan serangan akan terjadi.

Walaupun kota-kota di Eropa penuh dengan CCTV, hal itu tidak banyak menolong karena tetap terlambat manakala serangan sudah terjadi. Para pelaku teror saat ini tidak perlu melakukan pengamatan wilayah karena ketersediaan google map, sehingga rencana dapat dilakukan dari jauh atau luar kota dan hanya memasuki kota sasaran pada hari H. Bagaimana dengan intersep jalur komunikasi? Kewaspadaan kelompok teroris sudah semakin meninggi seiring dengan dinamika perkembangan teknologi, bahkan sebagian juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menyembunyikan pesan-pesannya. Dengan menggunakan teknik komunikasi yang relatif secara manual berganti saja sudah cukup menghalangi surveillance intelijen dan polisi terhadap jalur komunikasi.  Betapa sulitnya deteksi tersebut bukan?

Perhatikan bahwa kelemahan intelijen Barat tersebut juga dilihat oleh Presiden Bashar al-Assad yang menawarkan informasi intelijen. Kemungkinan rezim intelijen Assad memiliki data yang lebih akurat tentang kelompok teroris yang terkait dengan konflik di Suriah cukup tinggi, atau bahkan bila menggunakan teori konspirasi, justru Assad dan Rusia yang berada di belakang kasus tersebut dan menyalahkannya kepada ISIS yang domain operasinya hanya di kawasan Suriah dan Irak. Berbagai analisa yang bernuansa dugaan sangatlah berbahaya dan Blog I-I tidak menganjurkannya selain dengan dukungan fakta.

Akhir kata, semoga Intelijen Indonesia mengambil pelajaran berharga dari peristiwa serangan teror Paris dan meningkatkan kewaspadaan guna melindungi rakyat dan negara Indonesia.

Sekian
Salam Intelijen
SW

Read More »
16.04 | 0 komentar

Jumat, 13 November 2015

Serangan Teror Paris !

Sejak awal tahun 2015,  Blog I-I sudah memberikan Peringatan Travel Warning Eropa Barat dan Amerika tidak aman. Hal itu bukan berdasarkan kasus Charlie Hebdo semata, melainkan berdasarkan analisa perkiraan keadaan komunitas intelijen Blog I-I.

Baru-baru ini pada jum'at malam 13 November 2015 Paris diserang dengan dua ledakan dan serangan bersenjata dengan menggunakan AK47, baca juga CNN, BBC, dan Al Jazeera. Tidak kurang dari 153 orang tewas dan jumlah yang terluka sekitar 200 orang dan 83 luka serius serta ada kemungkinan jumlah korban bertambah.
Menurut informasi jaringan Blog I-I, konsep rencana dan eksekusi serangan teror ke negara-negara Barat, Amerika dan Russia merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai operasi berbagi mimpi buruk dari wilayah-wilayah konflik di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika. Dunia yang terkoneksi dengan sistem komunikasi dan informasi yang cepat memberikan motivasi yang tinggi kepada mereka yang menempuh jalur terorisme sebagai jalan hidupnya. 

Mengapa Blog I-I sangat yakin bahwa serangan teror akan lebih banyak ditargetkan kepada negara-negara Eropa, AS dan Russia? Hal ini berdasarkan pengamatan yang sangat hati-hati dari fenomena pergerakan manusia di dunia, dimana sistem keamanan sehebat dan secanggih apapun akan sulit mendeteksi satu per satu apa yang terjadi di dalam hati dan pikiran manusia. Kisah Lone Wolf dimana seseorang yang sama sekali tidak pernah terlibat gerakan teror tiba-tiba menjadi aktor utama bom bunuh diri merupakan salah satu buktinya. 

Di daerah konflik dan berdarah-darah, bahkan seorang anak kecil yang masih bersih dan berpikir sederhana akan mengalami pembentukan karakter dengan kepedihan yang sangat dalam, sampai akhirnya pikiran dan keyakinannya menjadi rapuh dalam keraguan tentang kemanusiaan. Hanya melalui berbagi kepedihan, maka kerapuhan dan keraguan tentang makna hidup didunia dapat terkonsolidasikan, puncaknya adalah kematian dalam aksi bom bunuh diri atau menjadi martir, sehingga pemaknaan hidupnya dapat kembali menjelang kematian. Sebuah pilihan yang logis bila anda mengalami kepedihan hidup dengan menyaksikan orang-orang tersayang yang anda miliki dibantai dalam konflik berdarah.

Mengapa sasarannya negara-negara Barat sebagaimana telah disebutkan oleh Blog I-I pada bulan Januari?  Karena tindakan saling membunuh di daerah konflik sudah biasa terjadi antar kelompok yang bertikai, misalnya di Syria dan Irak. Pada prinsipnya mereka semua bersaudara sebagai bangsa Arab namun terpecah belah dalam varian etnisitas suku atau kabilah, aliran agama khususnya Sunni-Shi'ah, dan politik kekuasaan. Mereka telah bertikai sepanjang sejarah, dan sejarah membuktikan bahwa dalam banyak kasus besar mereka yang bertikai tersebut "meminta" bantuan dari luar yakni Barat untuk dapat keluar sebagai pemenang. Ketika pihak luar yakni Barat membantu salah satu pihak, maka otomatis menjadi musuh bagi pihak yang tidak dibantu. Hal inilah yang melahirkan kemarahan dan kebencian yang tidak dapat kita bayangkan karena dampak dari bantuan Barat tersebutlah yang kemudian dianggap sebagai penyebab kepedihan yang sangat mendalam dari semakin banyaknya korban yang berjatuhan.

Tanpa bermaksud melakukan generalisasi, imigran yang telah menetap lama di negara-negara Barat sudah paham tentang sistem politik, sosial, ekonomi dan karakter negara-negara yang tempat mereka berdiam. Bertahun-tahun mereka menyaksikan hipokrisi negara-negara Barat tersebut dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya khususnya dikaitkan dengan kepentingan bisnis, masalah strategi, dan kemanusiaan yang mewujud dalam bentuk intervensi asing di wilayah konflik. Mengapa dalam suatu kasus Barat cepat mengambil tindakan dan dalam kasus lain tidak? Kita masih ingat pembantaian Muslim di Bosnia Herzegovina yang lebih banyak disebabkan oleh lambatnya intervensi kemanusiaan. Masih ingat juga bahwa kondisi Irak saat ini merupakan hasil langsung dari hancurnya rezim Saddam Hussein. Mengapa misalnya, AS menempuh jalur perang dan mengeluarkan biaya yang sangat mahal untuk menggulingkan Saddam Hussen, namun tidak segera mengambil tindakan di Suriah sebelum Russia secara terbuka membela rezim Asad yang jelas terbukti melakukan pelanggaran HAM berat? 

Bagi mereka yang tertimpa konflik dan tidak dapat lari dari kenyataan yang menimpa hidupnya tidak akan peduli dengan kalkulasi politik keamanan pemerintah negara-negara Barat. Apa yang mereka rasakan adalah bahwa hidup menjadi hancur sehancur-hancurnya karena kebijakan luar negeri dan keamanan yang ditempuh oleh negara-negara Barat. Dalam benak masyarakat yang mengalami dan menjalani konflik sehari-hari, eskalasi kehancuran dan kepedihan tersebut jauh melampaui konflik tanpa intervensi asing. 

Faktor tersebut diterjemahkan dengan sangat baik oleh para pelaku teror yang saat ini telah dan akan melakukan serangkaian serangan di negara-negara Barat. Pesannya adalah untuk merasakan aliran denyut kepedihan hati dan jiwa ketika menyaksikan darah mengalir dari orang-orang tidak bersalah yang kita sayangi serta untuk memahami kemarahan karena kehilangan makna kemanusiaan ketika darah dan kematian datang tanpa diduga-duga. Teror yang telah terjadi dan akan terus terjadi di negara-negara Barat merupakan replika dari kematian demi kematian yang terus terjadi di wilayah-wilayah konflik. Selama konflik terus terjadi dengan keterlibatan negara-negara lain yang setengah hati untuk menyelesaikannya, maka terorisme akan tetap memiliki ruang yang luas di hati dan pikiran orang-orang yang mengalami kepedihan atau bersimpati kepada kepedihan tersebut.

Perilaku brutal ISIS merupakan pertunjukkan ekstrim dari refleksi kepedihan, kemarahan, kebencian, dan balas dendam karena cinta kemanusiaan yang hilang, keadilan yang samar, harapan yang kandas. Satu-satunya realita yang dapat dirasakan oleh mereka yang berjuang dalam ISIS adalah bersandar pada harapan kehidupan setelah mati, mereka akan mengabaikan semua hal yang berpusat pada manusia, dan melepaskannya kepada Tuhan. Hanya dengan cara itu, maka lahir suatu keyakinan dan pemaknaan baru tentang hidup dan tujuan hidup. Kemudian dengan menggunakan referensi interpretasi tertentu terhadap agama, fokus pada konsep jihad yang dipersempit dengan mengangkat senjata memerangi dan meneror musuh Islam, bentuk dan modelnya fokus pada tujuan "membunuh," menyakiti, dan menghancurkan musuh dengan cara apapun, termasuk bom bunuh diri terhadap sasaran warga sipil dari pihak musuh.    

Pesan untuk Indonesia   

Blog I-I mendukung penuh upaya Intelijen, Polisi, dan militer Indonesia dalam melindungi keamanan dan keselamatan rakyat Indonesia dari ancaman terorisme. Perbedaan mendasar dari pelaku teroris Indonesia dengan mereka yang ada di Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, dan negara-negara Barat adalah level keterkaitan emosional secara bangsa, etnisitas, dan kepedihan jiwanya. Teroris yang lahir di Indonesia adalah mereka yang mengundang kepedihan dalam hidupnya karena simpati dan rasa persaudaraan karena keyakinan agama yang sama dalam interpretasi ajarannya. 

Kasus yang cukup ramai dibahas belakangan ini misalnya fenomena Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP) dan Investasi BP Batam Dwi Djoko Wiwoho yang bergabung dengan ISIS, baca Pejabat Publik dan Kompas. Informasi yang masih terus didalami oleh intelijen dan Polisi tersebut menjadi penting karena track record Djoko yang sebelumnya tidak pernah terkait dengan gerakan radikal. Artinya hal ini bisa terjadi kepada siapapun yang memiliki simpati, tertarik, atau yang tertipu dengan ajakan jihad ke Suriah dan Irak.

Berbeda dengan generasi alumni Afghanistan dalam perang melawan Russia yang umumnya tidak membawa keluarga, generasi rekrutmen ISIS banyak yang membawa keluarga karena konsep hijrah dari negeri kafir ke negeri Muslim dibawah khilafah. Meskipun hal ini berarti Indonesia tidak perlu repot karena kehilangan warganya yang telah mengalami radikalisasi, namun semakin banyak orang Indonesia yang berangkat ke Suriah dan Irak, maka akan semakin banyak keterkaitan emosional orang-orang Indonesia dengan konflik dan kepedihan hidup di Irak dan Suriah. Keterkaitan emosional tersebut utamanya dalam hubungan keluarga, misalnya saja keluarga besar Djoko atau keluarga besar istrinya tentu akan merasa prihatin. Pada kasus lain misalnya kabar kematian anak dari Imam Samudra yakni Umar Jundulhaq (19 tahun) yang kabarnya tewas di Suriah. Hal itu, jelas mencerminkan terjadinya regenerasi atau berlanjutnya jejak sang ayah kepada anaknya. Dalam skala yang lebih besar, pengaruh-pengaruh orang terdekat yang "berjihad"akan sangat kuat termasuk dalam memotivasi seseorang untuk bergabung dengan gerakan terorisme. Karena menurut mereka apa yang dikenal pemerintah dan masyarakat umum sebagai terorisme adalah perjuangan jihad. 

Kepada jaringan terorisme Indonesia yang kadang mampir atau rajin mengunjungi Blog I-I, sadarlah bahwa melakukan tindakan terorisme di Indonesia tidak memiliki alasan yang kuat sebagaimana dilakukan di negara-negara Barat oleh jaringan terorisme di Barat. Indonesia tidak menyebabkan terjadinya kepedihan dan kesengsaraan di Timur Tengah, bangsa Indonesia mayoritas Muslim, Pemerintah Indonesia juga sangat peduli dengan proses damai di Timur Tengah, khususnya dalam membela bangsa Palestina. Bila aksi teror di lakukan di Indonesia, maka hal itu melanggar prinsip keadilan dan Qisas atau membalas dengan yang setimpal, karena bangsa Indonesia tidak terlibat dalam pertumpahan darah di Timur Tengah. Bila anda bercita-cita untuk mendirikan negara Islam atau berbaiat kepada pimpinan ISIS, maka hal itu bukan justifikasi untuk melakukan aksi teror di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa tidak ada alasan yang cukup kuat secara hukum Islam maupun logika sebagaimana aksi teror di Barat untuk melakukan aksi teror di Indonesia. Melakukan aksi teror di Indonesia sama sekali tidak ada artinya bila dibandingkan aksi kemanusiaan menolong orang-orang yang kelaparan dan miskin yang masih banyak di Indonesia. Tujuan-tujuan sempit jihad yang dipropagandakan oleh mereka yang berkonflik di Timur Tengah bukanlah tujuan hidup sebagaimana diajarkan dalam Islam. Kepedulian umat Islam di Indonesia kepada saudara-saudara se-Islam di Timur Tengah tidak perlu ditunjukkan dengan aksi teror, melainkan dengan upaya menghentikan konflik. 

Kepada komunitas Intelijen, Polisi, dan Militer Indonesia, jangan pernah kenal lelah dalam mengawasi setiap potensi ancaman terhadap keselamatan rakyat Indonesia. Namun juga jangan melahirkan dendam emosional dari keluarga besar mereka yang terlibat dengan terorisme, misalnya dengan tindakan brutal, penyiksaan atau penembakan terhadap tersangka yang tidak bersenjata atau sudah menyerah. Penegakkan hukum yang adil disertai penjelasan tentang dampak terorisme yang lebih luas kepada seluruh bangsa Indonesia juga harus terus dikumandangkan ke seluruh nusantara. Profesionalisme aparat keamanan adalah kunci dari keberhasilan menghapuskan terorisme hingga ke akar-akarnya. Hal ini tentunya juga sangat memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pencegahan terhadap aksi-aksi teror.

Kepada seluruh rakyat Indonesia, janganlah mengundang kepedihan dan kesengsaraan ke dalam hati anda dan juga menularkannya kepada keluarga anda. Bukankah anda diminta untuk menjaga diri dan keluarga anda dari api neraka, mengapa tidak menjaganya dari api konflik dunia? Apabila benar bahwa sejumlah pelaku jihad membawa anak-anaknya ke wilayah konflik Suriah dan Irak, apakah hal itu bukan tindakan menzalimi keluarga sendiri? Anak-anak belum memiliki kewajiban atau mampu berpikir untuk memutuskan terjun ke wilayah konflik. Memberikan pengalaman tentang sakitnya menyaksikan konflik dan kematian kepada anak-anak adalah tindakan merusak masa depan mereka. Pada saat ratusan ribu orang tua di Suriah dan Irak berusaha mati-matian untuk mengungsikan keluarganya, mengapa sampai hati orang tua asal Indonesia malahan menjerumuskan dan menyiksa anak-anaknya dengan membawanya ke daerah konflik. 

Bahwa sejumlah kasus tersebut telah terjadi, marilah kita tingkatkan kewaspadaan dari upaya-upaya menjerumuskan hidup kita ke dalam jurang kepedihan konflik. Bagi anda belum pernah menyaksikan kematian akibat konflik janganlah berharap untuk menyaksikannya, karena hanya ada dua kemungkinan yang akan anda rasakan: kesedihan dan kemarahan. Ingatlah bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat dalam berperang bukan berlandaskan kepada kesedihan dan kemarahan, bahkan tidak akan membunuh karena dua faktor tersebut, melainkan hanya menegakkan kebenaran! Apakah ISIS membela kebenaran? dimana ada kebenaran dalam membunuhi anak-anak dan wanita yang jelas dilarang dalam berperang secara Islami. 

Sekian dan semoga bermanfaat
Salam Intelijen
Senopati Wirang

Read More »
23.20 | 0 komentar

Kamis, 12 November 2015

Antara Michael Buehler, Derwin Pereira, dan Luhut Panjaitan

Dengan sangat terpaksa saya menuliskan artikel ini atas permintaan seluruh jaringan Blog I-I dan masyarakat yang mengatasnamakan demokrasi. Mohon maaf sekiranya akan melahirkan prasangka atau tuduhan membuat gaduh demokrasi di Indonesia. Namun kita semua harus sadar sesadar-sadarnya bahwa demokrasi memanglah gaduh. Dengan maksud dan tujuan agar kegaduhan tersebut membuat elit politik yang dipilih oleh rakyat Indonesia berhati-hati, bertanggung-jawab, transparan, dan sungguh-sungguh profesional bekerja mewujudkan harapan para pemilihnya, rakyat Indonesia.

Sebelum saya memulai artikel ini, ada baik-baiknya sahabat Blog I-I membaca dokumen resmi dari the US Department of Justice under the Foreign Agents Registration Act (FARA) pada link berikut: 
R&R Registration Number 6229 Exhibit AB June 17, 2015. Apabila karena satu dan lain hal tautan langsung ini tidak sampai pada halaman yang seharusnya, maka gunakan fungsi pencarian dokumen search dengan keyword registration number 6229 dan sesuaikan dengan tanggal dokumennya.

Apabila sahabat Blog I-I membaca dokumen FARA tersebut dengan teliti, maka terdapat kata Indonesia sebanyak 6 kali dan President Widodo sebanyak 5 kali, dengan perincian sebagai berikut:
  • Foreign Principal is retained as a consultant by the executive branch of the Indonesian government. In turn, Foreign Principal has retained Registrant as a subcontractor to provide services through the Foreign Principal to the foreign government in the United States. Registrant's primary communications and direction come from Foreign Principal.
  • Registrant will provide consulting and lobbying services to Foreign Principal as relates to Foreign Principal's client, the Republic of Indonesia. (Diulangi dua kali poin 7 dan 8 halaman 3-4)
  • Attempt to secure opportunity to address joint session of Congress during Indonesian President Widodo's visit to the US. (Diulangi tiga kali poin 7 dan 8 halaman 3-4)
  • Registrant will communicate the importance of the Republic of Indonesia to the United States focusing on the areas of security, commerce, and the economy.
  • The Consultant hereby irrevocably undertakes not to arid shall procure that each of its Representatives (as defined below) shall riot during the Term (as defined below) andfor three (3) years after the expiry or termination of this Agreement, anywhere within Indonesia, directly or indirectly.
  • Identify and work with influential individuals, media, public and private organizations and affiliates in the US to support efforts of President Widodo.
  • Registrant will seek to secure an opportunity for President Widodo to address a joint session of Congress during a visit to the United States. (Pengulangan poin 9 halaman 4)
Pengunaan kata executive branch of the Indonesian government sudah jelas artinya yaitu Pemerintah Indonesia, sehingga tidak perlu interpretasi tentang subyek hukum untuk siapa lembaga konsultan R&R Partners melakukan kegiatan lobby, yakni untuk Foreign Principal dalam hal ini Pereira International yang  disewa sebagai konsultan oleh Pemerintah Indonesia.

Michael Buehler sebagai seorang akademisi tentu tidak akan mempertaruhkan kredibilitasnya dengan menuliskan artikel pada New Mandala. Media-media di Indonesia sudah meluruskan berita tersebut misalnya dalam Kompas, Republika, dan lain-lain yang senada. Tetapi kemudian mengapa Derwin Pereira meminta maaf? seperti dalam berita Tempo ini. Sebelumnya Menkopolhukam Luhut Panjaitan membantah penggunaan jasa lobby, Kemenlu RRI juga membantah, bahkan KBRI Washington DC mengeluarkan Press Release Bantahan

Salah satu ciri utama demokrasi adalah transparansi, dimana rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan yang memberikan amanat melalui suaranya dalam pemilu berhak mengetahui apa yang dilakukan oleh Pemerintah. Kebohongan publik dapat menjerumuskan suatu pemerintahan pada kecenderungan yang koruptif, bukan saja dalam soal keuangan negara melainkan juga dalam soal memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia.

Uang sebesar US.80.000 nilainya tidak seberapa apabila memang benar harus dikeluarkan untuk sebuah lobby yang pada akhirnya akan memuluskan langkah-langkah strategis Pemerintah dalam mewujudkan harapan bangsa Indonesia. Rakyat akan rela ikhlas apabila pemerintah dapat menjelaskannya dengan baik, rasional, dan jujur. Namun uang 1 rupiah-pun akan menjadi masalah manakala hal itu disembunyikan karena adanya kepentingan-kepentingan yang bukan untuk rakyat Indonesia. 

Keputusan Indonesia berpikir untuk masuk ke dalam Trans Pacific Partnership Agreement (TPP) yang tiba-tiba diucapkan oleh Presiden Jokowi, jelas akan menghasilkan perdebatan di dalam negeri karena terkait dengan konstelasi persaingan AS-China di Asia Pacific. Apakah hal itu sudah berdasarkan pada analisa intelijen dan perkiraan keadaan ke depan? Bagaimana dengan kalkulasi keuntungan yang akan diperoleh Indonesia? Apakah kepentingan individu, perusahaan tertentu, atau elit tertentu lebih terakomodasi, semuanya menjadi misteri apabila Pemerintah Indonesia tidak transparan.

Seharusnya intelijen yang juga sudah sangat biasa melakukan lobby ke berbagai negara di dunia termasuk menggunakan jasa perusahaan lobbyist dimaksimalkan sebagaimana pernah dilakukan pada era Presiden Gusdur, Megawati, dan SBY, sehingga tidak ada kontroversi karena akan ada yang bertanggungjawab. Dalam kasus Pereira International, permintaan maaf Derwin Pereira kemungkinan karena "kecolongan" bahwa kewajiban memasukan file kerjasama dengan perusahaan di AS akan dengan mudah diakses karena kebebasan informasi di AS. Masalah yang menjadi misteri adalah siapa the executive branch of Indonesia Government yang dimaksud oleh dokumen FARA Departemen Kehakiman AS tersebut, dan untuk ini Pemerintah RI wajib membukanya kepada publik guna menghindari kebiasaan yang buruk ini. 

Bahkan Intelijen sekalipun juga pernah kecolongan ketika langsung menggunakan jasa lobby perusahaan di AS untuk kepentingan nasional Indonesia, yakni agar kerjasama militer Indonesia-AS dapat dipulihkan. Baca BIN lobby AS. Meskipun kasus tersebut menjadi polemik publik, namun hasil capaian BIN sangat jelas dan menguntungkan Indonesia dalam peningkatan kapasitas militernya, khususnya bantuan pendidikan dan pelatihan yang secara teori semakin mendorong profesionalisme dan penghormatan kepada Hak Asasi Manusia serta reformasi militer. Bagusnya kemudian berkat pengalaman tersebut adalah bahwa pasca GusDur, tidak ada satupun lobby intelijen yang tercium publik dan Pemerintah dapat mengeksekusi kebijakan luar negerinya dengan baik.

Semoga Intelijen yang sudah sangat berpengalaman dengan lobby-lobby internasional tersebut sudah mengingatkan Jokowi tentang perlunya transparansi dan agar Jokowi menghentikan pencitraan dan sungguh-sungguh kerja, kerja, dan kerja. Selain itu, juga menyadari bahwa dalam kekuasaan yang besar juga terkandung tanggung jawab yang besar serta perlunya Presiden memelihara sikap dasarnya yang dikenal jujur dan peduli kepada rakyat, termasuk untuk berani terbuka.

Mengapa artikel ini tidak menyinggung Menlu Retno yang mengindikasikan potensi untuk "tidak lagi menjabat"? Menlu Retno adalah sosok profesional yang "lemah" secara politik. Tersirat dalam pernyataan Menlu Retno melalui akun twiter resmi Kemenlu @Portal_Kemlu_RI: #MenluRetno: Saat saya tidak lagi menjabat, saya akn kembali menjdi seorang Retno. Tapi saya yakin saya jauh lebih besar dr hanya jabatan saya. Hal ini bukan disebabkan oleh kekurangan pada Menlu Retno, melainkan karena sikap Jokowi sebagai Presiden yang tidak menempatkan struktur kerja kabinet sebagaimana mestinya. Entah sudah berapa kali Kemenlu dan khususnya Menlu dilangkahi atau tidak diberitahu atau terlambat diberitahu dalam kebijakan luar negeri? Baik dalam kasus-kasus pertemuan internasional, strategi, bahkan sampai pada kunjungan ke luar negeri.

Hal ini sangatlah tidak sehat sebagaimana tersurat dalam analisa Michael Buehler yang mengindikasikan adanya jarak atau jurang pemisah antara Menlu dan Kepala Staf Kepresidenan sekarang Menkopolhukam: At the heart of this foreign policy confusion is a deep rift between foreign minister Retno Marsudi and Luhut Panjaitan, Widodo’s ambitious presidential chief of staff. Singkat kata Kemenlu harus terus berbenah diri dan mengevaluasi para diplomatnya yang hanya datang duduk di KBRI dan tidak pernah keluar kantor dan menikmati gaji dollar. Bahwa Kemenlu masih tampak memiliki performa yang bagus karena sebagian diplomatnya memang ada yang berkualitas dan rajin melakukan fungsinya, dimana salah satunya adalah lobby. Pada sisi praktis ke depan, mari kita perhatikan rencana kunjungan ke beberapa negara Jokowi pada tahun 2016, apakah karena peran Kemenlu dan para diplomatnya atau karena jaringan Kemenkopulhukam Luhut Panjaitan.

Penggunaan jasa Pereira International dan perusahaan lobby R&R Partners tidak perlu ditutup-tutupi, Derwin Pereira tidak perlu minta maaf bilapun ingin meminta maaf maka harus mengungkapkan siapa yang membayarnya, Michael Buehler juga tidak perlu terus memanasinya dengan penajaman analisanya. Hal ini merupakan pelajaran mahal untuk pemerintah agar lebih kompak dalam koordinasi kebijakan dan eksekusinya, pelajaran agar leadership Presiden lebih profesional dengan banyak belajar dan tegas, dan tantangan untuk berani terbuka dan bersikap ksatria dalam menjelaskan kejanggalan pada setiap kebijakan atau kegiatan pemerintah.

Fakta baru penggunaan jasa perusahaan lobby oleh Pemerintahan Jokowi ini sekaligus juga memperkuat artikel Blog I-I ketika masa kampanye 2014 yakni tentang keterlibatan Stanley Greenberg dalam pemilu Indonesia. Apabila koneksi jaringan Jokowi memang sangat kuat di AS, mengapa perlu menggunakan perusahaan di Singapura?

Artikel ini secara obyektif melihat duduk perkara berdasarkan content analysis sederhana dari dokumen yang menjadi rujukan Michael Buehler. Kemudian melalui proses interpretasi dan pengecekan langsung dapat mengkonfirmasi bahwa analisa dan opini Michael Buehler dapat dipertanggungjawabkan. Persoalannya kemudian adalah pada embarrassment yang sadar ataupun tidak sadar menimpa: (1) Derwin Pereira dari sisi akuntabilitas dan profesionalisme sebuah lembaga lobby; (2) integritas seorang Luhut Panjaitan yang memegang posisi penting di Indonesia; serta (3) kepada Kemlu RI yang kelihatan kedodoran dalam Politik Luar Negeri Indonesia.

Blog I-I melihat bahwa Michael Buehler tidak perlu khawatir atau merasa tertekan atau terganggu dengan dinamika di Jakarta. Bahwa berkembang tuduhan-tuduhan terhadap dirinya sebagai agen asing dari segelintir orang yang berkepentingan di Jakarta merupakan reaksi normal secara politik dalam rangka mengurangi rasa malu akibat terbongkarnya kasus penggunaan lembaga lobby yang tidak transparan. Para akademisi juga tidak perlu mengembangkan opini seolah Michael Buehler dizalimi oleh rezim Jakarta karena hal itu justru kurang menghargai keberanian seorang Michael Buehler, sebagaimana berita Support for Michael Buehler. Bila ingin mendukung Michael Buehler, maka tulislah analisa dan desakan kepada Pemerintah RI untuk memberikan jawaban yang transparan dan jangan biarkan analisa Michael Buehler menguap bagaikan embun pagi yang disinari mentari pagi. Bahaya pembiaran sikap tidak transparan dari orang-orang di sekitar Presiden Jokowi merupakan ancaman laten terhadap konsolidasi demokrasi di Indonesia.

Semoga bermanfaat dan dibaca sebagai bagian dari pembelajaran publik dan bukan suatu kegaduhan
Salam Intelijen
SW


Read More »
00.59 | 0 komentar

Kamis, 08 Oktober 2015

Selamat Jalan Letjen TNI (Purn) Moetojib

Tulisan pendek ini khusus sebagai penghormatan komunitas Blog I-I kepada mantan Kepala BAKIN Letjen Moetojib era transisi reformasi (1996-1998) yang telah meninggalkan kita pada menghadap Yang Maha Kuasa pada 7 Oktober 2015 sekitar pukul 10 pagi. Sebagian komunitas dan simpatisan Blog I-I ada yang langsung meluncur ke rumah duka di Taman Kedoya Baru, sebagian lagi mendo'akan dari jauh.

Sosok Letjen Moetojib mungkin banyak yang tidak diketahui oleh masyarakat Indonesia, bahkan dikalangan intelijen senior sekalipun tidak dikenal sebagai seorang Master Spy sebagaimana layaknya orang nomor satu di BAKIN yang sangat disegani. Namun bila kita luangkan sedikit waktu kita mengenal sososk beliau, kita akan menyaksikan betapa jarang Jenderal era Orde Baru yang berani secara tegas menyampaikan pendapat tentang politik nasional kepada Presiden Suharto.

Masa kepemimpinan Letjen Moetojib yang singkat yakni 2 tahun periode akhir Pemerintahan Orde Baru memiliki arti yang sangat penting bagi bergulirnya reformasi di Indonesia. Pada masa-masa akhir Orde Baru, kita telah menyaksikan aksi-aksi mahasiswa dan rakyat secara bergelombang menuntut reformasi. Kita juga melihat catatan sejarah krisis ekonomi dan tumbangnya Pemerintahan Suharto yang juga diwarnai oleh sejumlah insiden berdarah sebagai akibat dari kerusuhan massa. Pada masa itu, keputusan dan strategi pimpinan lembaga-lembaga yang mengurusi keamanan nasional sangatlah penting. Baik Panglima TNI, Pangdam, Kapolri, Kapolda, Kepala BAKIN, maupun Kepala BAIS TNI, semuanya memikul tanggung jawab yang berat dalam mengawal perjalanan sejarah bangsa Indonesia. 

Letjen Moetojib adalah sedikit di antara pucuk pimpinan lembaga keamanan yang mengambil posisi membela demokrasi dalam peristiwa kerusuhan dua puluh tujuh juli di jalan Diponegoro 58. Untuk pertamakalinya dalam sejarah Orde Baru, BAKIN tidak mengerahkan operasi terkait politik kekuasaan karena menurut informasi yang ada dalam komunitas Blog I-I, orang BAKIN saat itu diperintahkan oleh Letjen Moetojib untuk waspada dalam melaksanakan tugas dan profesional dengan hanya melakukan pengamatan dan analisa keadaan serta perkiraan keadaan yang semuanya boleh dikatakan tepat. Biasanya pada era Orde Baru, seluruh otak rekayasa melanggengkan kekuasaan Orde Baru dilakukan oleh mereka yang berada di BAKIN dan Kopkamtib.

Warisan terbesar Letjen Moetojib kepada dunia intelijen Indonesia adalah membatasi keterlibatan intelijen dalam persaingan/kompetisi politik baik yang merupakan konflik internal partai maupun yang merupakan persaingan antar partai politik. Warisan tersebut tidak ternilai harganya dan telah tertanam baik di benak insan intelijen Indonesia untuk mengambil posisi netral dalam setiap persaingan partai politik menuju kursi kekuasaan di Indonesia. 

Meskipun mungkin ada pihak yang menilai periode 1996-1998 diwarnai banyak kegagalan karena terjadinya kerusuhan dan rontoknya kekuasaan Presiden Suharto, namun hal itu dapat dipastikan bukan kegagalan intelijen, melainkan kegagalan kebijakan atau pengambilan langkah-langkah strategis Pemerintah dalam menyikapi dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang mengarah pada keruntuhan suatu rezim. Namun bila kita lihat secara utuh, keseluruhan cerita reformasi adalah BERHASIL, dimana minimalisasi korban dapat ditempuh dengan pengunduran diri Presiden Suharto. Hal ini harus kita hormati, karena pada saat itu potensi untuk terjadinya perang saudara sangat besar. Kebesaran hati para tokoh nasional dan pimpinan lembaga keamanan, termasuk komandan-komandan pasukan juga patut kita hargai.

Akhir kata, selamat jalan Jenderal....kami juga akan menyusul pada saatnya nanti.

Salam Intelijen
Senopati Wirang

Read More »
13.13 | 0 komentar

Senin, 05 Oktober 2015

Komunisme dan Ulang Tahun TNI

Setelah segelintir orang dan berberapa kelompok komunis baru berhasil menyusup ke dalam pemerintahan Jokowi-JK dan melakukan "tekanan politik" agar Pemerintah RI menyampaikan permohonan maaf terhadap para korban dalam peristiwa sejarah 1965 yang diklaim terbanyak dari kalangan komunis, maka sekarang tiba-tiba ada desakan agar Pemerintah RI menyampaikan maaf kepada Soekarno, Presiden RI pertama. Siapapun mereka yang berteriak-teriak tentang permohonan maaf tersebut jelas memiliki agenda memperkuat pondasi politik sektoral yang mengabaikan kekinian dan masa depan bangsa Indonesia yang seyogyanya mengenang sejarah apa adanya, bukan dalam kerangka permainan politik golongan.

Anehnya Blog I-I kali ini mengangkat judul yang tampaknya tidak berkaitan yakni komunisme dan ulang tahun TNI yang tahun ini memasuki usia ke -70 tahun. Apa kaitannya?
Tidak lain tidak bukan, artikel ini merupakan peringatan serius kepada TNI agar menghayati usianya yang semakin matang agar profesionalisme TNI semakin diperkuat dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap kebangkitan komunis di tanah air tercinta. Apabila di negara-negara Barat Nazisme menjadi momok yang tidak dapat ditolerir, maka di Indonesia komunisme adalah tetap bahaya laten yang berpotensi merobek-robek persatuan nasional Indonesia. Mengapa demikian? betapapun banyak argumentasi tentang rekayasa penulisan sejarah selama pemerintahan Orde Baru, faktanya ideologi-ideologi impor baik komunisme maupun liberalisme telah memecah-belah persatuan bangsa Indonesia. Hal semakin jelas manakala Indonesia mempraktekan demokrasi untuk pertama kalinya pada era Orde Lama, seperti tampak pada pemilu 1955. Apakah pemilu 1955 lebih baik dari pada pemilu Indonesia paska reformasi, tentu saja tidak karena pemilu paska reformasi jelas lebih baik dan berkualitas. 

Betapapun suksesnya pemilu 1955, hal itu justru membawa Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi semakin kuat dan lupa diri. Dengan modal 16% dari keseluruhan suara dan posisi nomor 4, tentunya PKI termasuk partai politik yang besar di masa itu. Sementara pada sisi yang berlawanan muncul gerakan-gerakan anti komunis yang menuntut pelarangan PKI. Perbedaan ideologi yang tajam pada masyarakat yang belum matang berdemokrasi hanya akan melahirkan konflik berdarah, dan hal itu terbukti dalam hampir seluruh sejarah perpolitikan dunia, termasuk di Indonesia. Emosi individu, emosi kelompok, persaingan politik, dan kekotoran permainan dalm mencapai kekuasaan yang diwarnai kekerasan, mau tidak mau akan melahirkan suatu ketegangan yang berpuncak pada konflik berdarah. Siapa yang salah, siapa yang benar? sulit untuk direkonsiliasi karena hal itu bukan soal benar salah, melainkan lebih kepada proses aksi reaksi sebagaimana sebuah gunung yang akan meletus, sudah dapat diperkirakan sebelumnya. 

Kepada para korban sejarah baik dari kalangan masyarakat non-komunis maupun kaum komunis, mereka adalah pembentuk sejarah modern Indonesia yang anti-komunis, dimana harmoni masyarakat yang agamis, santun, dan demokratis kemudian dapat lahir dalam proses panjang puluhan tahun dengan melalui masa-masa otoritarianisme Orde Baru. Kemudian apakah sekarang masyarakat Indonesia mau untuk dipaksa melihat kembali ke belakang membuka luka lama dan saling menikam menumpahkan darah segar di era reformasi, tentu jawabnya TIDAK. Siapa yang berkepentingan untuk mengadu-domba kembali sesama anak bangsa Indonesia dengan membuka wacana permohonan maaf terkait peristiwa 1965 perlu diteliti secara mendalam. Blog I-I telah menemukan bahwa ternyata inisiatif awal bersumber dari asing, ya dari asing yang kemudian bersinergi dengan mereka yang menyimpan dendam kesumat kepada sesama anak bangsa Indonesia. Sungguh sangat mengerikan apabila Pemerintah RI berhasil terkecoh oleh permainan ini.

TNI adalah kutub perlawanan utama terhadap komunisme di tanah air. Baik pada masa lalu ketika masih erat dalam dunia politik maupun saat ini yang sedikit lebih profesional. Tanggung jawab TNI dalam berbagai insiden konflik di dalam negeri merupakan bagian dari tugas yang diamanatkan oleh rakyat Indonesia, sehingga TNI tidak dapat disalahkan. Bahwa terjadi korban diluar yang semestinya, hal itu harus dilihat dalam konteks sejarah dan latar belakangnya. Selain itu, juga harus diteliti satu per satu dan bukan digeneralisir sebagai sesuatu yang sistematis seolah seperti kejahatan terorganisir oleh negara. Pelintiran oleh kalangan yang mengaku pembela HAM sesungguhnya permainan retorika yang tidak ada artinya sama sekali, karena moral, politik dan hukum pada akhirnya sangat bergantung kepada kekuatan dan itikad baik dari para pengemban kekuasaan. Artinya desakan-desakan atau tekanan-tekanan yang tidak perlu tersebut dapat diabaikan atau bahkan harus diabaikan. Mengapa demikian? karena jutaan persoalan lain yang lebih penting memerlukan atensi pemerintah. 

Pemerintah perlu mendengarkan berbagai masukan, namun juga harus memiliki prioritas dan tidak dapat melaksanakan segala hal dalam satu waktu bersamaan karena adanya keterbatasan sumber daya. Prioritas-prioritas inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama Pemerintahan Jokowi-JK dan bukan berantem sendiri atau mengambil kebijakan yang sembarangan. Meskipun Pemerintah RI telah menegaskan tidak akan menyampaikan permintaan maaf dalam kasus 1965, namun hal ini tidak berarti kalangan pendukung komunisme bersama asing akan tinggal diam menerima begitu saja. Upaya-upaya menghidupkan komunisme di Indonesia adalah sama dengan upaya membesarkan kelompok Syiah di Indonesia, dimana pada ujungnya adalah konflik berdarah sesama anak bangsa Indonesia. Siapa yang dirugikan? Bangsa Indonesia, Rakyat Indonesia, dan masa depan Indonesia akan hancur apabila strategi adu domba asing tersebut didiamkan. 

Anda mungkin akan bertanya asing yang mana? jawabnya bacalah dengan teliti dan telusuri siapa-siapa saja yang mengadvokasi atau menyampaikan usulan tentang isu-isu terkait komunisme, baik di dalam negeri Indonesia maupun dari luar negeri. Intelijen memiliki catatan lengkap dan pastinya sudah tahu siapa yang saya maksud. Bila anda belum tahu, kerjakanlah PR anda dan waspadalah selalu dalam rangka memelihara persatuan nasional dan menjaga cita-cita bersama Indonesia Raya.

Salam Intelijen
SW



Read More »
14.46 | 0 komentar

Selasa, 29 September 2015

Menuju Negara Intel

Intelijen merupakan pemain utama dalam "mengamankan" pemilu selama Pemerintahan Orde Baru, dan terbukti mampu selama 32 tahun menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil menurut versi pemerintah tentunya dengan hasil yang telah ditentukan sebelum pemilu, yakni kemenangan mutlak partai penguasa dan kelangsungan kekuasaan elit Orde Baru. Hal itu dapat menggambarkan profesionalisme dan kapabilitas yang luar biasa dari Intelijen Indonesia dalam mengabdi kepada kekuasaan dan bukan kepada negara, bangsa, apalagi rakyat. Bila the State is the coldest of cold monster  seperti kata Jenderal Charles de Gaulle, maka Intelijen adalah the super coldest of cold monster. 
Mengapa artikel Blog I-I kali ini mengenai negara Intel? Hal ini berangkat dari kecenderungan ketergantungan sistem politik demokrasi Indonesia kepada Intelijen. Ada bencana kebakaran hutan dan asap, Intelijen dipanggil. Menjelang pemilukada, Intelijen diperbanyak personilnya. Ada berbagai persoalan di Kementerian teknis, dilakukan MoU dengan Intelijen untuk back-up. Hal itu mencerminkan lemahnya dan tidak berjalannya sistem tata negara dimana sudah ada pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap suatu persoalan, dan Intelijen tidak seharusnya dilibatkan.

Bagi kalangan intelijen aktif, hal itu biasa saja dan sudah menjadi panggilan tugas, dimana pada saat eksekutif dalam hal ini Presiden meminta Intelijen mengerjakan suatu tugas, maka wajib untuk dikerjakan. Persoalannya kemudian adalah seolah Intelijen menjadi solusi dari ketidakbecusan lembaga-lembaga yang sudah dibentuk untuk mengatasi persoalan yang ada, dan hal ini tentunya memperluas jangkauan kegiatan intelijen yang seharusnya fokus kepada hal-hal yang dapat menjadi ancaman strategis kepada negara dan bangsa. Apabila bencana asap di Riau dan Jambi sudah dianggap menjadi ancaman nasional, maka sudah sewajarnya bila Pemerintah mengerahkan seluruh daya upaya untuk mengatasinya, khususnya dikonsentrasikan kepada upaya pemadaman dan pengurangan intensitas asap hingga hilang, dan juga penegakkan hukum kepada para pelanggar yang menyebabkan terjadinya bencana asap tersebut. Mengapa begitu susahnya? Jawabnya sangat singkat, karena tidak mampu dan tidak becus! sekilas tampak memudahkan persoalan, tetapi hal ini adalah cerminan Kepemimpinan Nasional yang sangat lemah dalam menjalankan roda pemerintahan dimana perintah tidak dapat tereksekusi dengan baik hingga ke bawah. Apakah bila Intelijen terlibat kemudian semuanya menjadi beres? Jawabnya tidak, bahkan semakin menambah kompleks dalam penentuan langkah-langkah yang akan ditempuh.

Apabila menjelang pemilukada kemudian jumlah intel diperbanyak maka hal ini justru memperkuat analisa bahwa fungsi-fungsi lembaga penyelenggara pemilu, pengawas, dan penegak hukum juga tidak mampu berjalan baik tanpa dukungan intel. Padahal seharusnya pesta demokrasi bersih dari operasi pengamanan oleh intelijen, apa yang ingin diamankan menjadi persoalan krusial karena hal itu hanya akan menciptakan pemborosan dimana berbagai mekanisme pengawasan telah dilaksanakan. Komunitas Blog I-I telah melihat terjadinya imitasi laporan yang sama dalam pemilu yang lalu dari berbagai pihak yang menjadi pengawas jalannya pemilu termasuk intelijen, isi laporan sama saja, sehingga pemborosan uang pajak rakyat dalam bentuk operasi pengamanan pemilu menjadi sangat memprihatinkan. Satu-satunya pembenaran rekrutmen besar-besaran Intelijen adalah untuk mendukung kekuasaan sebagaimana telah dilaksanakan dengan sangat baik selama Orde Baru berkuasa, jika ini tujuan sesungguhnya maka telah terjadi kemunduran luar biasa dari demokrasi di Indonesia.

Kerjasama-kerjasama Kementerian teknis dengan intelijen juga tidak perlu karena hal itu selain tidak akan efektif, juga justru membuat konsentrasi intelijen menjadi terpecah-pecah ke dalam berbagai persoalan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab departemen teknis. Sangatlah memprihatinkan bahwa Intel bekerja dalam format kerjasama dengan departemen teknis yang seringkali bahkan tidak pernah ada eksekusinya secara nyata.

Intelijen harus fokus pada isu-isu khusus strategis yang ditentukan oleh pemerintah dimana tidak ada Kementerian yang menanganinya atau tidak sanggup menembusnya karena keterbatasan ruang lingkup operasi misalnya terkait hukum internasional, dimana dalam hubungan antar negara hanya intel yang dapat bekerja di luar hukum dengan berbagai teknik khusus yang dikembangkannya sehingga tidak dapat diproses secara hukum ketika melanggar hukum. Contoh lain misalnya dalam menembus kebekuan hubungan antar negara, karena intel selalu menjadi jalur alternatif komunikasi. Dalam isu dalam negeri, hal terpenting yang menjadi tanggung jawab intel bukan penegakkan hukum, melainkan dukungan kepada penegak hukum dalam memberikan rasa aman kepada rakyat Indonesia. Namun demikian, karena intel tidak memiliki wewenang polisionil datau penuntutan (kejaksaan) maka dapat dipastikan intel tidak berada dalam posisi menyelesaikan suatu delik hukum. Dengan demikian sistem operasi intelijen dalam negeri di Indonesia perlu dilihat kembali fokus perhatiannya, sistem pengumpulan informasinya, dan tujuan strategis yang melandasinya.

Salah kebijakan akan berdampak negatif kepada negara, bangsa dan rakyat Indonesia, demikian juga dalam menentukan arah kebijakan Intelijen Nasional. Disadari atau tidak, tanpa peningkatan akuntablitas organisasi, profesionalisme personil, tujuan yang benar, dan anggaran yang cukup, rencana pengembangan intelijen akan terjebak mengarah pada Negara Intel. Ada beberapa persoalan dasar yang diramalkan Blog I-I akan menyesatkan kalangan Intel muda, yakni tugas mengamankan pemilu oleh Intelijen harus dibatasi sampai tercapainya kedewasaan berpolitik bangsa Indonesia dan berjalannya lembaga-lembaga penyelenggara pemilu serta elemen pengawasannya dan aspek penegakan hukum berjalan. Jangan dilihat seolah akan terus-menerus menjadi bagian dari operasi intelijen mengamankan pemilu, hal ini hanya akal-akalan saja untuk menyerap anggaran manakala sebenarnya pemilu dapat berjalan dengan baik tanpa peran yang terlalu banyak dari Intel. Dengan demikian, sangat tidak masuk akal apabila tujuan pengembangan organisasi intelijen dari sisi personil hanya untuk pengamanan pemilu. 

Seharusnya tanpa gembar-gembor Intel akan begini akan begitu, pemantapan sistem arus informasi intelijen nasional seyogyanya dikembangkan sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang terkait langsung dengan koordinasi operasi polisi dan TNI dalam mengamankan wilayah kedaulatan Indonesia dan dalam memberikan rasa aman serta melindungi rakyat Indonesia dari bahaya. Hal ini mudah dituliskan dan diucapkan tetapi sangat sulit dilaksanakan apabila kualitas personilnya rendah dan ego sektoral masih ada. Kemudian itu semua MUSTAHIL terwujud apabila kepemimpinan nasional lemah karena tidak mampu mengatur, mengarahkan dan menyatukan lembaga terkait dalam melaksanakan tugas Pemerintah melindungi rakyatnya.

Salam Intelijen,
SW    

Read More »
03.26 | 0 komentar